PWMU.CO – Teknik wawancara untuk jurnalis pemula diajarkan dalam Mobile Journalism Workshop yang berlangsung di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik, Jumat (15/12/2023).
Acara ini diadakan oleh Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi (MPID) PDM Gresik diikuti 128 peserta dari Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan organisasi otonom (Ortom) se-Kabupaten Gresik.
Pembicara Mohammad Ilham menjelaskan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam teknik wawancara. Pertama, riset narasumber.
”Teknik wawancara itu beda-beda. Kalau memang bertemu janji wawancara, risetnya harus benar-benar diperdalam. Kalau sekarang kan gampang tinggal di Googling atau dicari media sosialnya. Cari tahu orang ini seperti apa karakternya, latar belakangnya bagaimana, itu harus diketahui,” tuturnya Pemimpin Redaksi Maklumat.id.
Tapi, sambung dia, ada juga teknik wawancara doorstop. Yaitu wawancara dengan cara menghadang di suatu acara. Ini lebih sulit karena itu wartawan sudah menyiapkan pertanyaan. “Kira-kira temanya apa. Kuncinya tetap kita harus riset! Kita nggak berangkat dengan kepala kosong, tapi kita sudah punya basis data,” katanya.
Kedua, menghormati privasi narasumber. Pria yang mengawali karier jurnalisnya sebagai wartawan hukum dan politik di Radar Malang itu menyadari di Indonesia cukup ribet untuk menerapkan poin kedua ini.
”Tidak semua urusan pribadi itu bisa jadi berita dari tokoh-tokoh yang ada. Hal-hal yang bersifat pribadi atau privasi tidak ada kaitannya. Cuma sekarang itu bercampur aduk di Indonesia,” papar penulis buku berjudul Pesta, Bola, dan Cerveja ini.
Ketika wawancara, kata dia, kita abaikan hal-hal pribadi. Kita fokus pada hal utama dan umum yang dibutuhkan oleh publik.
Ketiga, teknik wawancara berupa pertanyaan terbuka atau tertutup. ”Pertanyaan terbuka dilontarkan ketika kita membutuhkan jawaban yang mendalam. Jika kita pingin jawaban yang detail yang konteksnya ‘bagaimana’, biasanya ini kalau doorstop agak sulit,” kenangnya.
Ilham menjelaskan, “Janji temu wawancara berpeluang lebih untuk pertanyaan terbuka. Pertanyaan yang membuat narasumber menjawab dengan penjelasan lebih detail. Ada topik-topik tertentu di konferensi pers atau di doorstop yang kita nggak boleh menggunakan pertanyaan terbuka.”
Jurnalis spesialis sepak bola internasional dan politik ini melanjutkan pemaparannya tentang pertanyaan tertutup.
”Ini adalah pertanyaan yang dilontarkan pada narasumber untuk mendapatkan jawaban spesifik. Umpamanya saya curiga narasumber saya ini korupsi. Jangan sampai saya memberikan pertanyaan yang membuat dia bisa menjelaskan bertele-tele. Maka dibutuhkan pertanyaan yang jawabannya iya atau tidak, tertutup,” terangnya.
Dia mencontohkan, “Pak, berdasarkan data audit BPK tahun 2020 terjadi penyelewengan anggaran sekitar 200 miliar di ini ini ini dan Bapak diindikasikan terlibat, apakah betul?”
“Kita tidak perlu penjelasan, karena kita sudah punya basis datanya. Yang kita butuhkan adalah dia ngomong iya atau tidak,” jelas Ilham.
Ia menerangkan, pada umumnya, jurnalis membutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang terbuka. ”Namun ketika di konferensi pers, saya selalu menggunakan pertanyaan tertutup. Karena biasanya sebelum konferensi pers, narasumber sudah menjelaskan bla bla bla dan itu sudah banyak,” katanya.
”Jadi di akhir saya pengin menohok sesuatu, saya memberikan pertanyaan tertutup,” ujarnya. (*)
Penulis Terry Angria Putri Perdana Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Sugeng Purwanto