PWMU.CO – Wakil Ketua PDM Jombang Drs Fathul Munir mengajak anak-anak hidup sederhana selama mengikuti program Live in Journey di Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Pasalnya, sepuluh siswa SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik tinggal bersama warga setempat yang merupakan wali siswa MIM 10 Jombang. Mereka tinggal selama lima hari, Senin-Jumat (18-22/12/2023).
Program yang digagas SD Mugeb ini tak hanya memfasilitasi belajar berbagai keterampilan hidup, tetapi juga menguatkan bekal spiritual siswa sebagai individu. Usai shalat Maghrib dan tadarrus di Masjid at-Taqwa Dusun Kedunggalih, anak-anak mengikuti pembinaan bersama Ustadz Munir, Rabu (20/12/2023).
Pria yang sehari-harinya menjadi Takmir Masjid at-Taqwa itu menerangkan, “Maksud Anda diterjunkan di desa Kedunggalih ini dalam rangka belajar mengenal lingkungan, bermasyarakat, agar nanti ketika dewasa akan mudah bergaul kepada siapa saja.”
“Barangkali adik-adik ada dari keluarga mampu, biasa membawa mobil, di sini di desa begini. Belajar hidup sederhana. Makan seadanya, tahu tempe,” sambungnya.
Dia lantas mengajak anak-anak SD Mugeb maupun MIM 10 Jombang bisa mensyukuri rezeki yang telah Allah berikan. “Jangan sampai adik-adik tidak bersyukur. Sebab orang yang tidak pandai bersyukur akan mendapatkan azab oleh Allah SWT,” ungkapnya.
Munir menegaskan, “Siapa yang mau bersyukur akan diberi tambahan kenikmatan, siapa yang tidak bersyukur maka mendapatkan siksa. Jadi adik-adik belajarlah mudah bersyukur terhadap kondisi.”
Adab Bergaul
Dalam bergaul, dia mengimbau anak-anak harus pandai memilih teman. “Jangan sampai berteman dengan yang nakal, tidak mau ke masjid,” tutur pria yang berprofesi penghulu itu.
Dia tidak melarang anak-anak berteman dengan anak semacam itu. Boleh berteman biasa, asalkan tidak ikut-ikutan dalam melakukan keburukan.
Selanjutnya, Munir mengajak anak-anak belajar mandiri agar tidak bergantung ke orang tua ketika sudah besar nanti. Dia mencontohkan, mandiri ini meliputi antara lain bisa mencuci baju sendiri. Selain itu, ketika bangun tidur langsung berwudhu dan shalat.
“Sudah harus bisa merapikan tempat tidurnya sendiri. Belajar bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,” imbuhnya.
Kemudian, Munir mengajak anak-anak menaati guru. “Di rumah kita taat kepada orangtua, di sekolah kita taat kepada bapak ibu guru agar ilmu kita bermanfaat,” ujarnya.
Ingatkan Shalat
Kesempatan itu juga Munir manfaatkan untuk mengingatkan pentingnya shalat. “Siapa yang sudah shalat lima waktu?” tanyanya bersambut sebagian besar anak-anak mengangkat tangan.
“Itu harus dibiasakan karena shalat tolak ukur orang Islam. Karena begitu pentingnya shalat, Nabi dipanggil Allah dalam peristiwa Isra Mikraj. Bahkan orang mati saja masih dishalati. Sehingga nanti di akhirat yang pertama kali dihisab Allah adalah shalat,” jelasnya.
Dia lalu mengajak siswa yang sudah shalat lima waktu, untuk merutinkan membaca al-Quran. “Itu kita harus biasakan juga. Karena al-Quran itulah yang menjadi teman kita di saat kita di alam kubur,” lanjutnya.
Munir bertanya retorik, “Ada orang mati ditemani orang tuanya? Temannya? Gak ada. Yang menemani ya amal baik kita di hidup kita.”
Tak cukup sekali pertemuan, maka pada malam berikutnya (21/12/2023), Munir membina gerakan dan bacaan shalat para siswa di tempat yang sama. Tiga guru dari SD Mugeb ikut serta mendampingi.
“Shalat menghadap Allah harus khusyuk. Kalau gerakan selain gerakan shalat lebih dari tiga kali, shalatnya batal,” ungkapnya.
Memastikan Gerakan Benar
Usai mencontohkan gerakan dan bacaan shalat, Munir mengajak para siswa praktik shalat. “Tangannya tidak boleh diayunkan ya,” sarannya ketika melihat ada anak yang mengayunkan tangan usai i’tidal.
“Takbir itu tangannya gak boleh begar. Bisa diangkat setara bahu atau jempolan di bawah pipi. Kemudian setelah takbir, Allahuakbar, tangan di dada,” imbuhnya.
Gerakan rujuk yang benar juga ia tegaskan. “Saat rukuk, punggung harus lurus. Kalau ada air di gelas ditaruh punggung, tidak tumpah. Ditekan lututnya,” tutur Munir sambil langsung membenarkan gerakan anak-anak.
Adapun ketika bersujud, sambung Munir, yang pertama menyentuh lantai adalah lutut. “Kalau orang tua yang sakit itu boleh tangannya dulu,” terangnya laku mengingatkan tidak boleh menoleh ke temannya saat bersujud. “Jempol kaki njejeg lantai!” tegasnya.
Terakhir, Munir mengajak anak-anak berdoa dengan tenang dan diresapi. Di malam yang larut itu, Munir juga berbagi jajanan tradisional ke anak-anak. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni