Masa Depan Karier Guru Sekolah Muhammadiyah

Prof Imam Robandi

Masa Depan Karier Guru Sekolah Muhammadiyah; Oleh Imam Robandi Pemerhati Kemasyarakatan

PWMU.CO – Menjadi guru di sekolah Muhammadiyah adalah prestasi yang mulia dan tidak sedikit yang sangat mengharapkan. Ribuan sekolah Muhammadiyah yang menyebar hampir di setiap kecamatan di Tanah Air adalah sebuah bukti Muhammadiyah telah membangun peradaban yang dimulai dari masyarakat akar rumput.

Tentu, ini adalah ladang dakwah Muhammadiyah yang sangat potensial untuk membangun masa depan Indonesia. Guru adalah manusia pilihan yang berada di garis depan pembangunan peradaban, dan itu secara mayoritas berada di institusi pendidikan, termasuk sekolah Muhammadiyah.

Kerapian dalam mengatur kekaryaan guru di sekolah Muhammadiyah menjadi cita-cita sejak lama yang sampai hari masih belum dapat tercapai secara maksimal. Kelihatannya ini masih menjadi pekerjaan rumah yang entah sampai kapan akan tercapai.

“Ketidakmaksimalan manajemen sekolah Muhammadiyah dan Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non Formal (PNF) sering menjadikan guru mudah sekali tergoda untuk berpindah ke institusi lain.”

Tugas guru di sekolah Muhammadiyah bukan sakadar mengajar dan membimbing para murid, namun juga masih banyak lagi yang harus dikerjakan termasuk mencari murid baru dan juga harus memikirkan masa depannya. 

Ketidakmaksimalan manajemen sekolah Muhammadiyah dan Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non Formal (PNF) sering menjadikan guru mudah sekali tergoda untuk berpindah ke institusi lain atau masih sering tengok kanan kiri sehingga tidak maksimal dalam pengabdiannya dalam membesarkan sekolah.

Ini dapat dibaca betapa banyak para guru sekolah Muhammadiyah yang sudah terdidik bertahun-tahun berpindah ke yayasan lain dan juga yang akhir-akhir ini terjadi yaitu ikut beramai-ramai mendaftar menjadi P3K, yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Atau berpindah ke pekerjaan lain yang bukan mengajar atau tidak berhubungan dengan sekolah karena mungkin dianggap lebih ada harapan masa depan. 

Memakmurkan Guru

Topik pengabdian dan masa depan guru sekolah Muhammadiyah hampir selalu dibahas setiap Rakernas beberapa tahun yang silam. Ini sudah disepakati bersama bahwa guru-guru sekolah Muhammadiyah dituntut harus dapat bekerja secara profesional, tetapi juga harus dengan jaminan masa depan.

Karena jika tuntutan, tentu ada jaminan harapan agar seimbang untuk sistem dapat berjalan dengan lancar. Mungkin ada yang berpendapat, jika kita tidak dapat bermakmur di dunia, kita akan bermakmur di akhirat.

Kelihatannya kalimat menyejukkan ini hanya untuk menutup kelemahan bahwa kita belum dapat bekerja profesional untuk memakmurkan lembaga yang kita miliki bersama. Guru bukan saja sebagai pendidik pengabdi, tetapi mereka juga harus dapat menjaga kestabilan ekonomi keluarga di rumah masing-masing atau agar pawonnya tidak njomplang dan ngguling.

“Peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan guru adalah tanggung jawab Majelis Dikdasmen dan PNF yang ikhtiarnya harus dilakukan secara lumintu dan berkesinambungan.”

Mereka diharapkan harus mengantar para muridnya di sekolah menjadi sukses, tetapi juga putra-putrinya yang di rumah harus diantar masa depannya dengan penuh kesuksesan pula. Ini tentu, secara ekonomi sangat membutuhkan kepastian kehidupan masa depan yang lebih terjamin dari sebuah sistem. 

Pengelolaan manajemen sekolah adalah tanggung jawab Majelis Dikdasmen dan PNF sebagai kepanjangan tangan Persyarikatan sebagai pemilik sekolah atau amal usaha. Peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan guru adalah tanggung jawab Majelis Dikdasmen dan PNF yang ikhtiarnya harus dilakukan secara lumintu dan berkesinambungan.

Kewajiban seperti ini di banyak tempat sering dilimpahkan ke para kepala sekolah sehingga mereka harus memikirkan segalanya. Seolah-olah para kepala sekolah berperan sebagai ketua majelis atau sebagai pemilik sekolah, the owner.

Kekurangan murid, kepala sekolah harus jatuh bangun mencari murid, sedangkan saat ada genteng bocor dan ruangan rusak, kepala sekolah juga harus berjuang montang-manting, dan tidak sedikit yang harus melibatkan para guru untuk ikut  berpusing ria memikirkan bersama. Mungkin, perguruan tinggi Muhammadiyah lebih bernasib baik karena ada Badan Pengurus Harian (BPH) dan di perguruan tinggi negeri (PTN) ada Majelis Wali Amanat yang memikirkan kehidupan lestari pernak-pernik lembaga. Mungkin begitu. 

Baca sambungan di halaman 2: Jabatan Profesional Guru

Prof Imam Robandi tentang Masa Depan Karier Guru Sekolah Muhammadiyah

Jabatan Profesional Guru

Banyak terjadi kepala sekolah yang selesai masa jabatannya di usia muda. Umur 30 tahun diangkat menjadi seorang kepala sekolah dan pada umur 38 tahun dia sudah selesai. Setelah itu posisinya turun drastis menjadi guru biasa dan itu terus berlangsung sambil menunggu masa purnatugas pada umur 60 tahun.

