
Penguasa Terjungkal karena Terus Meminta Tambah Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Di antara lebih seratus judul buku karya Hamka, Tasawuf Modern adalah salah satu yang fenomenal. Sejak kali pertama diterbitkan pada 1939, sampai sekarang terus dicetak ulang, dibaca banyak kalangan.
Apa bahagia, di mana bahagia, dan bagaimana cara mendapatkan bahagia? Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita temui di buku setebal xx+377 halaman itu (terbitan Republika, 2020). Di antaranya, ada di halaman 172-175.
Nasihat Bijak
“Mencari bahagia bukanlah dari luar diri, tetapi dari dalam,” kata Hamka.
“Orang yang paling kaya ialah yang paling sedikit keperluannya dan yang paling miskin ialah yang paling banyak keperluannya,” lanjut Hamka.
Uraian menjadi kian menarik kala Hamka menautkannya dengan performa penguasa. Hamka mengajak untuk melihat performa para penguasa sambil bertanya retoris. Bahagiakah mereka-para penguasa itu-dengan pengawal yang banyak dan dengan pembantu yang tak terhitung? Bahagiakah mereka dengan istana yang permai dan dengan perhiasan yang gemerlap?
Bahagiakah mereka dengan penjagaan keamanan 24 jam tanpa henti? Bahagiakah mereka dengan kendaraan bagus yang boleh dipakai setiap saat? Bahagiakah mereka dengan rakyatnya yang selalu siap menunduk ketika dia lewat di jalan-jalan?
“Jangan tertipu,” seru Hamka. Para penguasa itu, yang kita lihat dari luar bahagia, sebetulnya di dalam dirinya ada kesengsaraan. Ini, terutama bagi yang tamak, yang tidak merasa cukup dengan yang ada. Mereka terus meminta tambah. Terkait, Hamka lalu mengutip sebuah riwayat berikut ini.
“Orang yang paling sengsara di dunia dan di akhirat ialah raja-raja,” kata Abu Bakar Shiddiq Ra.
“Apakah sebabnya,” tanya orang yang hadir.
“Raja-raja kalau terus berkuasa, dia merasa yang di dalam tangannya belum cukup, yang kelihatan olehnya ialah yang di tangan orang lain saja. Ajalnya datang di dalam dia berangan-angan. Perasaan belas-kasihan lama-lama menjadi kurang, hasad karena sedikit bagiannya, benci atas kelebihan orang, mengeluh ketika dia mampu, kurang percaya terhadap orang lain, ….. serupa dengan uap tengah hari yang disangka air oleh musafir padahal cahaya terik. Pada lahirnya gembira, pada hatinya sengsara. Kelak bila umur sampai, janjian datang, hapuslah bayang-bayangnya. Ketika itu mulai dia dihisab dan dihitung, sedikit harapan akan diberi maaf,” jelas Abu Bakar Shiddiq Ra.
“Jangan benci kepada raja-raja, tapi kasihanilah mereka,” tutup Abu Bakar Shiddiq Ra.
Mari garisbawahi. Para penguasa itu, yang kita lihat dari luar bahagia, sebetulnya di dalam dirinya ada kesengsaraan. Ini, terutama bagi yang tamak, yang tidak merasa cukup dengan yang ada. Mereka terus meminta tambah.
Mereka lupa pada sejarah, bahwa banyak penguasa yang terjungkal dari kekuasaannya karena “terus meminta tambah”.
Mari berjalan-jalan di muka bumi. Ini perintah Allah, agar kita mendapatkan banyak pelajaran.
Baca sambungan di halaman 2: Pesan dari Guinea
Discussion about this post