PWMU.CO – Pencegahan perkawinan anak dikupas dalam bentuk breakout session pada Lokakarya Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan Perkawinan Anak Program Inklusi Aisyiyah Kabupaten Probolinggo di Mall Pelayanan Publik (MPP) Dringu, Selasa (26/9/2023).
Lokakarya menyusun pemetaan problem, strategi, dan program. Usai rehat makan dan shalat, peserta lokakarya kembali ke ruangan untuk membagi diri berdiskusi dan presentasi.
Setiap kelompok membahas permasalahan, apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Ada 4 kelompok dengan tema diskusi berbeda dengan satu muara pencegahan perkawinan anak.
Proses penyusunan RAD ini partisipatif, melibatkan semua multi stakeholder, semua pihak berkomitmen untuk mencegah perkawinan anak.
Kelompok 1 membahas optimalisasi kapasitas anak. Kelompok 2 mengupas lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak.
Kelompok 3 berkutat pada aksesibilitas dan perluasan layanan. Kelompok 4 fokus pada penguatan regulasi dan kelembagaan, penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
Wakil Ketua PWA Jawa Timur Nely Asnifati mengatakan, Pimpinan Pusat Aisyiyah adalah salah satu mitra program inklusi kerja sama dua negara Indonesia-Australia.
Di Indonesia representasi pemerintah adalah Bappenas. Aisyiyah salah satu mitra selain ormas lain. ”Di Jawa Timur Aisyiyah menunjuk dua kabupaten sebagai daerah sasaran program yaitu Kabupaten Probolinggo dan Bojonegoro,”urainya.
Alasan penunjukan didasarkan pada isu yang diangkat pada program tersebut. Di antaranya perkawinan anak, stunting, pemberdayaan ekonomi, kepemimpinan perempuan dan kesehatan reproduksi.
Siapa Melakukan Apa
Nelly, sapaan akrabnya, mengatakan, di Kabupaten Probolinggo perkawinan anak tertinggi ke-3 di Jawa Timur yang memohon diska (dispensasi kawin). Ternyata angka perceraian juga tertinggi, ini saling berkiatan.
Dalam lokakarya harus merumuskan upaya pencegahan perkawinan anak. ”Sehingga jelas siapa harus melakukan apa,” ujarnya bersemangat.
Beberapa produk sudah dibuat. Surat edaran bupati. MoU pengadilan agama dan dinas kesehatan. Tapi belum efektif. Akan ditata ulang kembali.
”Program dari pemerintah posyandu remaja apakah sudah sampai di tingkat paling bawah. Apakah anak-anak sudah terpapar dengan pengetahuan kesehatan reproduksi dan bahaya perkawinan anak,” tanyanya beretorika.
Diskusi tadi melihat dari berbagai sisi yang berpegang pada program strategi nasional pencegahan perkawinan anak.
”Di Kabupaten Probolinggo Aisyiyah menginisiasi kepada pemerintah. Diskusi ini menguatkan bahwa kita butuh rencana aksi daerah (RAD). Tentu tidak selesai dalam sehari. Akan ada workshop lanjutan sehingga terbentuk dokumen yang mengikat secara hukum sehingga semua stakeholder dan organisasi masyarakat turut andil dalam percepatan pencegahan perkawinan anak,” terangnya.
Tindak Lanjut
Ulifah dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Probolinggo merasa kegiatan ini sangat bermanfaat dan penting .
”Ini perlu ditindaklanjuti jangan sampai berhenti di lokakarya. Jadi ada aksi dalam penyusunan RAD harus dikawal sampat diterbitkan. Jika ada cantolannya (regulasi) kan enak,” harapnya.
Wakil Koordinator Majelis Dikdasmen PDM Kabupaten Probolinggo Suyitno Hadiwidoyo SPd mengatakan acara ini sukses karena dihadiri berbagai stakeholder.
”Dari pembukaan sampai diskusi berlangsung gayeng. Teman-teman Muslimat mengakui kegiatan ini “membumi” bermanfaat untuk masyarakat. Materi diskusi ini merupakan cikal bakal penyusunan RAD,” ujarnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo diwakili oleh Sri Wahyu Utami SKM mengatakan acara ini sebagai bentuk komunikasi koordinasi dan sinergi dari berbagai elemen, OPD dan Ormas.
“Kita telah bekerja sama dengan Aisyiyah dalam penanganan stunting. Kami sangat berterima kasih. Kami berharap ada tindak lanjut untuk menurunkan perkawinan anak sebagai tanggungjawab bersama, karena berdampak juga pada kesehatan,”ungkapnya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Dr Tri Hastuti Nur Rochimah hadir mendampingi hingga sore hari.
Dia mengatakan, bicara tentang Indonesia emas pada tahun 2045, berarti bicara tentang sebuah generasi. “Bagaimana bisa menyiapkan generasi emas jika angka perkawinan anak tinggi. Hak anak terampas, mereka putus sekolah,” ujarnya.
Sosialisasi masif tentang dampak perkawinan anak perlu ditingkatkan. Khusus Kabupaten Probolinggo dengan faktor budaya dan interpretasi agama kuat , maka peran tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat penting.
“Aisyiyah mendorong kolaborasi dan inisiasi pembentukan rencana aksi daerah (RAD) lebih cepat karena dukungan banyak pihak. Selanjutnya RAD sebagai referensi pihak terkait untuk pencegahan dan penurunan angka perkawinan anak,” jelas perempuan enerjik ini mengakhiri pembicaraan.
Penulis Izza El Mila Editor Sugeng Purwanto