PWMU.CO – Mobile Journalism Workshop hari kedua mengajarkan peserta teknik pengambilan gambar dan editing standar broadcast menggunakan gawai, Sabtu (16/12/2023).
Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik mengadakannya di ruang teater SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik. Pada hari kedua ini, 128 peserta dibagi ke dalam dua kelas berbeda, yakni kelas menulis dan kelas video broadcasting.
Terdapat dua sesi dalam kelas video broadcasting. Pada sesi pertama, 60 peserta menyimak materi teknik pengambilan gambar sekaligus editing yang sesuai dengan standar broadcast.
Pembicara Sholihul Huda menjelaskan, ada banyak format berita TV. Empat di antaranya adalah reader, grafis, voice over, dan paket (package).
Reader merupakan bentuk berita yang terpaksa dibuat jika jurnalis baru mendapatkan informasinya saja. Belum ada visual atau video pendukung, namun isunya begitu penting sehingga harus langsung disampaikan ke publik.
“Misalnya saat siaran langsung mengulas debat pilpres kemarin, tiba-tiba ada gunung meletus. Presenter langsung menyampaikan isu tersebut tanpa ada visual pendukung hanya untuk sekadar informasi,” tutur jurnalis TV tersebut.
Adapun format grafis itu menurutnya merupakan pendukung. “Jadi kalau kita belum mendapat visual pendukung dari suatu berita, kita bisa memunculkan grafis saja. Misalnya grafis gunung meletus di Indonesia selama satu tahun atau grafis jumlah korban jiwa akibat peristiwa-peristiwa gunung meletus,” lanjut Huda.
Ketiga, format voice over. “Berita dengan format ini biasanya pendek. Durasi 1 sampai 2 menit. Semua naskah dibacakan oleh presenter, tidak ada dubbing,” terangnya.
Keempat, paket. Huda menjelaskan, “Paket ini laporan berita lengkap, durasi panjang. Lead berita dibacakan anchor dan naskah selebihnya dibacakan secara dubbing oleh dubber.”
Keempat format berita tersebut, kata Huda, memengaruhi cara pengambilan gambar di lapangan. Lulusan .agister Ilmu Komunikasi Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya tersebut menjelaskan, secara umum saat ini para jurnalis TV melakukan liputan dengan gawai.
“Mungkin ketika kalian melihat banyak teman-teman TV pakai HP itu kok kurang keren gitu ya, seperti bukan wartawan. Padahal bisa lebih praktis dan secara kualitas hampir sama antara kamera panggul dan HP. Tapi ya gitu, semakin mahal HP, semakin baik kualitas gambarnya. Namun, belum tentu hasilnya bagus jika tidak tahu teknik mengambil gambarnya,” paparnya.
Dia lantas mengenang ketika dulu mengambil gambar pakai mini DV. “Pindah filenya lama, ngirim ke kantor pusat juga lama. Setiap hari nongkrong di Telkom sama jurnalis lain untuk akses internet. Mengirim 15 MB itu lama sekali dulu, setengah sampai 1 jam. Sekarang enak, rekam pakai HP, edit pakai HP, kirim file juga pakai HP, praktis!” terangnya.
“Zaman saya dulu itu lumayan kirim file pakai internet walaupun lama. Dulu .as Sutikhon ini dikirim via bus. Jadi ke terminal Bunder, dititipkan orang bus, lalu busnya ke Bungurasih, baru dikirim ke Jakarta. Zaman beliau ini kolonial, ya. Saya untungnya masih zaman milenial,” kenangnya disambut tawa peserta.
Pria asal Lamongan itu kemudian menjelaskan untuk pengambilan video standar broadcast, ukuran yang digunakan adalah 16:9 horizontal. Ia juga menjelaskan bahwa untuk menjaga kestabilan video, diperlukan alat bantu seperti tripod atau stabilizer.
“Jika tidak memakai keduanya, usahakan ketika mulai merekam, jangan sampai ‘ambekan’, tahan napas, biar tidak goyang. Serius, ini tips dari saya,” jelasnya dengan senyum tipis.
Lebih keren lagi, menurutnya, kalau menambah fitur eksternal seperti clip on bluetooth. “Ketika wawancara ini biasanya saya pasang, karena bisa menambah kejernihan suara. Kelemahannya, kadang clip on begini ini di beberapa HP tidak bisa menggunakan kamera bawaan HP, harus instal aplikasi kamera tambahan,” imbuhnya.
Baca sambungan di halaman 2: Teknik Ambil Gambar