4 Respons Muhammadiyah untuk Milenial
Muhammadiyah perlu semakin terlibat proaktif dan sistematis dalam melakukan pendekatan dakwah spiritualitas dunia milenial.
Pertama, konsekuensi pergeseran dari sifat generasi milenial yang tidak suka terikat organisasi agama secara formal dan sifat efficacy oriented (mengambil manfaat langsung), maka Muhammadiyah perlu memperluas (atau bahkan restrukturisasi) basis organisasi dengan menggeser dari basis teritori (desa, kecamatan, kabupaten, propinsi) ke berbasis hobi, profesi dan komunitas yang tidak terlalu formal, mengikat, dan menjadikan berislam langsung bermanfaat (fungsional, lifestyle) untuk generasi milenial.
Kedua, konsekuensi lanjutannya adalah memperlonggar identitas Muhammadiyah dari yang formalistik-struktural-organisasatorik ke Muhammadiyah kultural. Yakni bagaimana menjadikan Muhammadiyah yang gembira, asyik, dan tidak mengikat formal. Jadi, menjadi Muhammadiyah tanpa berorganisasi secara resmi.
Jika hal ini tidak Muhammadiyah lakukan, maka akan semakin sedikit dan semakin tidak menarik bagi generasi milenial dan setelahnya. Menjadi (becoming) Muhammadiyah cukup mengaku alias tidak harus masuk menjadi anggota resmi Muhammadiyah.
“Agar milenial nyaman menjadi bagian dari Muhammadiyah, perlu diperbanyak pintu-pintu untuk menjadi Muhammadiyah.”
Ketiga, karena generasi milenial berani mencoba hal-hal baru bahkan yang di luar mainstream dan semua pandangan dan sikapnya bersifat kesementaraan, maka Muhammadiyah harus menampilkan pemahaman Islam yang fresh (baru), fleksibel (tidak tunggal), dan keren.
Muhammadiyah sebenarnya memiliki modal budaya, yakni pemahaman agama yang tidak terikat oleh mazhab. Agar milenial nyaman menjadi bagian dari Muhammadiyah, perlu diperbanyak pintu-pintu untuk menjadi Muhammadiyah. Selain itu, produk keagamaan Muhammadiyah perlu mempertimbangkan keragaman hasil ijtihad, sehingga generasi milenial bisa memilih cara beragama tidak hanya dengan satu keputusan ijtihad yang kaku.
Keempat, kegiatan dan syarat menjadi Muhammadiyah tidak melulu pengajian. Dalam “Survei Nasional CSIS 2017” tentang generasi milenial (usia 17-29 tahun), ada tiga kegiatan yang paling diminati, yaitu olah raga (30,6 persen), musik (19 persen), film (13,7 persen).
Sementara generasi tua memang kegiatan keagamaan yang paling diminati (23,8 persen). Dengan ini, Muhammadiyah sudah seharusnya menjadikan musik, olahraga, dan seni sebagai sarana dakwah untuk memenuhi minat generasi milenial, yang jumlahnya sangat banyak ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni