PWMU.CO – Begini kesabaran peserta Live in Journey menunggu meri menetas di mesin, Kamis (21/12/2023) siang, sekitar pukul 10.15 WIB.
Kesabaran siswa SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik dan MIM 10 Jombang itu pertama kali tampak ketika mereka diajak melihat langsung mesin penetas meri di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) ‘Meri Rejeki’. Tepatnya di Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Saat mereka diajak berkunjung ke ruang gelap di samping teras. Di sana ada banyak mesin penetas meri. “Satu rak di bawah ada airnya. Rak di atas panasnya sampai 40 derajat. Kalau kepanasan atau kedinginan, nanti bisa menyesuaikan otomatis,” terangnya Mujiono, Ketua Organisasi Kelompok Tani Ternak Meri Rejeki.
Ruang gelap itu sebenarnya luas. Namun karena mesin penetas meri berjajar di sana, jalannya terasa sempit bagi 26 siswa itu. Mereka harus bersabar untuk mengintip mesin penetas yang sedang menyala.
Mujiono kemudian mengajak mereka mengunjungi penetasan meri milik anggota Kelompok Tani Ternak Meri lainnya. Cuaca terik tak menyurutkan semangat langkah mereka. Usai berjalan 100 meter ke timur, sampailah rombongan Gresik-Jombang itu di rumah yang ada mesin penetas meri.
Menunggu Menetas
Beruntung, ada satu telor yang tengah menetas. Muhammad Faris Habibi spontan tergerak membantu telor itu agar segera menetas. Sayyidah Nuriyah SPsi yang kebetulan berdiri di belakangnya langsung mengingatkan agar bersabar menunggu tanpa membantu.
Habibi pun mengurungkan niatnya. Tangannya yang hampir terulur mendekati telur itu dia tarik kembali. “Ohya, biar mandiri sih,” ujarnya di dekat mesin penetas bersuhu 37 derajat Celcius itu.
Rayyan Dzaka Alfarizqi yang berdiri di samping Habibi pun menjelaskan, “Nanti besarnya nggak bisa jalan kalau kamu bantu.”
“Iya, mungkin bisa tapi nanti kurang kuat,” imbuh Habibi sambil terus memantau Meri yang berusaha keluar dari cangkangnya itu. Baru kepala dan lehernya yang tampak, sementara sayap, badan dan kakinya masih di dalam cangkang.
Kesabaran menunggunya berbuah manis. 43 detik kemudian, dengan sekuat tenaga, sang Meri mendorong tubuhnya keluar dari cangkang. Kedua sayapnya keluar. “Ih, mukanya lucu!” seru Muhammad Zhafran Ihtisyam.
Habibi yang tengah takjub itu berkomentar, “Lho bebek menetas sudah ada bulunya. Tak kira baru menetas nggak ada bulunya.”
Sementara Isyam khusyuk menyemangati si meri mengeluarkan kaki dari cangkangnya. “Ayo, ayo, ayo!” ujar Isyam riang.
Usai puas melihat telur meri menetas, mereka kembali ke Kantor Sekretariat Kelompok Tani Ternak Itik dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) ‘Meri Rejeki’. Tepatnya di Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Isyam yang sangat menyayangi hewan itu akhirnya pasrah berpisah dengan meri yang baru menetas maupun telur-telur yang masih proses penetasan. “Bye-bye bebek yang mau lahiran!” ujar nya.
Tak disangka, pada saat perjalanan pulang, Rayyan bertanya, “Pak, boleh beli bebek? Harganya berapa?”
Mujiono pun antuasias meresponnya. “Kalau buat anak-anak murah lah, Rp 5 ribuan aja,” jawabnya.
Kepada guru pendamping, Rayyan mengungkap dia ingin beli dua meri, 1 untuk dirinya dan 1 untuk oleh-oleh adiknya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni