Suara Partisan?
Tetapi posisi para akademisi, ilmuwan dan tokoh agama, tokoh masyarakat dalam demokrasi liberal relatif ‘rawan’. Jumlah akademisi, ilmuwan, dan tokoh agama di kursi legislatif dan eksekutif lebih sedikit dibandingkan jumlah kursi para pengusaha, artis, dan kader aktivis partai.
Demokrasi yang mengandalkan suara terbanyak menjadikan suara para akademisi dan tokoh agama tenggelam meskipun baik dan ilmiah. Kondisi demikian membutuhkan peran penyeimbang akademisi dan tokoh agama serta aktivis nonpartisan.
Gerakan para akademisi, aktivis dan tokoh agama memberi kritik, saran hingga keprihatinan bisa memengaruhi persepsi masyarakat tentang kondisi negara dan pemerintahan. Suara akademisi, tokoh agama dan aktivis yang relevan dengan situasi baik buruknya tata kelola pemerintahan tidak bisa serta merta disebut suara partisan.
Teori-teori politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain yang digunakan dalam praktik penyelenggaraan negara merupakan produk kegiatan akademis, belajar mengajar, penelitian, diskusi dan forum-forum ilmiah. Kepedulian para akademisi pada kondisi bangsa perlu didengar sebagai bagian dari proses belajar berkelanjutan dan berkemajuan sesuai dengan fakta nyata yang terjadi.
Jika suara akademisi independen non partisan yang bukan pimpinan atau anggota parpol juga tim sukses pasangan calon disebut suara partisan, suara mana lagi, suara siapa lagi yang akan didengar? Segenap partisan yang tampak punya gelar akademis sarjana, magister, doktor hingga profesor selayaknya bersedia mendengar suara para akademisi independen.
Warga negara yang sehat menginginkan tata kelola negara, pemerintahan sampai layanan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan, bukan kekuasaan. Jika yang berkuasa membuat aturan sesukanya serupa hukum rimba dengan mengabaikan adab, norma, etika dan ilmu pengetahuan, siap-siap kembali memasuki jaman kegelapan. Jaman sebelum diterangi cahaya al-Qur’an dan ilmu pengetahuan, jauh dari adab, akhlak, etika, norma, nilai-nilai budaya luhur. Wallahua’alambishawab! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni