Probolinggo Ranking 3 Perkawinan Anak di Jatim

Probolinggo
Sekretaris Umum PP Aisyiyah, Dr Tri Hastuti Nur Rochimah (kiri) saat membuka lokakarya penyusunan rencana aksi daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo. (Ikhsan Mahmudi/PWMU.CO)

PWMU.CO – Probolinggo menorehkan ”prestasi” yang tidak membanggakan yakni, peringkat ketiga tingginya angka perkawinan anak.

Hal itu terlihat dari banyaknya calon pengantin anak (belum berusia 19 tahun) yang mengajukan dispensasi kawin (Diska) melalui Pengadilan Agama (PA) Kraksaan.

Terkait predikat ”juara ketiga” perkawinan anak itu, Pemkab Probolinggo kemudian menggelar lokakarya beragenda penyusunan rencana aksi daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo.

Lokakarya yang difasilitasi Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Probolinggo digelar itu di ruang pertemuan Mal Pelayanan Publik (MPP) Dringu, Selasa (26/9/2023).

Sejumlah narasumber mulai dari kementerian hingga instansi terkait di Kabupaten Probolinggo dihadirkan.

Di antara narasumber itu Rohika Kurniadi Sari (Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/KPPPA), Hafni Ifa Nuriyana (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jawa Timur).

Juga Sumarwan (Ketua Pengadilan Agama Kraksaan), Hudan Syarifudin (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana /DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo).

Masalah Lama

Topik perkawinan anak langsung menghangat, ketika Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Dr Tri Hastuti Nur Rochimah membuka lokakarya.

”Masalah perkawinan anak ini sebenarnya sudah mengemuka saat Kongres Perempuan pada 1928 silam, tetapi mengapa hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah kita,” katanya.

Tri kemudian menunjukkan, Kabupaten Probolinggo menduduki peringkat ketiga setelah Jember dan Malang dalam hal tingginya angka perkawinan anak.

”Karena itu, kami dari Aisyiyah menggandeng Bappenas, juga dibantu pemerintah Australia melalui Program Inklusi, berusaha menangani masalah tingginya perkawinan anak,” katanya.

Terkait angka perkawinan anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur mengutip data rekapitulasi dari Pengadilan Tinggi (PT) Agama Surabaya, jumlah Diska selama 2022 sebanyak 15.212 putusan.

Dari jumlah tersebut, PA Jember berada di peringkat pertama dengan 1.388 putusan.

Disusul peringkat kedua PA Malang dengan 1.384 putusan. Disusul ranking ketiga, PA Kraksaan dengan 1.141 putusan.

Rohika, Asisten Deputi KPPPA melalui zoom meeting menjelaskan, perkawinan anak merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak.  Karena itu pemerintah kemudian menyiapkan lima strategi untuk mencegah perkawinan anak. Yakni, optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung, aksesibilitas layanan anak, penguatan regulasi dan kelembagaan, hingga keterlibatan pemangku kepentingan.

Dampak Buruk

Sementara itu Ketua PA Kraksaan, Sumarwan, yang selama ini sering dituding terkait tingginya angka perkawinan dini akhirnya berterus terang.

Dikatakan, kasus perkawinan anak di PA sebenarnya merupakan hilir atau muara dari banyak masalah di masyarakat yang menjadi hulu.

”Kabupaten Probolinggo peringkat ketiga di Jatim dalam hal dispensasi kawin, tolong jangan tepuk tangan, ini tidak patut dibanggakan,” kata Sumarwan.

Ia menambahkan, sebutannya saja seperti perempuan cantik, Diska. Tetapi angkanya sangat mengkhawatirkan. Diska yang diajukan ke PA Kraksaan pada tahun 2023 (hingga September) sebanyak 706 putusan. ”Tahun 2022 lalu, juga hingga September, lebih tinggi lagi, 863 putusan,” katanya.

Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan usia minimal menikah 19 tahun. Sehingga calon pengantin yang belum berusia 19 tahun tergolong anak dan tidak diperbolehkan menikah. Untuk bisa menikah, calon pengantin harus mengajukan Diska ke PA.

Ditinjau dari berbagai aspek, kata Sumarwan, perkawinan anak berdampak buruk seperti, keretakan keluarga. ”Pada 2023 ini ada 4.000 lebih kasus perceraian diputus PA Kraksaan, di antara penyebabnya karena perkawinan anak,” ujarnya.

Menyinggung penyebab perkawinan anak, kata Sumarwan, sebagian besar beralasan untuk menghindari zina, disusul budaya atau adat.

”Sebagian masyarakat menganggap, kalau menolak lamaran maka si gadis akan jadi perawan tua. Selain itu, ada juga Diska yang disebabkan karena calon pengantin perempuan hamil duluan,” katanya.

Kepala Dinas DP3AP2KB, Hudan Syarifudin mengaku, siap menerima rekomendasi lokakarya tersebut. ”Kok masalah anak, perempuan, hingga perkawinan anak dibahas terus? Ya karena masih banyak masalah tersebut yang harus kita selesaikan bersama,” katanya.

Hudan pun sempat disorot peserta lokakarya terkait nama instansinya (DP3AP2KB) yang sangat panjang dan jarang yang bisa menyebutkan dengan benar.

”Singkatannya DP3AP2KB, ruwet ya, apalagi masalah-masalah yang ditangani tambah ruwet,” ujarnya disambut ketawa peserta lokakarya. (*)

Penulis Ikhsan Mahmudi  Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version