Bani Israil Jadi Bangsa Budak oleh Abu Nasir, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan.
PWMU.CO – Bani Israil menjadi budak ketika hidup di Mesir sepeninggal Nabi Yusuf. Pergantian Firaun membawa perubahan politik dan sikap terhadap bangsa Yahudi yang jumlahnya makin banyak dan teguh memegang tradisi yang berbeda dengan Mesir.
Tradisi itu seperti kepercayaan kepada satu tuhan. Sebaliknya bangsa Mesir penyembah dewa-dewa. Tradisi Yahudi kuat mencatat garis keturunannya sehingga susah melebur menjadi bagian bangsa Mesir.
Puncak penindasan terjadi semasa Firaun Ramses II. Dari bangsa Yahudi lahir Musa yang besar di istana Firaun, kemudian berbalik menjadi pemberontak yang membebaskan bangsanya.
Namun setelah Bani Israil ini lepas dari Firaun diajak Musa eksodus ke Kan’an tapi mereka membangkang perintah Allah dan takut berperang.
Sejak itulah Allah mengharamkan tanah itu untuk Bani Israil dan menghukum mereka terlunta-lunta di Padang Sinai, kebingungan tanpa arah selama empat puluh tahun. Diterangkan dalam surat al-Maidah: 26.
قَالَ فَاِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً ۚيَتِيْهُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ
(Allah) berfirman, “(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.”
Allah menghukum Bani Israil selama empat dekade. Mereka dibiarkan tersesat. Tidak bisa kembali ke Mesir ataupun menuju Yerusalem.
Setelah masa hukuman habis dan terjadi pergantian generasi, Bani Israil akhirnya keluar dari Padang Sinai. Memasuki Yerusalem di bawah pimpinan Yusya bin Nun.
Mereka diperintahkan masuk kota itu sambil bersujud dan mohon ampun (hithah). Namun mereka menolak lagi dan malah mengejek perintah itu secara demonstratif. Mereka masuk dengan cara duduk sambil menyeret kedua kaki (ngesot).
وَاِذقُلناادْخُلُوْاهٰذِهِ الْقَرْیَةَ فَكُلُوْا مِنْهَاحَیْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَّادْخُلُواالْبَابَ سُجَّدًاوَّقُوْلُوْاحِطَّةٌ نَّغْفِرْلَكُمْ خَطٰیٰكُمْ ؕوَسَنَزِیْدُ الْمُحْسِنِیْنَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitulmaqdis), maka makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. Dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, dan katakanlah, “Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami),” niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan Kami akan menambah (karunia) bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Al Baqarah: 58).
Masuknya keturunan Ya’kub as ke Yerusalem menandai kehidupan baru mereka sebagai penghuni tanah Palestina. Awalnya Yusya bin Nun membagi mereka ke dalam 12 wilayah mengikuti nama 12 suku Bani Israel.
Pertengkaran dan pertikaian di antara mereka kemudian memaksa Yusya bin Nun membagi lagi mereka ke dalam dua kerajaan besar: satu di utara dengan nama Kerajaan Israel beribukota Samaria. Satunya di selatan, Kerajaan Yehuda dengan Yerusalem sebagai ibukota.
Puncak kejayaan mereka terjadi pada masa Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as. Dua Nabi Allah ini berhasil memperluas wilayah kekuasaan hingga mencapai sekitar sungai Nil, sungai Efrat di timur membentang sampai Suriah di utara.
Nabi Sulaiman sempat mendirikan tempat peribadatan berupa Kuil Sulaiman (Temple of Solomon) di tanah suci itu sebelum wafatnya.
Dijajah Lagi
Wafatnya Nabi Sulaiman membawa perubahan besar pada dua kerajaan Bani Israel. Perselisihan demi perselisihan di antara mereka terus terjadi. Berbagai peristiwa silih berganti. Kerajaan Assiria menyerbu Israel di utara tahun 722 SM. Bani Israel tertindas dan kehilangan kekuasaannya.
Sebelum Kerajaan Assiria melanjutkan penjajahannya ke wilayah selatan, Raja Babilonia Nebukadnezar (Bukthtanasir ) menyerbu Assiria dan mengalahkan mereka pada 599 SM.
Penyerbuan ini berlanjut ke selatan ke Kerajaan Yahuda. Yerusalem dikuasai. Kuil Sulaiman dihancurkan. Bani Israel ditindas. Banyak di antara mereka yang mati atau hilang. Sebagian besarnya dijadikan budak. Bani Israel kembali hidup tanpa kuasa dan daya. Mereka hidup sengsara dan terhina. Hidup tanpa tanah air.
Kondisi mengenaskan mereka itu berlangsung sampai kerajaan Persia mengalahkan Babilonia tahun 550 SM. Raja Koresh Agung mengizinkan anak turun Ya’kub mendiami Yerusalem dan membangun kembali Kuil Sulaiman.
Awal abad pertama Masehi kaum Yahudi dikuasai Romawi. Mereka berusaha melawan. Sebelum pemberontakan terjadi Kaisar Titus memadamkannya pada tahun 70 Masehi.
