Inovasi Pengolahan Limbah
Saat pelatihan dan pendampingan, Prof Yuli menyampaikan, “Saat ini bahan baku pakan sangat fluktuatif dan bersaing dengan manusia. Bahan baku yang berasal dari limbah industri juga mengalami kenaikan harga yang signifikan. Hal ini menyebabkan harga pakan semakin tinggi sehingga banyak peternak skala kecil yang beternak namun tidak dapat memenuhi kebetuhan nutrien ternaknya.”
Selain itu, musim kemarau berkepanjangan menyebabkan hijauan sangat sulit didapatkan. “Salah satu alternatif pakan yang dapat digunakan adalah limbah kangkung. Jawa Timur merupakan daerah yang sangat potensial menghasilkan tanaman kangkung,” lanjutnya.
Dia menerangkan, produksi kangkung kering dapat mencapai 60 ton per hektar yang berasal dari usaha produksi biji kangkung. Hasil samping dari usaha pertanian produksi biji kangkung menghasilkan limbah kangkung kering yang saat ini tidak dimanfaatkan secara maksimal. Padahal limbah kangkung kering bisa menjadi alternatif hijauan pakan ternak.
“Limbah kangkung kering memiliki kandungan protein kasar sekitar 11 persen, setara dengan rumput. Namun limbah kangkung kering ini memiliki tingkat palatabilitas (daya suka) yang rendah dibandingkan dengan rumput, sehingga harus diolah terlebih dahulu, menjadi wafer pakan atau silase,” sambungnya.
Kata Prof Yuli, tujuan pengolahan limbah kangkung menjadi wafer pakan dan silase ialah sebagai salah satu alternatif pakan awet, selalu tersedia dan meningkatkan palatabilitas pakan terhadap ternak. Pada kegiatan pelatihan dan pendampingan ini, siswa juga diajarkan cara mengidentifikasi dan teknik mencampur bahan baku pakan.
Prof Yuli berharap, peternakan digemari sedari dini. Sehingga peternakan bukan hal yang kotor lagi, tapi sebagai sumber mata pencaharian utama. “Ke depannya banyak generasi muda yang menjadi peternak-peternak sukses, sehingga sumber protein hewani di setiap daerah dapat terpenuhi dari ternak lokal,” harapnya.
Baca sambungan di halaman 3: Trading Game