PWMU.CO – Tiga karakter yang harus dimiliki seorang dokter disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Dr dr Sukadiono MM. Dia mengutip nasihat yang pernha diberikan oleh mantan Menteri Kesehatan Prof Dr dr Nila Faried Moeloek SpM(K).
Dokter Suko, sapaannya, menyampaikan hal itu dalam acara Sumpah Dokter IV Fakultas Kedokteran UM Surabaya di Hotel Bumi Surabaya, Sabtu (3/2/2023).
Nasihat pertama, karakter kesantunan. Seorang dokter harus pandai berkomunikasi dengan pasien dan keluarga dengan cara yang santun dan komunikatif. Tidak sampai menyakiti pasien dan keluarga pasien.
“Yang harus diperhatikan bukan hanya aspek berbicara tapi juga aspek mendengarkan. Jadi dokter itu bukan hanya harus pandai memberi saran tapi juga harus pandai mendengarkan apa yang menjadi keluhan, apa yang menjadi gejala yang dimiliki seorang pasien, yang mungkin bisa kita dapatkan secara auto anamneseatau hetero anamnese.
Tetapi, lanjutnya, semua itu butuh kesantunan. Jadi tidak boleh seorang dokter karna dikejar waktu kemudian mengabaikan karakter kesantunan tersebut.
Kedua, karakter kesejawatan. Dokter itu harus mengedepankan etika profesi dan selalu meningkatkan kompetensi dirinya sebagai seorang dokter.
“Sekarang etika sedang menjadi booming dalam suasana pilpres, tetapi etika profesi memang sudah harus tertanam dalam diri seorang dokter dan kemudian diikuti dengan peningkatan kompetensinya, jangan pernah puas dengan apa yang sudah didapatkan sekarang, tapi teruslah mengasah, mengasah, mengasah,” tuturnya.
Kisah Dokter Laila
Dia lalu menceritakan pertemuannya dengan dr Laila Rahma saat kunjungan ke Iran bersama Wakil Dekan IIFK UM Surabaya Dr dr Anas SpOG dan Wakil Rektor IV UM Surabaya Dr Mundakkir MKep yang kemudian diabadikan dalam video dan ditayangkan dalam acara ini.
“Beliau adalah alumnus dari University of Tehran Medical Science pada School of Medicine. Dokter ini luar biasa, 15 tahun sudah lulus dari SMA di Jakarta, yang sekarang menjadi Wakil Ketua PCIM Iran,” ungkap Dokter Suko.
“Saat usia 15 tahun lulus SMA, beliau kemudian kuliah di Universitas Brawijaya (UB) dengan masa studi tiga tahun dua bulan, sehingga usia 18 tahun dia lulus sarjana,” lanjutnya.
Tidak berhenti di situ, karena dr Laila merasa masih muda, dia mencari beasiswa dan ketemulah dengan TUMS Iran. Awalnya beasiswa itu hanya 50 persen, namun karena prestasi akademik yang luar biasa akhirnya dr Laila mendapatkan 100 persen beasiswa.
“Dokter Laila menceritakan kepada saya bahwa dulu dia pernah menjadi pemulung, bapak ibunya kurang beruntung. Dan itu dia lakukan sampai usia SMP” Lanjut dr. Suko terbata-bata.
Dokter Suko mengisahkan riwayat pendidikan dr Laila yang menempuh pendidikan SD selama 4,5 tahun, SMP 2 tahun, dan SMA 2 tahun. “Bayangkan dengan kondisi orang tua seperti itu tapi dia bisa berprestasi. Semuanya akselerasi. Dia melanjutkan ke UB dan menjadi lulusan cumlaude IPK-nya 4.00, dan kemudian melanjutkan pendidikan dokternya ke TUMS (Tehran University of Medical Science) Iran,” tutur dr Suko.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu juga bersyukur karena di luar negeri dr Laila masih aktif menjadi Wakil Ketua PCIM Iran, sambil melanjutkan S2 Telemedicine dengan beasiswa.
“Pada pertemuan tersebut, kami langsung merekrut dr Laila sebagai calon dosen untuk nanti membantu mengembangkan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya, sekaligus menjadi duta dari UM Surabaya untuk menjalin kerja sama dengan FK yang terkenal di seluruh dunia, karena dr Laila adalah executive director dari 69 FK yang paling top di dunia,” jelasnya.
Pesan moral yang bisa didapatkan adalah, jangan pernah berhenti menuntut ilmu dengan gelar dokter umum saja.
“Saudara harus punya cita-cita yang tinggi. Apalagi regulasi sekarang sudah memudahkan dokter lulusan luar negeri tidak harus melakukan adaptasi lagi. Jadi setelah menempuh pendidikan spesialis atau subspesialis di luar negeri bisa langsung praktik di RS yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Dia mengungkapkan PWM Jatim juga akan membangun rumah sakit premium/nternasional yang membutuhkan tenaga dokter berstandar internasional.
Ketiga adalah karakter kebersamaan. Tenaga kesehatan merupakan profesi dengan multiprofesi yang sangat banyak, maka dokter harus bisa bekerja sama dengan semua profesi yang ada di sekitar lingkungan kerja.
“Jangan pernah menjadi orang yang mengerjakan semua pekerjaan dengan one men show. Karena semua itu butuh kebersamaan dan kerjasama. Ada teamwork yang harus kita ikuti, supaya bisa meringankan pekerjaan yang akan kita lakukan,” ujarnya.
Penulis Rahma Ismayanti Editor Mohammad Nurfatoni