Kolom oleh Mohammad Nurfatoni*)
PWMU.CO – Islam selalu saja disalahpahami. Bahkan dimusuhi. Banyak sekali kasus-kasus penghinaan, atau penistaan, pada (ajaran) Islam, termasuk terhadap Nabi Muhammad SAW. Setelah kasus penistaan Almaidah 51 oleh Ahok yang menghebohkan itu, ternyata masih muncul beberapa kasus—yang intinya propaganda hitam pada ajaran dan sikap Muslim. Kasus terbaru adalah film kontroversi Kau Adalah Aku yang Lain, yang menggambarkan sekelompok umat Islam menghalangi ambulans yang membawa pasien kritis.
Mencermati kasus-kasus itu saya jadi ingat tulisan Cak Nun dalam buku Slilit sang Kyai. Suatu saat Cak Nun meminta pendapat Kiai Sudrun, “kiai sinting” dari Mojoagung, tentang Salman Rusdhie yang diributkan karena bukunya.
(Baca: Keunikan Demokrasi ala Muhammadiyah)
Inilah jawab serius Kiai Sudrun, “Soal Ayat-Ayat Setan ini, makin menunjukkan bahwa dunia makin tidak beritikad baik terhadap Islam … Tak apa. Itu bukan urusan Islam. Islam itu Islam. Islam tetap Islam, tak pernah bergeser sedikit pun dari kebenaraannya. Silahkan orang seluruh muka bumi membenci, mencurigai atau meninggalkan Islam. Islam tidak akan berubah seinci pun karena disalahpahami. Islam tidak mungkin berubah, laa raiba fiih, tidak ada keraguan di dalamnya …”
Tahun 90-an ketika membaca tulisan Cak Nun itu saya tidak paham apa makna di balik jawaban Kiai Sudrun.Tapi kini mulai menemukan maknanya. Ternyata dua dekade lebih sejak Salman Rusdhie memerolok Islam lewat Ayat-ayat Setan, Islam tidak pernah berubah.
Bahkan nilai-nilai Islam semakin dicari dan pemeluknya semakin tumbuh-berkembang di dunia. Bukankah propaganda antiIslam itu ada sejak Abu Lahab. Dan sejak itu propaganda antiislam terus berlangsung. Ada fim Innocence of Muslim, ada film “Fitna” oleh Geert Wilders. Kedua film itu menggambarkan citra buruk Islam. Sebelumnya ada juga pembuatan kartun Nabi Muhammad saw oleh Lars Vilks dan dimuat Jyland Posten Denmark.
(Baca juga: Indonesia, Negeri Muslim Katanya)
Propaganda Barat yang diikuti negara lain bahwa Islam identik dengan terorissme dengan entry point tragedi 11 September, setali tiga uang. Jauh sebelumnya Salman Rusdhie dengan Ayat-Ayat Setan.
Dalam skala nasional, pernah ada kasus Arswendo Atmowiloto dengan survey yang menempatkan Nabi Muhammad pada urutan ke-11 tentang tokoh yang dikagumi di tabloid Monitor. Ada pula isu soal berita analisis MetroTV bahwa masjid-masjid sekolah sebagai salah satu tempat rekrutmen teroris muda. Semua itu menunjukkan, mengutip Kyai Sudrun, bahwa dunia makin tidak beritikad baik terhadap Islam.
Tapi, apa yang terjadi? Justru Islam semakin menjadi fokus: diperhatikan. Dan dalam banyak hal, justru mampu membengkitkan semangat “jihad” umat Islam. Seperti dalam kasus pelecehan Almaidah 51 oleh Ahok. Muncul solidaritas umat Islam yang tak terprediksi oleh siapa pun sebelumnya. Jutaan kaum Muslimin bisa dipersatukan untuk “melawan” penghinaan itu. Dan Ahok pun akhirnya kalah dalam pilkada dan dipenjara. Sudah jatuh tertimpa tangga.
Jadi, teruslah menghina Islam. Allah ora sare (tidak tidur).
*) Mohammad Nurfatoni, Wakil Pemimpin Redaksi PWMU.CO