PWMU.CO – Berusia 65 tahun, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik Nurfadlilah MPd lulus S2. Memulai kuliah pada 2021 di tengah pandemi Covid-19, nenek 6 cucu ini berhasil menyelesaikan pendidikannya dalam empat semester dengan IPK 3,92.
“Yang cucu pertama sudah kelas XII SMA, tahun depan sudah masuk perguruan tinggi,” ungkapnya saat diwawancarai PWMU.CO secara daring, Ahad (29/10/2023). Nur–sapaan akrabnya–mengungkap perasaannya berhasil wisuda Prodi Pendidikan Islam Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Sabtu (28/10/2023).
“Sangat bahagia bisa menuntaskan S2 saya di usia yang sudah senja. Alhamdulillah lega banget,” ujar wanita kelahiran Lamongan, Maret 1959 yang kini berusia hampir 65 tahun atau tepatnya 64 tahun 7 bulan.
Perasaan lega ini tak lepas dari berbagai tantangan selama perkuliahan yang sukses dia atasi. “Tantangan besar berderet-deret. Karena saat saya mengawali kuliah, masih aktif di PDA Gresik, PCA Kebomas, PRA Sidokumpul, masih menjadi pengurus FKUB Kabupaten, pembimbing rohani di Rumah sakit Muhammadiyah Gresik (RSMG), dan juga sering diminta mengisi pengajian-pengajian,” ungkapnya.
Nur saat itu aktif di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) mewakili Aisyiyah. “Jadi pengurus FKUB Kabupaten satu periode, 2018-2023. Februari 2023 selesai satu periode,” ungkapnya.
Nur pun tetap berusaha optimis melanjutkan kuliah dengan kondisi aktif di organisasi karena memegang teguh prinsip, “Pada saat menjadi pimpinan tidak boleh off karena harus menunggu sampai masa baktinya selesai, kecuali udzur syar’i, seperti meninggal dunia atau sakit yang sudah tidak bisa beraktivitas.”
Selain itu, menurutnya, dakwah harus tetap berjalan. Tidak boleh berhenti. “Masa jabatan habis, baru boleh off,” imbuh perempuan yang telah aktif berkiprah di Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Kebomas Gresik sejak 2005 dan di Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Sidokumpul Gresik sejak 2010 itu.
Pintar Atur Waktu
Menghadapi aneka tantangan tersebut, Nur mengungkap, kuncinya ialah harus pintar mengatur waktu. “Karena sering waktunya kuliah bertabrakan dengan kegiatan-kegiatan di Aisyiyah. Belum lagi pas dapat tugas presentasi setiap mata kuliah yang sudah terjadwal dari para dosen dan penanggung jawab mata kuliah (PJMK),” terangnya, Ahad (29/10/2023).
Bahkan, sambung Nur, jika ada jam kuliah bersamaan acara lain, dia mengerahkan strateginya. “Harus merayu teman-teman agar bisa saya tukar waktunya. Kebetulan teman seangkatan saya baik semua dan saling support (mendukung), termasuk para dosen saya di Prodi Pendidikan Islam, semuanya menyenangkan dan sangat support mahasiswanya,” kenangnya.
“Belum lagi harus menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan yang waktunya sangat terbatas. Memang dengan begitu, banyak aktivitas harus mau berlelah-lelah. Tetapi semua saya jalani dengan gembira dan saya optimis bisa melakukan bersama-sama dengan baik,” imbuh anak sulung pasangan almarhum Ahmad Thohir (alias Jerman) dan almarhumah Siti Fatimah ini.
Nur akhirnya menilai, kuliah di UM Surabaya bukan kuliah di kampus yang ecek-ecek. “Dosen-dosennya hebat dan disiplin. Kalau buat makalah, proposal dan tesis, teknik penulisannya harus sesuai patokan yang sudah ditetapkan oleh kampus. Selalu dicek plagiasinya. Sekiranya di atas 30 persen, harus terus merevisi sampai batas maksimal,” jelas anak pertama dari delapan bersaudara (yang hidup) itu.
Istri almarhum Drs Abdul Rozak ini lantas mengenang, “Terakhir, saya harus membuat jurnal dari tesis saya yang harus dipublikasikan. Ini adalah tantangan yang harus diselesaikan. Menjadi pengalaman saya. Ternyata butuh perjuangan yang luar biasa.”
Usai melalui perjuangan itu, ibu dari drg Laila Suryani dan Mohammad Dhaafi SKom MM itu bersyukur, “Alhamdulillah banyak yang saya dapat setelah saya bisa menyelesaikan kuliah.”
Baca sambungan di halaman 2: Hampir Menyerah