Danik Eka Rahmaningtyas
Kedua, giliran Danik Eka Rahmaningtyas. Konselor kesehatan mental ini Calon Legislator Dapil Jember dan Lumajang DPRD Jawa Timur dari Partai Soidaritas Indonesia (PSI).
“Saat ini bukan pertama. Tahun lalu saya juga nyaleg di tingkat pusat. Kenapa tidak lolos? Syarat lolos bukan hanya suara yang dicari sendiri tapi bagaimana juga partainya lulus,” terang lulusan S2 Psikologi Intervensi Sosial Universitas Indonesia (UI) itu.
Dia mengapresiasi perempuan yang maju dalam kontestasi politik. “Pertama, mentalitasnya. Karena perempuan masuk politik itu PR pertama siap mentalitas,” ujar konselor yang kini mengambil studi Magister Profesi Psikologi Klinis di UI itu.
Menurutnya, akan sulit jika kapasitas semua terpenuhi, tapi caleg perempuan tidak mempersiapkan mental. Sebab, ada perbedaan respon terhadap caleg laki-laki dan perempuan.
Koordinator Bidang Eksternal PSI ini lantas mengisahkan ketika ada rekannya, dari partai politik apapun, punya masalah domestik seperti anaknya bandel. Maka orang akan merespon, “Wajar, ibunya sibuk di politik. Nggak ngurusi anaknya.” Pernyataan demikian Danik yakini tidak muncul untuk caleg laki-laki.
Stigma terkait ambisi mengejar karir bagi caleg perempuan lajang menurutnya juga membuat caleg perlu siap mental. Tak hanya itu, soal pembiayaan politik juga Danik kupas. Saat ada pihak yang mau membantu pembiayaan baliho, mereka melihat caleg perempuan hanya sebagai pelengkap kuota.
Lulusan S1 Psikologi Universitas Negeri Jember itu menegaskan, semua kebijakan, tidak hanya isu perempuan dan anak, harus ada unsur perspektif perempuannya. “Supaya kebijakannya inklusif,” ungkapnya.
Dia lanjut menjelaskan, setiap bersinggungan dengan masyarakat, ada masalah akut. Misalnya kekerasan seksual kepada perempuan dan anak yang dipandang sebelah mata. “Seolah ini hanya bidang kecil. Isu kecil,” imbuhnya.
Danik pun mengusung gerakan di Jatim dengan berangkat dari masalah karakter impulsif dan budaya patriarki. “Ini masalahnya nggak terlihat. Tapi semakin berisiko ketika ada triggernya, ekonomi. Apalagi ditambah perempuan tidak memiliki keberdayaan,” ujarnya.
“Ibarat bencana, risiko semakin tinggi apabila bahaya dikali kerentanan. Di kasus KDRT, risiko KDRT semakin tinggi apabila karakter impulsif dan budaya patriarki tinggi,” jelasnya.
“Tapi kalau pengalinya nol, tidak terjadi kekerasan. Pengalinya, faktor ekonomi, ketidakberdayaan perempuan. Ini yang harus disentuh calon legislator! Mengurangi kerentanan,” tegas Danik.
Maka dia mengusung program utama di Jatim, bagaimana di setiap desa punya satu shelter kesehatan mental. “Ini adalah ruang amannya. Di sini nanti akan mendapatkan rekomendasi penganannya seperti apa,” ujarnya.
Baca sambungan di halaman 3: Riri Abdillah