Rempang dan Nilai Investasi Xinyi yang Meragukan oleh Iman Supriyono, anggota Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PWM Jatim, CEO SNF Consulting.
PWMU.CO – Pecahnya kasus investasi di Pulau Rempang mencuatkan nama Xinyi Glass. Siapa dia? Logiskah nilai investasi yang disebut senilai Rp 175 triliun itu? Mari kita cermati dari data yang valid.
Untuk mengawali, berikut ini saya terjemahkan jati diri perusahaan berkantor pusat di Hongkong itu langsung dari situs web resminya.
Xinyi Glass Holdings Limited, didirikan pada tahun 1988 dan berkantor pusat di Hong Kong, Tiongkok, terdaftar di papan utama Bursa Efek Hong Kong pada bulan Februari 2005 (Kode Saham: 00868.HK).
Sebagai salah satu produsen kaca terintegrasi terkemuka di dunia, Xinyi Glass berkomitmen pada produksi kaca float, kaca mobil, dan kaca arsitektur hemat energi berkualitas tinggi, serta memiliki jaringan penjualan yang mencakup lebih dari 130 negara dan wilayah di seluruh dunia.
Setelah lebih dari 35 tahun pengembangan, Xinyi Glass telah mendirikan dua belas basis manufaktur domestik di zona ekonomi paling aktif di Tiongkok: Pearl River Delta, Delta Sungai Yangtze, Lingkar Ekonomi Bohai, Zona Ekonomi Chengdu-Chongqing, dan Zona Ekonomi Teluk Beibu.
Xinyi Glass secara aktif mempromosikan globalisasi bisnisnya dan terus meningkatkan tata letak strategis global, serta telah mendirikan basis manufaktur luar negeri di Malaka, Malaysia.
Xinyi Glass, dengan kapitalisasi pasar lebih dari HK$ 51,6 miliar, kini memiliki total kawasan industri seluas lebih dari 9,15 juta meter persegi dan lebih dari 15.000 karyawan serta omzet lebih dari HK$12,6 miliar pada paruh pertama tahun 2023.
Bagaimana kekuatannya?
Aset perusahaan per akhir 2022 sesuai laporan teraudit adalah HKD 52,2 miliar alias IDR 102 triliun. Ekuitas alias book valuenya adalah HKD 32,1 miliar alias IDR 63 triliun.
Dengan nilai buku tersebut nilai pasar hari ini adalah HKD 45 miliar alias IDR 88 triliun. Omzetnya pada tahun tersebut adalah HKD 25,7 miliar alias IDR 50 triliun. Laba tahun berjalan adalah HKD 5,1 miliar alias IDR 10 triliun.
Besarkah perusahaan itu?
Besar kecil itu relatif. Mari kita lihat perbandingannya. Terdapat 44 perusahaan Hongkong yang masuk dalam daftar 2000 perusahaan dunia dalam hal laba, omzet, aset, dan nilai pasar dalam catatan Majalah Forbes.
Yang nomor buncit dari 44 perusahaan itu adalah Galaxy Entertainment. Angka laba omzet aset dan nilai pasarnya berturut-turut adalah USD 438,5 juta, USD 1,07 miliar, USD 10,37 miliar, dan USD 29,97 miliar.
Dengan kurs hari ini nilainya setara dengan IDR 6,7 triliun, IDR 16,4 triliun, IDR 159 triliun dan IDR 460 triliun. Perusahaan ini berada pada peringkat nomor 1769 Forbes.
Di mana posisi Xinyi? Perusahaan pabrikan kaca itu tidak masuk daftar tersebut. Jadi di Hongkong Xinyi tidak termasuk perusahaan 44 besar. Dengan demikian juga tidak masuk pada 2000 perusahaan terbesar dunia.
Bagaimana dibandingkan dengan perusahaan di Indonesia?
Indonesia menempatkan 8 perusahaan pada daftar Forbes 2000 tahun 2023. Nomor buncitnya adalah Garuda Indonesia. Tetapi masuknya Garuda ini karena banyak laba besar yang diperoleh dari pembebasan utang. Jadi besarnya hanya di atas kertas.
