PWMU.CO – Pemilu 2024, Aisyiyah Memilih Siapa? Pertanyaan itu terjawab dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bertema ‘Muhammadiyah dan Pemilu 2024’, Jumat (26/1/2024) malam.
Sekretaris Umim PP Aisyiyah Tri Hastuti MSi mengakui sering mendapatkan pertanyaan dari berbagai pihak, “Aisyiyah akan memilih siapa? Aisyiyah menyarankan mendukung siapa?”
Dia menegaskan, “Aisyiyah tentu mengikuti kebijakan organisasi induknya yaitu Muhammadiyah.”
Menurutnya, Muhammadiyah dan Aisyiyah bisa eksis sampai hari ini karena istikamah (konsisten) dengan titah politik 1971, Muktamar di Surabaya 1978, 9 poin titah Denpasar, dan pernyataan darul ahdi wa syahadat Muktamar di Makassar 2015.
“Saya kira itu menguatkan bagaimana posisi Muhammadiyah dan Aisyiyah yang menjaga jarak untuk semua kandidat, parpol, dan memang ditegaskan tidak berafiliasi dalam parpol manapun,” tegasnya.
Kata Tri, Muhammadiyah, Aisyiyah dan semua warga persyarikatan diberi kebebasan untuk memilih calon dengan kriteria yang telah Ketua PP Muhammadiyah Agung Danarto sebutkan.
“Secara organisatoris tidak ada paksaan bagi semua Persyarikatan untuk memilih atau mendukung salah satu kandidat,” jelasnya.
Kemudian, Bagaimana pandangan Aisyiyah terhadap Pemilu? Tri menyampaikan, Pemilu ini menjadi bagian peran kebangsaan Aisyiyah. “Aisyiyah punya kepentingan luar biasa untuk mendorong dalam setiap pemilu agar prosedurnya dilakukan dengan baik,” terangnya.
Karena pemilu bagian dari demokrasi, kata Tri, Aisyiyah berupaya agar proses demokrasi yang prosedural ini mendorong demokrasi yang substansif. “Yakni demokrasi yang menghasilkan pemimpin-pemimpin atau negarawan yang akan memikirkan rakyatnya. Tidak semata-mata kepentingan golongan atau kelompoknya saja,” jelasnya.
Partisipasi Aktif Aisyiyah
Tri kemudian memaparkan bagaimana Aisyiyah berpartisipasi secara aktif dalam setiap pemilu agar prosedurnya dilakukan dengan baik.
Pertama, melakukan pendidikan pemilih secara intensif sejak 2004 sampai sekarang. Ini menjadi bagian dari misi dakwah Aisyiyah dalam setiap pemilu untuk memerangi kekhawatiran perempuan mau menerima uang atau mudah disuap untuk memilih kandidat tertentu.
Kedua, memberikan penguatan kepada caleg kader Aisyiyah yang memang berkomitmen dan ingin berkarir di politik praktis. Tri menekankan, Aisyiyah mendukung kader yang berintegritas dan baik.
Seperti ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan Peraturan KPU 2003 tentang menghitung ambang batas caleg perempuan, ternyata tidak menguntungkan caleg perempuan. “Aisyiyah saat itu mengeluarkan pernyataan sikap untuk advokasi KPU dan melihat kembali kebijakan itu karena akan merugikan caleg perempuan,” ungkap Tri.
Sekarang, menurutnya, momentum yang sangat bagus. Karena pemerintah Indonesia setiap 5 tahun menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Kebetulan periode ini Aisyiyah juga terlibat aktif bagaimana memberikan kontribusi atas penyusunan RPJMN yang itu jadi rujukan bagi kandidat capres cawapres untuk menyusun visi misinya,” terangnya.
Selain itu, Pemilu 2024 ini menurutnya terbesar yang diselenggarakan pemerintah Indonesia. Sebab, 14 Februari 2024 akan memilih Capres-cawapres, DPD, DPR RI, DPRD I dan DPRD II. Kemudian 27 November 2024 menyelenggarakan kepala daerah tingkat I dan II baik kabupaten maupun walikota di 514 kabupaten kota secara serentak.
“Maka Aisyiyah mendorong PWA dan PDA terlibat aktif mengingat sekarang sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Ini akan menjadi acuan kepala daerah untuk menyusun visi misinya termasuk menjadi materi kampanye,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Aisyiyah juga memantau pemilu. “Ini penting sekali di mana Aisyiyah secara official (resmi) terdaftar di Bawaslu menjadi pemantau resmi di periode 2024 ini. Memantau di 150 desa untuk memastikan pemilu dilakukan dengan prosedur yang baik,” tambah Tri.
Kemudian, Aisyiyah mendorong pemilu yang inklusif. “Penyelenggaraan pemilu di Indonesia harus memberikan akses yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia dengan segala keragaman identitas yang dimiliki,” tegas Tri. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni