Uang Jokowi dan Dua Museum di Tanah Suci

Nur Chilis Huda dan istri sai dengan menggunakan sepeda listrik

Uang Jokowi dan Dua Museum di Tanah Suci, Catatan Ringan Perjalanan Umrah oleh Nur Cholis Huda, Penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.

PWMU.CO – Tujuh tahun tidak mengunjungi Tanah Suci, banyak hal baru saya temukan. Saya umrah 14-27 September 2023 lewat travel PT Relasi Laksana Wisata milik Muhammadiyah Jatim. Sebenarnya bukan hal baru. Tapi karena tujuh tahun lalu belum saya temukan, maka saya anggap hal baru. Tapi pasti bukan baru bagi orang lain.

Tiba di Madinah dari Surabaya pada malam hari. Petugas imigrasi yang memeriksa kami ternyata semua wanita. Cantik. Modis. Hidung mancung, alis indah dan bulu mata palsu yang panjang lentik. “Mereka semua cantik. Dulu belum kita jumpai wanita bekerja di sektor publik,” kata istri.

Tapi bagi saya kecantikan itu kurang berarti. Sebagai petugas kurang profesional. Terlalu banyak bicara dengan petugas sebelah sehingga layanan kurang maksimal. Misalnya saya menempel sidik jari. Saya tanya: Yamin aw syimal? (kanan atau kiri?) dia tidak mendengar karena bicara terus dengan kawan petugas sebelah.

Saya tanya lagi dengan suara agak keras. Baru dia dengar. Selesai menempel jari saya tanya: Khalas (sudah)? dia tidak dengar lagi. Asyik ngobrol dengan kawan sebelah. Terus ngobrol. Beri perintah terus ngobrol, seperti tidak peduli pada tugasnya. 

“Petugas itu seperti melayani ibunya sendiri. Itu momen yang indah. Dalam hati saya berdoa: Ya Allah berilah berkah kepada petugas yang salehah ini.”  

Ini berbeda dengan petugas imigrasi di Jeddah waktu kami pulang. Juga wanita. Tampilan biasa tapi cekatan dan menguasai tugas. Bibirnya selalu senyum tanda keramahan. 

Seorang petugas melihat ada nenek tua antre agak di belakang. Petugas wanita itu lalu melambaikan tangan minta agar nenek itu keluar dari antrean dan langsung ke depan. Dia bicara sepertinya minta kerelaan para pengantre atas tindakannya itu.

Sementara nenek itu berjalan tertatih-tatih dituntun anaknya, petugas itu terus melakukan pemeriksaan pada antrean sampai nenek itu berada di depannya. Nenek itu pendek dan bungkuk. Maka petugas wanita itu turun dari kursinya, lalu mengambil tangan nenek untuk direkam identitas jarinya. Wajahnya tetap tersenyum. Petugas itu seperti melayani ibunya sendiri. Itu momen yang indah. Dalam hati saya berdoa: Ya Allah berilah berkah kepada petugas yang salehah ini.  

Baca sambungan di halaman 2: Uang Jokowi

Uang Jokowi

Transaksi di Mekah dan Madinah ternyata menggunakan dua mata uang. Ini juga baru bagi saya. Bukan uangnya tetapi cara pedagang bertransaksi dengan pembeli dari Indonesia. Dengan, “Ini murah, ini bagus, hanya seratus” teriak pedagang. Itu artinya seratus real. Tapi kali lain dia menawarkan: “Ini sangat murah, hanya dua ratus uang Jokowi.” Artinya dua ratus ribu rupiah.

Sebaliknya orang Indonesia jika menawar juga mengatakan; “150 ribu uang Jokowi?” Pedagang menjawab: “Ya, Jokowi”. Maka pembayaran dilakukan dengan uang rupiah. Para pedagang menerima pembayaran uang rupiah. Kadang pedagang menawarkan dengan harga real. Lalu orang Indonesia minta kurs itu dikonversi ke rupiah untuk menjajaki mahal atau  tidak. Dengan mudah pedagang dan pembeli menggunakan kalkulator. Maka kurs uang dari real ke rupiah akan diketahui dengan mudah. Uang rupiah kita tidak ada yang bergambar Jokowi tetapi tetap disebut uang Jokowi. Hebat Pak Jokowi.

“Sebagai lansia saya harus hemat tenaga. Maka saya pilih sai dengan nyewa motor listrik. Tidak mahal hanya 112 real untuk berdua. Asyik juga.”