Seseorang yang sudah sangat menguasai pekerjaan makro, tiba-tiba menjadi guru kelas yang bersifat sangat mikro berdampingan dengan para guru baru yang baru lolos seleksi menjadi guru di sekolah itu. Mungkin ada yang menyanggah, seorang dosen juga banyak yang seperti itu, yaitu setelah menjadi rektor kembali lagi menjadi dosen biasa.Itu sangat betul, tetapi kita tidak ingat bahwa dosen mempunyai jabatan fungsional, yang saat jabatan strukturalnya selesai, maka jabatan fungsionalnya dikembalikan ke posisi semula. Di samping itu, seorang dosen juga mempunyai aktivitas meneliti dengan harus memimpin laboratorium dan riset.  

Tidak sedikit juga kepala sekolah besar yang telah selesai dua periode dipindah di sekolah yang lebih kecil, sehingga di umur yang sudah tidak muda lagi tetapi masih harus berjuang dari awal untuk membesarkan dan memikir sekolah yang baru merangkak. Ini adalah bukan kenaikan jenjang prestasi, tetapi sebagai penurunan kinerja, atau dapat disebut sebagai hukuman.

“Untuk perjalanan karier seorang guru di sekolah Muhammadiyah dibutuhkan manajemen pengaturan golongan kepangkatan dan jabatan fungsional secara profesional.”

Kalau ini tidak mau disebut sebagai hukuman, lalu di mana letak penataan jenjang kariernya. Ibarat sudah menjadi jenderal saat pensiun malah di posisi bintara. Apa tidak mungkin manajemen Majelis Dikdasmen dan PNF mengatur secara profesional agar guru menaik terus kariernya, disejajarkan dengan perjalanan umur, dan tidak malah turun kariernya di akhir masa baktinya.

Untuk perjalanan karier seorang guru di sekolah Muhammadiyah dibutuhkan manajemen pengaturan golongan kepangkatan dan jabatan fungsional secara profesional, apalagi jika sekolah sudah berani memasang jargon berkemajuan.

Golongan pangkat dan jabatan fungsional adalah salah satu variabel yang penting dalam sistem manajemen sekolah, apalagi di era digital. Tahun 2006, tujubelas tahun yang silam saya pernah mengusulkan ke Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah tentang pangkat dan jabatan guru sekolah Muhammadiyah. 

Usulan itu terdiri dari Golongan IIIA sampai IVD, dengan jabatan fungsional Asisten Guru (IIIA/IIIB), Guru (IIIC/IIID), Guru Kepala (IVA-IVC), dan Guru Utama (IVD/IV E). Di samping itu juga ada jabatan struktural, sebagai tugas tambahan.

Penempuhan jabatan fungsional ini melalui banyak tahapan dan prestasi yang dilalui. Ini adalah identitas profesionalitas seorang guru yang telah berkhidmat dalam sekian kurun waktu. Kriteria untuk menapak jenjang jabatan fungsional dapat dirancang secara teratur dan terukur, sehingga kinerja guru akan semakin terasa nyata.

Seorang guru yang dapat diangkat sebagai kepala sekolah harus minimal memiliki jabatan fungsional sebagai Guru Kepala. Sering terjadi, persyaratan menjadi kepala sekolah adalah telah menjadi guru selama 8 tahun di sekolah itu. Tolok ukur delapan tahun adalah tidak mempunyai makna, jika kita tidak dapat membongkar isinya apa saja, dan dapat saja hanya pulang pergi rumah ke sekolah tanpa karya cemerlang apapun. 

Kemudahan Berteknologi

Sekarang SIM (sistem informasi manajemen) untuk lembaga sudah sangat maju, semakin paperless (tanpa kertas), dan sangat cepat dalam proses. Data-data dengan mudah dapat diakses dari sumber manapun, sehingga tidak ada istilah yang kita tidak mempunyai waktu. Harga server penampung data sekarang sangat murah dengan kapasitas yang superbesar. Satu server yang dapat menjangkau lebih dari sepuluh juta orang sudah dapat diperoleh dengan sangat mudah. 

Ini berarti, sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia dapat diwadahi dalam satu server dan kontrol manajemen kepegawaian (termasuk kepangkatan dan jabatan fungsional guru) dapat dilakukan di sini.

Begitu juga proses penilaian (reviewing, assessment). Karya-karya guru dapat dilakukan dengan cepat. Jika ini masih belum memungkinkan, maka dapat digeser ke tingkat wilayah. Ini jauh lebih mudah dan ringkas. Untuk penilaian seorang guru yang masuk ke jenjang Guru Utama, maka penilaiannya adalah di Majelis Dikdasmen dan PNF PP dan untuk jabatan fungsional Guru Kepala ke bawah, maka cukup di tingkat wilayah dan daerah. Semua dilakukan secara online dari rumah. 

Tentu dengan keberadaan golongan dan jabatan fungsional pada guru, maka akan berdampak ke kinerja guru, karena terukur secara sistemik dan ada jaminan masa depan dan hari tua. 

Mungkin ada yang bertanya, apakah di tempat lain sudah diterapkan? Jawaban saya mudah saja, ya marilah kita menjadi pelopor berkemajuan di negeri ini. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version