PWMU.CO – Hajriyanto Y. Thohari dalam acara silaturrahim dan pengajian pimpinan keluarga besar Muhammadiyah se-Kabupaten Lamongan menegaskan bahwa Muhammadiyah sudah selesai soal kemajemukan atau kebhinekaan. Bahkan, Muhammadiyah sudah melampaui (beyond) wacana kebhinekaan.
Ketua PP Muhammadiyah ini mencontohkan komitmen kebangsaan KH Ahmad Dahlan-pendiri dan ideolog Muhammadiyah-saat meresmikan Penolong Kesengsaraan Oemum (PKO) tahun 1918. KH Ahmad Dahlan dengan tegas menyampaikan bahwa PKO didirikan untuk menolong orang-orang yang sengsara (sakit) tanpa melihat latar belakang etnis, budaya, dan agama.
(Baca:Din Syamsuddin: Visi Kebangsaan Indonesia Berkemajuan dan Kritik Muhammadiyah: Tanpa Keadilan, 4 Pilar Kebangsaan Tidak Berguna)
”Bayangkan saja, pada tahun 1918 KH Ahmad Dahlan sudah menegaskan pentingnya wawasan kebangsaan,” ujar Hajri di Pondok Pesantren At-Taqwa Kranji, Paciran, Lamongan, Ahad (9/7).
KH Ahmad Dahlan, lanjutnya, juga mendirikan kepanduan Hizbul Wathan yang menunjukkan komitmen pada Tanah Air. ”Jadi, Ahmad Dahlan tidak mendirikan Hizbullah atau Hizbul Islam yang menunjukkan semangat eksklusivisme,” terangnya.
Pada masa sekarang amal usaha Muhammadiyah juga sangat terbuka. Di daerah minoritas muslim misalnya, banyak kampus dan sekolah Muhammadiyah yang 70-80 persen pendidik dan siswanya adalah non-muslim.
(Baca juga:Haedar Nashir pada Kongres Pancasila VIII: Problem Kebangsaan adalah Inkonsistensi)
Fakta ini, kata Hajri menunjukkan bahwa kebhinekaan dan NKRI bagi Muhammadiyah tidak sekedar untuk diwacanakan. Karena Muhammadiyah sudah beyond, tidak pada taraf wacana tetapi sudah dilaksanakan.
”Jadi, kalau kelompok lain masih kenes (mbanyaki) membicarakan kebhinekaan, Muhammadiyah sudah memberikan teladan melalui contoh yang konkrit,” tegasnya. Istilahnya bagi Muhammadiyah adalah lisanul hal afshahu min lisanil maqal. Artinya, dakwah dengan contoh yang konkrit itu lebih baik dari pada dakwah dengan omongan,” pungkasnya.(*/aan)