PWMU.CO – Seru! Turun ke sawah mengisi agenda hari ketiga peserta Live in Journey dari SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik berkolaborasi dengan MIM 10 Jombang, Rabu (20/12/2023).
Untuk tiba di sawah, para siswa dan guru pendamping menempuh perjalanan jauh. Perjalanan dimulai dari rumah masing-masing ke titik kumpul jembatan Dusun Kedunggalih, Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang.
Sebagian besar berjalan kaki karena jarak rumah warga setempat yang mereka tinggali tak lebih dari 1 kilometer. Adapun kelima siswa yang rumahnya cukup jauh dari titik kumpul diantar orangtua asuh masing-masing ke jembatan.
Pukul 08.00 WIB mereka berangkat dari jembatan dengan berjalan kaki. Hangat pancaran matahari mengiringi langkah mereka yang penuh semangat berjalan cepat di jalan setapak. Obrolan santai mewarnai perjalanan anak-anak dari dua sekolah itu yang sudah akrab satu sama lain.
Dari jembatan itu, Pramubakti MIM 10 Jombang Merek Wiyono memandu mereka. Yono, sapaan akrabnya, menaiki motor karena sambil membawa benih padi separuh glangsing (karung plastik) untuk mereka semai di sawah miliknya.
Berjalan di Galengan
Usai 20 menit berjalan, anak-anak melepas sandal di dekat motor Yono yang terparkir di tepi jalan setapak selebar 1 meter. Yono, sebelas siswa laki-laki, dan guru pendamping Isamasii Romadhona SPd terlebih dahulu menyeberangi berpetak-petak sawah. Mereka berjalan beriringan di galengan (tanggul pemisah pematang sawah).
Sementara dua guru pendamping lainnya, Suci Damayanti SPd dan Sayyidah Nuriyah SPsi masih menunggu para siswa perempuan. Aniqah Khaira Sunandar tiba sambil setengah berlari dan tertawa. Di belakangnya menyusul Keysha Enazwah.
“Aku kejar kamu terus dari tadi!” ujar Keysha sambil tertawa berbalas tawa yang lebih keras dari Aniqah.
Aisha Hifza Saffana ditemani Safa Dwi Afrili, siswi MIM 10 Jombang, tampak beberapa menit kemudian. Setelah semua lengkap, mereka menyusul menyeberangi perairan sawah dan berjalan menyusuri galengan berkelok selama 15 menit.
Berjalan di galengan menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi Sayyidah. Berjalan tanpa alas kaki sambil menenteng tas berisi banner kegiatan membuatnya berupaya menjaga keseimbangan tubuh.
Galengannya cukup sempit, hanya bisa dilewati seorang saja. Ada tanah berlumpur, ada pula yang ditumbuhi rumput kering. Sesekali semut merah yang kebetulan lewat menggigit kaki sehingga menimbulkan sensasi gatal panas.
Main Air dan Capung Langka
Pukul 08.35 WIB, mereka semua tiba di sawah milik Yono, di tengah berpetak-petak sawah. Selama 30 menit, anak-anak q belajar menebar benih padi bersama Yono.
Yono memberi kesempatan anak-anak siapa yang mau belajar terlebih dahulu. Muhammad Faris Habibi langsung melangkah mantap. Dia memang sudah sering ke sawah sebelumnya.
Kali ini, anak berbadan tambun itu bersusah payah mengangkat kakinya yang tercelup ke lumpur. “Kayak lumpur pengisap!” ujar Habibi sambil terus berusaha menarik kakinya dan melangkah mendekati Yono.
Sambil menunggu giliran, sebagian bocah laki-laki bergembira main di pengairan tepi sawah. “Awas kol! Kalau kena kaki sakit. Jangan main di air Mas, awas kol! Awas kol!” Dari tengah sawahnya Yono memperingatkan anak-anak, di samping mengajari anak lain menyemai benih padi.
Anak-anak dari SD Mugeb saling berpandangan, bertanya-tanya apakah kol yang Yono maksud. Beruntung siswa MIM 10 Jombang menjelaskan kepada mereka kol merupakan binatang keong sawah.
Mereka lantas menyeberang ke petak lain yang berupa tanah padat. Sebagian ditumbuhi rerumputan liar. Setelah semua selesai mencoba belajar menabur benih padi, mereka berkumpul dan berfoto di sana.
Di tengah sesi foto bersama, muncul seekor Rhinocypha fenestrata, capung endemik Pulau Jawa yang biasa disebut capung batu merah. Sebab, bagian kepala dan dadanya berwarna merah menyala. Capung yang beterbangan di antara rerumputan itu sukses menarik perhatian sebagian anak laki-laki. Spontan mereka ambyar mengejar si capung.
Pengalaman Perdana
Setelah puas belajar dan bermain di sawah, mereka kembali pulang untuk istirahat. Sebab, masih ada dua agenda belajar hari itu. Yakni menganyam keranjang sesek dan membuat roti gulung.
Di perjalanan pulang, tetap dengan berjalan kaki melewati jalan yang sama, Muhammad Zhafran Ihtisyam mengungkap itu pengalaman perdananya turun ke sawah. “Aku nggak pernah pegang lumpur sebelumnya,” terangnya.
“Punya sawah sih, tapi aku jarang main ke sana. Cuma setahun sekali. Tapi di sana nggak nyemplung. Ternyata (main) lumpur lumayan enak juga,” sambungnya.
Alhasil, meski merasa lelah, anak yang akrab disapa Isyam itu merasa senang belajar dan main ke sawah. Di perjalanan panjang itu, di mana awan mulai menyelimuti langit Kedunggalih, Jombang, Isyam juga mengenang jalan-jalan paginya.
“Tadi pas pagi jelas banget gunungnya,” ujar Isyam sambil menunjuk lanskap gunung yang kian tampak kabur.
“Aku tadi pagi jalan-jalan sama Zabran dan Mas Eko, anaknya Mbah,” imbuhnya. Muhammad Azzabran Bahy merupakan peserta Live in Journey yang tinggal bersama Isyam di rumah Mbah Tarti.
Hal ini dibenarkan bunda Isyam. Lulu A Lailiyah mengatakan, “Meski bapaknya Isyam petani, baru kali ini dia nyemplung ke sawah.” Emoji jempol menutup komentarnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni