Riri Abdillah
Riri Abdillah mendapat giliran ketiga. Dia menyatakan ini pertama kalinya nyaleg. Penulis tujuh buku dengan pengikut akun Instagram sebanyak 291K itu mendapat amanah dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mewakili Dapil Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek.
“Kalau biasanya saya bersuara lewat tulisan, ini kali pertama saya bersuara melalui suara,” ujar perempuan kelahiran Magetan itu.
Meski langsung maju di tingkat provinsi, Riri menegaskan, “Saya akan belajar. Kalau kita diberi amanah, yaudah kita berusaha semaksimal mungkin untuk belajar dan memberikan yang terbaik.”
Dia lantas mengakui sempat berpikir apa yang dia punya. “Kalau modal terus terang saya nggak punya. Saya caleg nggak modal,” ujar Riri.
“Saya punya ide, kreatif di dalam menyusun naskah. Saya coba membuat konten di medsos terkait caleg,” tegas anak seorang petani itu.
Dia lalu mengungkap punya banyak mimpi untuk bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Diawali dengan menulis. Penulis buku best seller ‘Menantimu di Ujung Rindu’ ini bukunya sudah dibaca lebih dari 15 ribu orang dan sudah 12 kali dicetak ulang.
“Dari situ saya mulai menjadi motivator dan mengisi beberapa seminar. Di lingkungan sekitar saya aktif mengisi parenting untuk orang tua yang mungkin anaknya bermasalah atau sebagaimana orang tua pada umumnya,” imbuhnya.
Di medsos ia juga banyak menerima curhatan. Dari sini dia berinisiatif membuat program Sekolah Karakter untuk remaja. “Saya yakin dari mental/karakter yang baik, Insyaallah melahirkan banyak gagasan atau kesusksesan,” ujar Riri. Tak hanya untuk anak, programnya juga menyasar orang tua yang kesulitan mendidik anaknya.
Riri kemudian mengungkap mau berangkat nyaleg dari PKS karena berkeyakinan, “Suara perempuan itu dibutuhkan. Kalau bukan kita sebagai perempuan, siapa lagi yang akan mewakili perempuan?”
Usai ketiga caleg memaparkan visi misinya, giliran Radius Setiyawan, kandidat doktor Ilmu Sosial FISIP Universitas Airlangga. Alumnus S2 Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada sekaligus Peneliti di Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya itu memaparkan sudut pandangnya sebagai peneliti. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni