PWMU.CO – IKN tak lewati dialog publik, yang kritis dianggap oposisi terungkap saat Debat Capres di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Selasa (12/12/2023) malam.
Debat seru tentang Ibu Kota Negara terjadi ketika Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo diberikan kesempatan oleh moderator mengajukan pertanyaan kepada Capres nomor urut 1 Anies Baswedan.
Ganjar Pranowo bertanya, “Mas Anies pernah menjadi Gubernur Ibukota Jakarta. Dan hari ini menjadi isu publik. Saya barusan dari IKN. Mas Anies, dengan berbagai kondisi yang ada di Jakarta, traffic jam, orang bermigrasi, dan polusi yang terjadi. Saya pingin dapat statemen yang clear dari Mas Anies. Apa pendapat Mas Anies ketika Indonesia centris itu ingin dibangun, mimpi besar anak bangsa ingin dibangun, untuk memindahkan ibukota dari Jakarta ke IKN.”
Menurut Anies, kalau ada masalah jangan ditinggalkan, harus diselesaikan. Itu filosofi nomor satu. Jadi ketika di Jakarta menghadapi masalah, maka masalah lingkungan hidup, lalu lintas, kepadatan penduduk, ini harus diselesaikan. Ditinggalkan tidak akan membuat kemudian otomatis selesai. Justru ini yang harus dibereskan.
“Kalau kami melihat, begitu kita bicara lalu lintas, kontribusi aparat sipil negara dalam kemacetan itu hanya 4-7 persen. Jadi nggak mengurangi kemacetan di sini. Kedua soal lingkungan hidup, kalau yang berpindah itu pemerintah, maka bisnis dan keluarga masih tetap di sini. Masih tetap ada masalah,” ujar Anies.
Karena itu, lanjutnya, kami berpandangan masalah yang di Jakarta harus diselesaikan. Dengan transportasi umum yang dibangun, kemudian menambah taman yang dibangun, dan transportasi umum berbasis elektrik. Dan itu semua dikerjakan untuk membuat Jakarta menjadi kota yang nyaman dan aman. Kota yang membuat kita bisa hidup dengan sehat.
“Jangan kita meniru pemerintah Belanda. Mereka punya kota tua. Ketika kota tua turun permukaan maka mereka pindah ke selatan, bikin di sekitar Monas, ditinggalkan. Masalah tidak diselesaikan. Kita harus menghadapi masalah dengan menyelesaikan,” ungkapnya.
Kedua, terkait dengan IKN. Ketika kita memiliki masalah yang masih urgent di depan mata kita. Di Kalimantan sendiri kebutuhan untuk membangun sekolah yang rusak sangat banyak. Membangun kereta api atau jalur tol antar kota di Kalimantan itu urgent. Dan yang merasakan uang itu adalah rakyat.
“Sementara yang dikerjakan di IKN hanya membangun tempat untuk aparat sipil negara bekerja. Bukan untuk rakyat dan bukan untuk pusat perekonomian,” tegas Anies.
Ketika diberikan kesempatan untuk menanggapi, maka ini tanggapan sekaligus pertanyaan Ganjar Pranowo. “Apakah boleh saya simpulkan kalau begitu, Mas Anies dalam posisi yang oposisi terhadap beberapa kebijakan termasuk IKN. Menolak IKN dilanjutkan,” tanya Ganjar lagi.
Anies menegaskan, inilah salah satu contoh produk hukum yang tidak melewati proses dialog publik yang lengkap. Sehingga dialognya sesudah jadi undang-undang. Ketika dialognya sudah undang-undang, maka siapa pun yang kritis dianggap oposisi, siapa pun yang pro dianggap pro pemerintah.
“Kenapa? Karena tidak ada proses pembahasan yang komprehensif, yang memberikan ruang kepada publik. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dan negara hukum memberikan ruang kepada publik untuk membahas sebuah peraturan sebelum ditetapkan,” jelas Anies.
Tapi, ini nada-nadanya seperti negara kekuasaan. Di mana penguasa menentukan hukum, dan kemudian dari situ kita berdebat pro kontra.
“Kami melihat, ada kebutuhan-kebutuhan urgent yang dibangun untuk rakyat. Kalau hari ini kita belum bisa menyiapkan pupuk lengkap, tapi pada saat yang sama kita membangun sebuah istana untuk presiden, maka dimana rasa keadilan kita,” sergah Anies. (*)
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post