PWMU.CO – Kuliah tasawuf tidak menjamin paham akhlak tasawuf menjadi pesan dosen Universitas Muhammadiyah Gresik Dr Abdul Kholid Achmad SHum MPd.
Dia menyampaikan itu saat mengajar mata kuliah Akhlak Tasawuf di Progam Studi Pendidikan Agama Islam Semester 3, Rabu (3/1/2024).
Dia mengatakan, kuliah tasawuf kalau hanya bertujuan ingin lulus dengan asal memenuhi kehadiran kuliah akan gagal paham esensi ajarannya.
“Sebanyak apapun kalian mengikuti perkuliahan tidak dapat menjamin bahwa kalian telah paham akhlak tasawuf,” kata Abdul Kholid Achmad.
Dia menerangkan, tasawuf merupakan suatu ajaran tentang bagaimana menyucikan jiwa atau tazkiyatun nafs, menjernihkan akhlak, serta membangun dhahir dan batin untuk dapat memperoleh kebahagian abadi.
”Ilmu untuk membersihkan hati dari penyakit hati dan kecintaan dunia. Orang yang memahami tasawuf disebut sufi. Sufi adalah orang yang di dalam hatinya tidak ada kecintaan terhadap dunia, dan dia mungkin memiliki dunia, tapi tidak terikat pada dunianya,” katanya
Jalan sufi itu menuju yang satu yaitu Allah. Melalui tahapan memahami syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
“Seorang sufi yang telah mencapai tingkatan makrifat dinilai telah bisa melihat Allah melalui hati sanubarinya,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan salah satu hadits Nabi Muhammad saw yang menyatakan
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِـنْ يَنْظُرُ إِلَى قُــــلُوبِكُمْ وَأَعْمَــالِكُمْ
Sungguh Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian. (HR Muslim)
Hadits ini menekankan bahwa Allah tidak melihat dari fisik, harta maupun jabatan kalian, tetapi melihat dari hati dan amal kalian.
Kehidupan manusia di zaman modern, kata dia, yang serba materi, instan, bisa menyeret siapapun yang tidak tahan makin menjauh dari Sang Maha Pencipta.
Lantas menimbulkan kehampaan spiritual dan lemahnya nilai agama dalam kehidupan manusia.
”Akhlak tasawuf menjadi solusi mengatasi krisis dan problematika masyarakat modern saat ini. Melalui pendekatan akhlak tasawuf, membuka jalan bagi masyarakat untuk melepaskan kecintaan kepada dunia dan membimbing manusia agar mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya,” tuturnya.
Dalam konteks ekonomi Islam, hadits ini mengingatkan keberhasilan ekonomi, sejatinya tidak hanya diukur oleh kekayaan materi, tetapi juga oleh integritas, kejujuran, dan kebaikan hati dalam bertransaksi dan berbisnis.
Dengan memahami konsep ini, umat Islam diharapkan dapat menjalankan prinsip-prinsip moral dan etika Islam dalam setiap aspek kehidupan ekonomi, seperti memberikan hak-hak pekerja, menghindari riba, dan berusaha menciptakan perekonomian yang adil dan berkelanjutan.
Seperti disampaikan dalam surat al-A’raf ayat 29
قُلْ اَمَرَ رَبِّيْ بِالْقِسْطِۗ وَاَقِيْمُوْا وُجُوْهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّادْعُوْهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۗ كَمَا بَدَاَكُمْ تَعُوْدُوْنَۗ
Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.
Penulis Muhammad Bilal Firdaus Editor Sugeng Purwanto