PWMU.CO – Orang Muhammadiyah itu mencerminkan Surat Al-Hujarat 13. Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr H M Busyro Muqodas SH MHum yang mengatakan hal itu.
Dia menyampaikannya dalam Pengajian Rutin Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan yang digelar di Masjid Ki Bagus Hadikusumo Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla), Sabtu (3/2/2024).Kegiatan ini diadakan oleh Majelis Tabligh PDM Lamongan.
Busyro Muqoddas mengatakan, orang Muhammadiyah itu mencerminkan Surat al-Hujarat ayat 13.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Jadi, kata Busyro orang Muhammadiyah itu kalau diambil darahnya maka darahnya warna merah tidak warna biru, apalagi hitam. Artinya Muhammadiyah itu tidak pernah dimonopoli ketua umumnya.
Menurutnya Muhammadiyah itu bersungguh-sungguh dalam berbangsa dan bernegara, serta mempunyai kriteria fathana, amanah, tabligh, dan shidiq.
Belajar Demokrasi di Muhammadiyah
Busyro Muqodas mengatakan, kalau ingin belajar demokrasi, maka belajarlah di Muhammadiyah. Terbukti, kata dia, muktamar Muhammadiyah masih terjaga dan tidak ada permainan uang. “Ini patut kita syukuri,” katanya.
Bahkan, lanjut dia, ada penggembira muktamar seorang ibu dari Padang yang berangkat naik bus padahal sudah umur 80 tahun. “(Beliau) itu datang sendiri. Dan banyak lagi momen yang lainnya,” katanya.
“Coba yang lain, kongres dibayari, jadi pasien rumah sakit dibayari, umrah digratiskan oleh prenggratis-prenggatis itu dengan tujuan supaya terdiam dan tidak kritis,” tambahnya.
Dia mengatakan, orang yang tidak pintar saja kepengin pinter. “Ini ada orang pintar yang sampai soktor, profesor, setelah profesor malah menentukan pilihan politiknya yang nggak nggenah-nggenah. Itu ada,” sindirnya. (*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Mohammad Nurfatoni