Lebih baik kita ambil satu peringkat di atasnya yaitu Adaro Energi. Dalam catatan Forbes laba, omzet, aset dan nilai pasarnya masing-masing adalah USD 2,5 miliar, USD 8,13 miliar, USD 10,78 miliar, dan USD 5,93 miliar.
Adaro berada pada peringkat 1393 dari daftar Forbes. Dengan demikian ukuran Xinyi jauh di bawah Adaro.
Mampukah Xinyi berinvestasi IDR 175 triliun di Indonesia. Mari kita cermati. Posisi kas dan setara kas akhir 2022 adalah HKD 3,2 miliar alias IDR 6,3 triliun. Kas itu jauh dari angka IDR 175 triliun.
Tentu saja kas itu tidak bisa diambil semuanya karena dibutuhkan untuk menjaga aliran kas operasional perusahaan. Dengan total biaya sekitar IDR 45 triliun (setahun), nilai kas setara kas itu hanya senilai kurang lebih 1,5 bulan total biaya perusahaan. Tentu tidak mungkin diambil untuk berinvestasi di Rempang.
Bagaimana potensi sumber pendanaan lain? Perusahaan ini sudah pada langkah tertinggi alias langkah ke-8 dalam siklus hidup perusahaan alias corporate life cycle (CLC) dalam hal pemegang saham.
Perusahaan ini sudah tidak ada lagi pemegang saham pengendali. Pemegang saham terbesarnya adalah Yin Yee Lee dengan kepemilikan 21,66%. Artinya, perusahaan ini sudah melampaui titik kritis korporatisasi. Dus, sudah tidak ada kendala lagi perusahaan ini untuk mencari uang dengan melakukan rights issue di lantai bursa.
Ada tiga sumber dana yang bisa digali oleh perusahaan yaitu laba ditahan, penerbitan saham baru (rights issue) dan menambah utang.
Mari kita lihat ketiganya. Kita hitung angka maksimumnya. Sumber pertama, laba ditahan bisa kita perkirakan dengan dasar laba tahun 2022 yaitu IDR 10 triliun. Inilah nilai sumber dana dari laba ditahan maksimum perusahaan.
Sumber kedua adalah penerbitan saham baru alias rights issue. Dengan nilai pasar IDR 88 triliun, andai perusahaan ini melakukan rights issue sebesar 20 % saham, akan menerima uang sebesar sekitar IDR 17 triliun.
Catatannya, angka rights issue 20% ini sudah terlalu boros dilusi. Jadi ini sudah angka ekstrem tinggi. Mestinya lebih tepat di angka 10% atau bahkan kurang.
Sumber ketiga adalah utang. Supaya rasio utang tetap aman yaitu pada angka sekitar 1 maka setelah rights issue dan ada laba ditahan perusahaan dapat menambah utang dengan menerbitkan obligasi.
Nilai ekuitas setelah rights issue dan laba ditahan adalah IDR 90 triliun (diperoleh dari ekuitas saat ini IDR 63 triliun plus hasil rights issue plus laba ditahan).
Posisi utangnya per akhir tahun 2022 adalah HKD 20,1 miliar alias IDR 39 triliun. Dengan demikian perusahaan masih bisa menambah utang IDR 61 triliun.
Dengan demikian, dari ketiga sumber nilai maksimum kemampuan Xinyi untuk mendanai ekspansi adalah IDR 88 triliun. Jadi jika dipaksakan ekspansi Rp 175 triliun itu adalah langkah sangat berisiko bagi Xinyi.
Tidak mungkin dilakukan jika perusahaan berpikir jangka panjang. Membaca sejarah panjangnya, tidak mungkin perusahaan ini akan mengambil langkah sangat berisiko seperti itu.
Setelah membaca angka-angka di atas, bagaimana pendapat Anda saat membaca berita tentang hiruk pikuk Rempang? Masih bisa berharap pada investasi Rp 175 triliun Xinyi ke Pulau Rempang?
Editor Sugeng Purwanto