Pemilu Tak Sekadar Pergantian Kekuasaan tapi Proses Demokrasi yang Bermartabat

Abdul Mu’ti: Pemilu tak sekadar pergantian kekuasaan. (TVMU)

PWMU.CO – Pemilu tak sekadar pergantian kekuasaan tapi menunjukkan proses demokrasi yang bermartabat. Pernyataan itu disampaikan Prof Dr Abdul Mu’ti MEd, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyinggung perkembangan demokrasi di Indonesia yang mengkhawatirkan.

Di Pengajian Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bertema ‘Muhammadiyah dan Pemilu 2024’, awalnya Prof Mu’ti menyampaikan ada beberapa isu penting di tingkat nasional alias isu kebangsaan yang menjadi fokus dan keputusan muktamar. Kajian ini disiarkan secara online melalui kanal Youtube Tvmu. 

“Itu salah satu yang memang menjadi keputusan adalah bagaimana Muhammadiyah mendorong demokrasi dan demokratisasi di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pemilu 2024 dan suksesi kepemimpinan nasional 2024,” ujar Prof Mu’ti.

“Mengapa Muhammadiyah perlu secara khusus mengangkat persoalan pemilu dan suksesi kepemimpinan? Itu sebagai bagian dari isu strategis kebangsaan!” tegasnya, Jumat (26/1/2024) malam. 

Prof Mu’ti pun menyampaikan dirinya mengikuti dinamika yang terjadi dalam lingkup kehidupan kebangsaan di Indonesia. Menurutnya, perjalanan demokrasi Indonesia yang sudah berlangsung selama seperempat abad sejak reformasi tahun 98 memang dari waktu ke waktu senantiasa dinamis. “Bahkan menunjukkan tanda-tanda demokrasi kita ini tidak semakin meningkat,” ungkapnya. 

Dia lantas merujuk berbagai kajian atau analisis yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional dalam bentuk indeks demokrasi dan berbagai bentuk analisis tentang kehidupan demokrasi.

“Kita memang ada perkembangan yang mengkhawatirkan. Di mana Indonesia yang pada awal reformasi mendapatkan apresiasi sebagai negara paling demokratis dan proses transisi demokrasi yang peaceful (sangat damai), tidak terjadi insiden kekerasan dan sebagainya,” ungkapnya.

Tapi dalam perkembangannya, lanjut Prof Mu’ti, justru terjadi proses declining demokrasi bahkan mungkin defisit demokrasi. “Memang ini tidak hanya persoalan yang khas di Indonesia saja. Berbagai gejala bagaimana demokrasi itu mengalami peluruhan dan pelemahan juga terjadi pada tingkat global,” ungkapnya.

Karena itulah, sambung Prof Mu’ti, beberapa buku akhir-akhir ini memang cukup banyak ditulis oleh kalangan-kalangan tertentu misalnya berjudul Is Democracy Dying? Yakni apakah demokrasi itu mati atau menjelang menemui ajal.

Buku Throes of Democracy dan berbagai tulisan lain, menurut Prof Mu’ti, memberikan sinyal betapa persoalan yang berkaitan demokrasi ini memang menjadi persoalan serius di tingkat global. 

“Termasuk di Tanah Air kita. Karena itu Muhammadiyah sebagai organisasi yang sejak awal mendukung proses reformasi demokrasi dan demokratisasi tentu berusaha bagaimana agar demokrasi ini bisa semakin baik dari prosedural demokrasi ke arah demokrasi yang lebih substantif,” harapnya.

Dia menilai, membangun budaya demokrasi atau the culture of democracy persoalan Pemilu 2024 juga penting diutarakan. “Karena sempat muncul berbagai sinyalemen tentang suksesi yang mungkin saja tidak terjadi dan berbagai alasan lain,” sambungnya.

Karena itu, kata Prof Mu’ti, Muhammadiyah sebagai organisasi yang konsisten menegakkan konstitusi sesuai dengan prinsip Darul Ahdi was Syahadah berusaha mengajak semua pihak agar proses demokrasi Pemilu 2024 dan juga suksesi 2024 dapat berjalan dan berlangsung sesuai dengan konstitusi.

Baca sambungan di halaman 2: Demokrasi Bermartabat

Abdul Mu’ti: Pemilu tak sekadar pergantian kekuasaan. (TVMU)

Demokrasi Bermartabat

Kedua, kata Prof Mu’ti, Muhammadiyah berkepentingan bagaimana agar tidak sekadar proses changing of power atau changing leadership. “Tidak sekadar pergantian kekuasaan atau pergantian kepemimpinan tapi menunjukkan proses demokrasi yang bermartabat!” tuturnya.

Dia ingat pernyataan awal tahun Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nasir MSi yang disampaikan di hadapan para pimpinan media nasional. “Betapa demokrasi itu haruslah menjadi bagian dari keadaban bangsa dan harus berlangsung dengan martabat yang tinggi. Ini tentu demokrasi yang meniscayakan adanya etik dan etika selain memang konstitusi dan peraturan yang melekat dengannya,” ungkapnya.

Persoalan etik dan etika berdemokrasi itu, kata Prof Mu’ti, meniscayakan bagaimana proses-proses itu senantiasa mengedepankan moralitas dan keluhuran budi. “Tentu menggambarkan betapa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang berkeadaban tinggi demi mencapai kekuasaan dan kemenangan,” imbuhnya.

Dia mengingatkan, tentu tidak seharusnya melakukan segala macam cara termasuk misalnya dengan cara-cara yang melanggar konstitusi. “Inilah kenapa kemudian kita perlu mengangkat tema ini sebagai bagian dari perhatian Muhammadiyah terhadap masa depan Indonesia,” ujarnya.

Prof Mu’ti akhirnya menyampaikan, pengajian ini juga membahas tentang bagaimana sikap dan pandangan PP Muhammadiyah dalam kaitannya dengan pilihan presiden dan pemilu legislatif sebagai bagian dari Muhammadiyah terlibat dan berpartisipasi dalam proses itu. “Mungkin nanti Pak Agung Danarto akan membahas lebih lanjut,” ujarnya. (*)

Penulis Nely Izzatul dan Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version