Dari Madinah Mekah kini sudah ada kereta cepat. Sudah beberapa tahun belakangan. Tapi baru bagi saya. Biasanya naik bus dari Madinah ke Mekah butuh waktu paling cepat lima jam. Dengan kereta cepat bisa kurang dari separuh, dua setengah jam saja. Sejak awal saya daftar naik kereta. Ongkos sekitar Rp 800 ribu.  Ternyata jamaah umrah 92 orang semuanya naik kereta, gratis dari travel Relasi Wisata. Madinah-Mekah kereta tidak berhenti di tengah jalan. Termasuk tidak berhenti di Jeddah. “Kita sudah naik kereta cepat tanpa nunggu kereta cepat Jokowi,” celetuk usil jamaah. 

Kami sampai Mekah menjelang Isya. Istirahat sebentar. Jam 21.30 mulai thawaf. Padat sekali. Sekitar jam 24.00 baru selesai thawaf. Belum sai Shafa dan Marwa. Badan sudah capek sekali. Sebagai lansia saya harus hemat tenaga. Maka saya pilih sai dengan nyewa motor listrik. Tidak mahal hanya 112 real untuk berdua. Asyik juga. Selesai sai dan gunting rambut maka selesai umrah. Kami pulang dengan hati riang. Melepas kain ihram dan berganti pakaian biasa.

Baca sambungan di halaman 3: Dua Museum

Duplikat Gua Hira (Nur Cholis Huda/PWMU.CO)

Dua Museum

Ada dua museum. Di Mekah bernama Museum Alwahyu. Letaknya di kaki Jabal Nur yang ada gua hiranya. Di Madinah bernama Museum Rasulullah letaknya di kompleks Masjid Nabawi. Sesuai namanya, Museum Alwahyu berisi cerita turunnya wahyu mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Bagi saya terasa biasa karena sumbernya dari kutipan al-Quran. Tetapi di museum ini ada yang menarik. Yaitu duplikat Gua hira’, tempat Rasulullah menerima wahyu pertama.

Pengunjung bersemangat berfoto di Gua Hira’ yang sempit itu. Kalau tidak dibatasi tentu mereka akan berlama-lama foto di duplikat gua itu.  Saya pernah naik Jabal Nur dan masuk gua hira’. Perjalanan naik satu jam dan turun satu jam. Kini jamaah bisa merasakan tanpa harus berjalan dua jam pulang balik. 

Museum Rasulullah di Madinah berisi tentang siapa saja yang termasuk keluarga nabi dan siapa anak keturunan beliau. Sayang dilarang motret. Lalu apa kegemaran beliau, warna baju, alat makan dan yang kecil-kecil dari keseharian beliau. Sangat rinci. Termasuk tongkat Rasulullah ketika khotbah di mimbar. Ternyata ujung tongkat bagian bawah itu runcing seperti tombak. “Rasulullah selalu waspada,” kata pemandu memberi alasan ujung tongkat itu runcing. 

“Ketika berkunjung ke Masjid Ibnu Abbas di Thaif rasanya sejuk seperti di Indonesia. Di Thaif ini Rasulullah pernah hijrah dan minta suaka.”

Di museum itu juga ada maket tempat tinggal rasul dan para istrinya. Rumah Abu Bakar, Umar, dan Ali di Madinah. Kita tinggal tekan tombol lalu muncul rumah yang kita cari. Mereka tinggal tidak berjauhan. 

Suhu Madinah saat itu 43 derajat Celsius dan Mekah 42 derajat. Ketika pulang dari salat Isya’ hembusan angin rasanya kita seperti dekat kompor. Terasa hangat di wajah. Perkecualian di Thaif. Terkenal tempat yang sejuk. Mekah 42 derajat tetapi Thaif hanya 30 bahkan 28 derajat.

Ketika berkunjung ke Masjid Ibnu Abbas di Thaif rasanya sejuk seperti di Indonesia. Di Thaif ini Rasulullah pernah hijrah dan minta suaka. Tapi ditolak termasuk oleh orang yang masih ada bubungan kekerabatan. Bahkan dikerahkan anak-anak dan menyoraki Nabi seperti menyoraki orang gila. Juga ada yang melempari dengan kerikil. Sampai Jibril minta izin jika diperkenankan akan diangkat bukit dan ditimpakan kepada mereka.

Tapi Rasulullah menjawab kekejaman mereka dengan doa “Ya Allah, berilah petunjuk kepada mereka karena sesungguhnya mereka belum tahu.” Budi luhur yang luar biasa. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version