Kedekatan Tergantikan Gadget
Alat komunikasi yang semakin hari kecanggihanhya semakin di luar nalar membuat semua orang tergiur menggunakannya. Sayangnya, hal ini justru semakin mengurangi esensi komunikasi. Bahkan tidak jarang menyebabkan miskomunikasi.
Supaya lebih dramatis, saya kasih contoh tentang cara berinteraksi warga Muhammadiyah dalam menggunakan alat komunikasi secara rinci.
Saat saya usia madrasah ibtidaiyah (MI), pengajian rutin tiap pekan yang diadakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah selalu ramai. Semua orang antusias. Undangan yang digunakan masih undangan manual, hasil foto kopian. Nah, sekarang, beralih ke undangan digital melalui WhatsApp malah yang datang semakin sedikit. Bahkan, pengajian tersebut sekarang sudah mundur jadi sebulan sekali.
Bukan hanya persoalan pengajian yang sepi peminat, efek dari gadget ini juga melahirkan pengajian dalam pengajian. Orang-orang yang datang ke pengajian tidak lagi fokus mendengarkan ceramah, melainkan fokus dengan HP-nya. Jamaah tidak lagi mampu memahami bagaimana cara menghargai orang yang sedang berbicara. Mereka merasa gadget ini bagian penting dalam hidupnya, lebih penting dari menghargai orang lain.
Jadi, jika sekarang ada yang mengistilahkan ‘handphone itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat’, saya rasa memang benar.
Dampak Kemajuan Transportasi
Harus diakui kemunculan alat transportasi sangat membantu manusia untuk melakukan aktifitas. Pergi ke mana pun menjadi semakin mudah. Karena begitu mudahnya, hingga tidak sadar menyebabkan penggunanya mudah meninggalkan majelis taklim.
Pada kisah kali ini, saya akan menceritakan bagaimana perbedaan kegiatan Muhammadiyah sebelum dan sesudah alat transportasi menjajah.
Dulu, untuk datang ke pengajian, saya jalan kaki untuk bisa sampai di masjid tujuan. Tidak sendiri, tapi bersama-sama dengan warga sekitar. Semua ikut berbondong-bondong menghadiri pengajian. Hampir tidak didapati manusia yang tinggal di rumah saat ada pengajian ranting.
“Banyak yang lebih memilih ustadz Reels padahal hanya mengutip sedikit ceramah dengan modal ketenaran atau FYP. Daripada mendengarkan ceramah dari dai Muhammadiyah.”
Setelah banyak warga yang memiliki sepeda motor dan mobil, rasa malas itu justru selalu membayangi setiap kali datang waktu pengajian. Harusnya jadi tambah semangat, ‘kan? Tapi tidak! Meskipun jarak tempuh semakin pendek, karena bisa ditempuh dengan sepeda motor, nyatanya orang semakin malas datang ke pengajian.
Sampai kawan saya usul dalam guyonannya, “Kalau caranya seperti ini, barangkali penggunaan kendaraan yang berlebihan bisa dibidahkan.”
Dai Lokal Tergeser Reels
Sumber daya manusia di Muhammadiyah dari tingkat ranting sampai pusat jumlahnya sangat banyak. Kualitasnya pun juga sangat mumpuni. Di antara mereka banyak lulusan pondok, lulusan doktor kampus ternama, dan lulusan luar negeri.
Tapi, tampaknya hal itu tidak cukup menjadi daya tarik di kalangan warga Muhammadiyah. Padahal, mereka semua mengajarkan ilmunya secara gratis kepada warga Muhammadiyah. Itu pun cara aksesnya mudah, bisa datang ke kajiannya langsung maupun melalui live streaming.
Namun, belakangan ini lagi-lagi ceramah di Reels Instagram mampu memikat minat warga. Banyak yang lebih memilih ustadz Reels padahal hanya mengutip sedikit ceramah dengan modal ketenaran atau FYP. Daripada mendengarkan ceramah dari dai Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah yang harusnya bisa memilih dai dari Persyarikatan dengan kualitas teruji, justru berkiblat pada dai Reels. Padahal ceramah di Reels itu tidak utuh, hanya potongan-potongan ceramah seseorang.
Baca sambungan di halaman 3: Tak Lagi Mandiri