Kaum Yahudi ditindas dan dijadikan budak. Sebagiannya melarikan diri terusir dari tempat tinggalnya. Kuil Sulaiman dihancurkan untuk kedua kali, rata dengan tanah dan hanya tersisa tembok ratap saja.
Periode kehancuran besar Yahudi untuk kedua kali pasca kepemimpinan Daud dan Sulaiman as ini menjadi era baru mereka. Kaum Yahudi terusir dari tanah terjanji, berdiaspora ke berbagai negara di dunia.
Yahudi periode ini adalah komunitas yang tercerai berai dengan kewarganegaraan berbeda beda. Menjadi warga kelas dua di setiap negara. Banyak di antaranya yang dipersekusi, dibunuh hingga timbul sentimen anti Yahudi di mana-mana.
Di antara mereka ada pula yang tinggal di Arab dan hidup sezaman dengan Nabi Muhammad saw di Madinah sampai Palestina dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Yahudi diizinkan kembali ke sana hidup berdampingan bersama komunitas Kristen dan Islam.
Mitos Tanah Terjanjikan
Dari sejumlah ayat al-Quran dan fakta fakta sejarah di atas bisa dikatakan bahwa klaim Israel atas Palestina sebagai tanah terjanji terbukti sepihak.
Teks-teks Kitab Kejadian terbantahkan oleh teks al-Quran jika Islam adalah agama Abrahamik terakhir yang diturunkan melalui putra Ibrahim, Ismail as dan diwariskan kepada Rasulullah Muhammad saw.
Pola hidup eksklusif, sombong, mementingkan diri sendiri, suka menentang dan perilaku Yahudi yang selalu menimbulkan masalah dari waktu ke waktu menjadikan mereka menerima kehancurannya.
Kengototan Israel menguasai kembali tanah Palestina merupakan ironi. Mengaku diberi tanah air, lalu diperintah masuk dan menghuninya tidak mau. Dengan berbagai alasan mereka menolak.
Saat ada kesempatan masuk dengan aman malah menghina dan begitu mudah menempatinya mereka berbuat berbagai tindakan yang menimbulkan permasalahan sampai terusir dan kemudian merajuk secara kejam dan biadab merebut tanah yang sudah bukan miliknya.
Perang Hamas – Israel sejatinya membuka mata dunia bahwa bangsa Palestina membuktikan diri masih ada dan terus ada. Pengakuan Yahudi terhadap Palestina sebagai tanah terjanji merupakan rekayasa belaka.
Pengakuan
Layak disimak pengakuan seorang wartawan senior Israel, Arie Syabits di koran Israel yang diterjemahkan Khairan Arif, pengamat Dunia Islam dan Arab.
“Kita sedang berhadapan dengan bangsa yang paling sulit dan gigih dalam sejarah. Tidak ada pilihan bagi Israel kecuali mengakui kemerdekaan mereka (Palestina) dan mengakhiri penjajahan ini.”
Di Israel tidak ada lagi rasa aman untuk menulis atau membaca koran seperti pengakuan Rogel Alvel. Dua tahun silam paling aman bagi warga Israel saat ini adalah memiliki paspor dan mengucapkan selamat tinggal kepada teman dan segera terbang menuju San Fransisco, Berlin, atau Paris.
Pemerintah Jerman dan Amerika yang nasionalisme ultra kanan harus menyadari bahwa negara Israel sedang menghembuskan napas terakhirnya. Kita harus mundur tiga langkah ke belakang untuk melihat tenggelamnya negara Israel.
Netanyahu, Biden, Kusneir, Obama, dan Clinton bukanlah mereka yang menyelamatkan Israel, tapi Israel sendiri yang mampu menyelamatkan dirinya dengan melakukan politik baru yang mengakui bahwa pemilik sejati tanah ini adalah orang Palestina, bukan Israel.
Israel ada di Palestina adalah hasil kebohongan dan penipuan yang diciptakan oleh gerakan Zionisme internasional yang mengatasnamakan agama Yahudi sepanjang sejarah.
Zionis sukses menggunakan isu Kamp Konsentrasi Hitler (Holocoust), sehingga menimbulkan simpati dunia terhadap Yahudi sehingga menguatkan (mimpi ) bahwa Yahudi harus kembali ke negeri yang dijanjikan (Palestina).
Seorang arkeolog dari Tel Aviv Vilnatisyen dalam penelitiannya terhadap Masjid al-Aqsha untuk menemukan situs Kuil Sulaiman di bawah Masjid al-Aqsha mengatakan, klaim ini ternyata kebohongan dan khurafat yang dibuat buat Zionis. Dia tidak menemukan apapun di bawah Masjid Aqsha kecuali hanya fondasinya.
Tahun 1968 arkeolog Inggris bernama Catline Cabinos yang memimpin penggalian di Al-Quds, diusir dari Israel karena berhasil menyingkap kebohongan Israel yang meyakini ada Kuil Sulaiman di bawah Masjid al-Aqsha. Bahwa Al-Aqsha tidak ada hubungannya dengan Sulaiman as.
Kesimpulan Syabits ini memperkuat pandangan bahwa Yahudi memang tidak memiliki tanah air. Klaim mereka rapuh. Palestina sebagai Tanah Terjanji bagi Yahudi adalah mitos. Wallahu a’lam bish-showwab.
Editor Sugeng Purwanto