PWMU.CO – Pentingnya riset dan liputan terencana bagi seorang jurnalis dalam liputan dipaparkan narasumber Mohammad Ilham, Jumat (15/12/2023).
Pemimpin Redaksi Maklumat.id itu menjelaskan, riset adalah hal utama bagi seorang jurnalis. Tanpa riset, jurnalis dapat memalukan medianya. “Wartawan yang pengalamannya lebih banyak biasanya tidak perlu riset tapi bisa langsung mencari konteks tertentu,” ungkapnya.
Ilham menilai, ini biasanya terjadi pada wartawan senior atau wartawan yang sudah tua tapi pola kerjanya masih berulang. “Beda lagi dengan pemula” imbuhnya.
Dalam Mobile Journalism Workshop yang diadakan Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi (MPID) PDM Gresik siang itu, Ilham memaparkan, riset tidak hanya sebatas untuk materi atau konteks berita, melainkan untuk semua hal.
“Saya sejak tahun 2009 sampai tahun 2017 tidak pernah putus meliput event-event bergengsi dunia. 150 hari di Brazil, 40 harian di Polandia dan Ukraina, 50 harian di Perancis. Saya sering ditugaskan seperti itu karena saya termasuk salah satu orang yang merancang sistem perencanaan peliputan jangka panjang. Di situ saya mampu melakukan penghematan,” katanya.
“Saya meliput biasanya di belasan kota. Saya selalu bikin jadwal tanggal sekian saya ke kota ini, tanggal sekian di kota ini. Di kota ini saya akan melakukan ini, ini, ini. Saya buat detail. Hari pertama saya akan menulis tentang ini. Angle berita akan seperti ini dan yang akan saya wawancara orang ini. Kalau bulan ini saya berangkat liputan, Februari kemarin saya sudah pesan semua tiket akomodasi dan penginapan,” lanjutnya.
“Di kota Paris saya bisa mendapatkan hotel seharga Rp 700 ribu karena saya membeli pada sekian bulan sebelumnya. Kalau pesan hari itu juga, paling murah Rp 2,5 juta, itu pun jelek. Nah, itu (pentingnya) perencanaan,” tegasnya.
Ilham menekankan, kalau di liputan jangka panjang, penting sekali tahu banyak hal. “Riset, riset, riset! Apalagi mewawancarai seseorang. Kita harus tahu bagaimana latar belakang narasumber kita,” imbuhnya.
Penulis buku Romantika Sepak Bola ini kemudian menerangkan pentingnya riset yang dibarengi dengan rasa empati. “Saya seringkali emosi ketika ada sebuah kejadian entah musibah atau apa. Selalu ada saja jurnalis yang menurut saya tidak peduli dengan orang,” ujarnya.
Dia pun menceritakan semisal ada pesawat jatuh sehingga keluarga korban menunggu kabar di bandara. “Lalu jurnalis ini wawancara dan bertanya bagaimana perasaan si keluarga. Seandainya saya tahu, saya akan segera merekomendasikan jurnalis itu untuk dipecat,” tegasnya.
Ilham menjelaskan alasannya. “Pertama, itu menandakan dia tidak berpengetahuan. Kedua, menandakan bahwa dia tidak punya empati. Sudah tahu pesawat jatuh kok ditanya perasaan. Sudah pasti sedih. Itu menunjukkan ketidaktahuan, tidak mau riset, dan yang paling parah adalah tidak empati,” imbuhnya bersambut gemuruh dan anggukan peserta dalam hall lantai 4 Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Gresik siang itu. (*)
Penulis Terry Anggria Putri Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni