Indonesia Masa Depan Tergantung Menteng Raya 62 dan Cik Ditiro
Dia merasa khawatir yang sekarang terjadi kemungkinannya seperti itu. Alhamdulillah itu tidak terjadi. Tidak ada perpanjangan waktu dan tidak ada penambahan periode. Tapi sempat ada usaha juga supaya calonnya jangan tiga, calonnya dua saja. Karena agar efisien
“Namun Muhammadiyah terus bersuara. Saya menyampaikan pertama kali waktu Forum Pemred di Kuningan Jakarta Selatan, Jumat (5/8/2022). Masak penduduk lebih dari 200 juta kok calonnya hanya dua. Itu kan seperti mengerjakan soal true false, memilih benar atau salah,” paparnya bikin tawa peserta meledak lagi.
“Kita seperti dipetakan oleh parpol yang memang mempunyai kekuatan konstitusional untuk mencalonkan itu,” imbuhnya.
Bahkan selain kita berbicara di ruang publik, kami menyampaikan langsung ke presiden soal itu. Meski ada yang ngritik jangan sering-sering ke istana. Tapi ini ke istana untuk yang penting.
“Kalau jangan sering-sering ke istana, maka pegawai istana berarti mbolos semua itu. Mereka tidak akan ngantor di istana,” selorohnya bikin gerrr hadirin.
Kami menyampaikan ke presiden, janganlah dua calon karena risikonya terlalu berat bagi bangsa. Polarisasi politik 2019 itu belum selesai sampai sekarang. “Residunya masih ada. Cebong wa (dan) kampret itu masih ada,” gemuruh tawa kembali pecah.
Dan kalau kemudian hanya dua calon, maka polarisasi politik itu akan semakin tajam dan membelah. Malah waktu itu presiden sempat menyampaikan ke kami di PP Muhammadiyah, malah mungkin bisa 4 calon presiden. Kami tambah senang, karena rakyat semakin punya banyak pilihan.
“Ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menjadwalkan pemilu dan kita sudah melihat hasilnya, menurut saya itu buah dari perjuangan Muhammadiyah,” ungkapnya disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Politik Kebangsaan
Tetapi ini tidak politik praktis, melainkan politik kebangsaan. Karena kepentingannya untuk menyelamatkan konstitusi dan bangsa supaya bangsa ini tidak terbelah.
“Alhamdulillah. Sehingga muadzin-muadzin Muhammadiyah itu makin sering didengar. Ini yang kadang orang Muhammadiyah sendiri tidak sadar itu,” sergahnya.
“Sehingga kalau saya sering bertanya bagaimana Indonesia masa depan, tergantung Menteng Raya 62 dan Cik Ditiro itu ke mana, maka lihat saja ke mana kopiahnya sekum itu miring,” candanya bikin gerr-gerran hadirin. Dua alamat yang dimaksud adalah Kantor PP Muhammaduyah di Jakarta dan Yogyakarta.
“Kalau kopiah saya tidak miring malah aneh. Kata ibu saya, kamu kopiahnya mbokya jangan mencleng begitu. Saya jawab, gimana Mak kalau tidak miring nanti kehilangan ciri khas,” jawabnya enteng bikin tawa peserta.
“Ini beda dengan yang dulu ya… Kalau dulu kopiahnya miring itu tandanya ke nomor berapa gitu,” tawa peserta meledak lagi.
Dia menegaskan, itulah yang Muhammadiyah lakukan sekarang dan sudah terjadi. Karena itu berbagai tantangan yang disampaikan Prof Siti Zuhro yang sudah menjadi bagian realitas.
“Tetapi kita tidak boleh kemudian menyerah kepada keadaan. Ciri Islam Berkemajuan itu senantiasa melihat masa depan dengan optimistis,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran Editor Mohammad Nurfatoni