PWMU.CO – Dalil-dalil syari tentang Kalajian dan keutamaan shalat jamaah menjadi topik Pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Batu di Masjid At-Taqwa, Ahad (24/9/2023).
Hadir di tengah-tengah jamaah pengajian yaitu Anggota Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCR-PM) PDM Kabupaten Malang, Ustadz Sholeh Subagja MPdI.
Mengawali kajiannya, Ustadz Sholeh menyitir terjemah surah Ali Imran ayat 102, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim.”
Dia mengatakan, salah satu indikator takwa adalah taat shalat lima waktu, yang untuk kaum laki-laki diwajibkan melaksanakannya secara berjamaah di masjid.
“Mengapa laki-laki wajib shalat berjamaah di masjid? Hal itu dapat kita telusuri dalam firman Allah di beberapa surah dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Selain itu para ulama fikih juga menghukumi wajib untuk salat berjamaah berdasarkan pada dalil-dalil tersebut,” kata Ustadz Sholeh.
Menurutnya, dalil-dalil berikut selain merupakan dasar alasan kewajiban shalat berjamaah, sekaligus akan menjadi penyemangat dalam melaksanakannya. Pertama adalah Q.S. An-Nisa: 102.
“Dalam surah tersebut, Allah memberikan petunjuk cara melaksanakan shalat berjamaah dalam situasi perang. Hal itu menunjukkan pentingnya salat berjamaah meskipun sedang menghadapi musuh atau suasana peperangan,” katanya.
Kedua, Q.S. Al-Baqarah 43, yang artinya “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. Dalam surah itu jelas Allah memerintahkan kita untuk melaksanakan shalat secara berjamaah”.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh HR. Abu Hurairah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah pun bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503)
Kisah Si Buta
Dari riwayat Abu Dawud, dikisahkan pada suatu hari, Abdullah bin Ummi Maktum meminta keringanan untuk tidak melaksanakan salat berjamaah 5 waktu di masjid, sebagaimana layaknya laki-laki muslim baligh lainnya, karena tidak adanya penuntun jalan baginya yang buta dan juga karena kesehatannya yang terus menurun, padahal rumahnya cukup jauh dari masjid.
“Ya Rasulullah, saya tidak memiliki penuntun jalan untuk bisa mendatangi shalat 5 waktu berjamaah di masjid, sementara mata saya buta dan kesehatan saya juga menurun, padahal rumah saya cukup jauh dari masjid. Dengan kondisi seperti itu, apakah saya memiliki rukhshah atau keringanan bisa menjalankan salat di rumah?” Urai Abdullah bin Ummi Maktum ra kepada Rasulullah SAW.
“Ya!” jawab Rasulullah singkat dan jelas. Demi mendengar jawaban Rasulullah atas pertanyaan tersebut, Abdullah bin Ummi Maktum langsung pamit kepada Rasulullah dan beranjak keluar, tetapi tiba-tiba Rasulullah memanggilnya kembali.
“Wahai Abdullah, apakah engkau mendengar seruan untuk shalat lima waktu?” tanya Rasulullah saat itu.
“Kumandang adzan ya Rasulullah?” Abdullah bin Ummi Maktum balik tanya kepada Rasulullah.
“Ya Abdullah!” jawab Rasulullah lagi.
“Saya mendengarnya ya Rasulullah,” jawab Abdullah bin Ummi Maktum ra.
“Kalau kau mendengar seruan shalat, saya tidak menemukan rukhshah (keringanan) buatmu! Jadi engkau harus tetap berusaha untuk mendatangi masjid dan shalat berjamaah bersama kita semua,” jawab Rasulullah SAW.
Mendengar jawaban Rasulullah yang jelas dan lugas, Abdullah bin Ummi Maktum ra. yang sedari awal sejatinya memang sudah membulatkan tekadnya untuk mengimani Islam secara kaffah, semakin bersemangat untuk istiqamah dalam menjalankan perintah Allah SWT walaupun dia dalam keadaan buta.
“Dua hadis itu mengandung penekanan pentingnya salat berjamaah meski dalam kondisi yang sangat sulit. Jika orang buta saja wajib shalat berjamaah di masjid, apakah kita tidak malu, yang diberi kesempurnaan tubuh oleh Allah, tapi malas berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah?” kata Ustadz Sholeh.
“Hadis lain menyebutkan, ‘Siapa yang mendengar azan dan tidak memenuhi panggilan tersebut, maka tidak ada salat baginya’,” lanjutnya.
Keutamaan Shalat Berjamaah
Begitu pentingnya shalat berjamaah di masjid, hal itu sebanding dengan keutamaannya. Keutamaan itu antara lain: (1) langkah kaki ke masjid berpahala satu.
Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang yang berjalan ke masjid, maka tiap langkah kakinya akan diberikan satu pahala, dihapuskan satu dosa, dan dinaikkan satu derajat oleh Allah SWT” (HR. Ibnu Majah dan Muslim).
(2) Selama duduk di masjid menunggu iqamah, kita mendapat pahala shalat sunah. “Salah seorang di antara kalian dianggap terus menerus di dalam shalat selama ia menunggu shalat di mana shalat tersebut menahannya untuk pulang, tidak ada yang menahannya untuk pulang ke keluarganya kecuali shalat.” (HR. Bukhari & Muslim).
(3) Didoakan oleh malaikat. “Tidaklah seseorang diantara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci melainkan para Malaikat akan mendoakannya. ‘’Ya Allah ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’.” (HR. Muslim).
(4) Ketika berdoa di antara azan dan iqamah, maka doa tersebut tidak akan ditolak oleh Allah SWT. “Sesungguhnya doa yang dipanjatkan diantara adzan dan iqomah tidak akan pernah ditolak, karena itu berdoalah.” (HR Ahmad)
Namun demikian, bagi yang berhalangan untuk shalat berjamaah karena sebab adanya uzur, maka tetap diperbolehkan shalat sendirian, dengan nilai 1 derajat, sedangkan untuk shalat berjamaah bernilai 27 derajat, sebagaimana hadis Nabi, “Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendirian” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Dengan demikian, kalau kita merasa sebagai makhluk yang punya banyak dosa maka marilah kita jadikan dalil-dalil tersebut sebagai penyemangat bagi kita, terutama kaum laki-laki untuk shalat berjamaah di masjid. Sebab, akan kita akan sangat rugi bila tidak mau melaksanakannya,” pungkas Ustadz Sholeh. (*)
Penulis Khoen Eka Editor Nely Izzatul