PWMU.CO – Mengesakan Allah swt adalah kemutlakan bagi setiap Muslim. Tapi, kenapa Allah dalam beberapa ayat Alqur’an menyebut diri-Nya dengan “kami” (nahnu)? Bukankah kata ganti “kami” menunjukkan banyak, tidak hanya satu? Demikianlah salah satu masalah yang seringkali dibicarakan oleh masyarakat. Benarkah kata “kami” menunjukkan Allah swt tidak esa?
Perlu diketahui, kata “kami” dalam bahasa Arab nahnu yang dalam penggunaan sehari-hari mengandung pengertian orang banyak. Sedangkan Allah adalah Esa (Ahad). Tetapi sering pula kata “kami” itu terpakai untuk seorang diri. Bahkan dalam sastra Melayu, seorang raja kalau berkomunikasi dengan rakyat diharuskan dengan menggunakan kata “kami” untuk menggambarkan bahwa sang raja adalah milik bersama. Sehingga tidak menggambarkan ke-aku-annya (ananiyah).
Sebaliknya kata “kami” dari seorang rakyat kepada raja, adalah suatu penghormatan. Dalam bahasa Arab Kamus al-Mu’jamul Wasith dinyatakan: nahnu adalah kata ganti (dhamir) yang dipergunakan untuk dua atau tiga orang yang mengabarkan tentang dirinya. Tetapi kadang-kadang terpakai untuk seorang saja ketika bermaksud untuk penghormatan/ta’zhim. Sementara kita juga tahu bahwa Allah dengan firman-firman-Nya dalam al-Qur’an adalah pembelajaran kepada manusia untuk berkata yang indah, baik, dan hormat.
Sehinga penggunakan kata “kami” atau nahnu semisal “Sungguh kami turunkan Alquran …”, kalimat ini sebagai pengajaran bagi manusia manusia untuk biasa ber-ta’zhim kepada orang lain, selain tentunya Allah sendiri berhak mengagungkan diri-Nya. Sedang pengagungan diri itu hanya hak Allah, seperti yang dikatakan-Nya dalam hadits qudsi:
اَلْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعِزَّةُ إِزَارِي فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا أُلْقِيهِ فِي النَّارِ
Kebesaran itu adalah selendang-Ku dan keperkasaan itu adalah sarung-Ku. Barang siapa yang melawan Aku pada keduanya niscaya Aku akan menghancurkannya. (HR Ahmad)
Salah satu sifat atau asma’ Allah, yang Allah sendiri menamakan diri-Nya adalah al-Jabbar, al-Mutakabbir, al-Akbar (Yang Maha Perkasa, Maha Sombong, Maha Besar). Sehingga kalau Dia menyebut diri-Nya dengan nahnu (kami) untuk men-ta’zhim-kan diri-Nya itu adalah hak Dia.
(dinukil dari “Islam dalam Kehidupan Keseharian”)