PWMU.CO – Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Amirsyah Tambunan memberikan apresiasi atas hibah BCA yang langsung diterima Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi, di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.
Acara disaksikan Prof Dr Abdul Mukti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Syafiq A. Mughni MA(Ketua PP Muhammadiyah), dan M. Izul Muslimin SIP (Sekretaris PP Muhammadiyah), Kamis (21/12/23).
Direktur BCA Antonius Widodo Mulyono menyerahkan secara simbolis hibah properti kepada persyarikatan Muhammadiyah. Aset yang dihibahkan berupa sebidang tanah dan bangunan di lokasi strategis di Bekasi, Jawa Barat.
Antonius mengatakan, penyerahan hibah properti ini merupakan bagian dari kerja sama antara PP Muhammadiyah yang selama ini sudah berjalan karena Muhammadiyah melalui sekolah, universitas, dan rumah sakit sudah banyak yang memiliki hubungan kerja sama dengan BCA
Abdul Mu’ti menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas hibah tersebut yang saat ini diperuntukkan klinik bagi Persyarikatan Muhammadiyah di Pimpinan Cabang PCM di Kabupaten Bekasi.
Perbedaan Wakaf dengan Hibah
Amirsyah Tambunan mengungkapkan, Majelis Pendayagunaan Wakaf PP Muhammadiyah sering mendapat pertanyaan persamaan dan perbedaan hibah dan wakaf.
Dia pun menjelaskan persamaannya. Pertama, hibah dan wakaf merupakan pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa mengharapkan balasan apapun.
“Kedua, pemberian seseorang atau lembaga kepada lembaga sosial untuk kepentingan sosial keagamaan,” ujarnya, Ahad (24/12/2023)
Perbedaannya antara lain hibah yang diberikan sepenuhnya menjadi pemilik penerima hibah. Sedangkan wakaf adalah merupakan peristiwa hukum yang berpindah dari pemilik (wakif) kepada nazir untuk dikelola oleh nazhir.
“Nazhir bukan pemilik, karena itu wakaf milik Allah, sedangkan nazhir sebagai pengelola,” ujarnya.
Menurutnya, dalam Islam dapat dipahami hibah maupun wakaf merupakan perintah Allah yang hanya mengharapkan ridha Allah. Al-Qura’an tidak langsung menyebuatkan kata hibah maupun wakaf. Perintah Allah membelanjakan harta yang dicintai berupa infak dan sedekah atau pemberian lain untuk memperolah kebajikan sebagaimana firman Allah dalam Ali Imran 92.
لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰى تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَىۡءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيۡمٌ
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.”
Atas dasar itu baik infak, hibah, maupun wakaf sama-sama bernilai ibadah sosial untuk kemaslahatan bersama (maslahah ammah).
“Pemberian dan penerima wakaf dan hibah sama-sama memperolah manfaat berupa amal jariah yang abadi. Sedangkan penerima dan pengelola wakaf dan hibah juga memperoleh amal jariah yang sama, sepanjang niat, cara pengelolaan diperuntukkan bagi kemaslahatan umat dan bangsa,” terangnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni