PWMU.CO – Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Syafiq A Mughni MA membahas beda negarawan dengan politisi, Jumat (23/2/2024) malam.
Prof Syafiq mengungkapnya saat menyampaikan pengantar Pengajian Umum PP Muhammadiyah bertema ‘Konsolidasi Dakwah Muhammadiyah Pascapemilu 2024’. Awalnya ia mengatakan, pertemuan itu untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam rangka memperkuat Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar.
“Tema ini dipilih karena kita melihat hiruk-pikuk Pemilu 2024 yang sampai sekarang masih belum selesai. Tapi mari kita mencoba agar arena yang kita miliki di Muhammadiyah tidak didistorsi,” terangnya.
Ia lantas menegaskan karakteristik Muhammadiyah. Yakni bukan organisasi politik tapi organisasi sosial keagamaan, dakwah amar makruf nahi mungkar.
“Dalam kerangka inilah para pakar kemudian membedakan antara negarawan dan politisi. Negarawan itu mereka yang berpikir (tentang) generasi yang akan datang, sedangkan politisi berpikir (tentang) pemilu yang akan datang,” ungkapnya.
Ia menyadari banyak kritik untuk dunia politik, termasuk para politisi. Ia teringat kata seorang pakar, sesungguhnya para politisi tidak percaya apa yang dia katakan. Justru dia terkejut ketika orang lain percaya kepadanya. “Ini kritik yang cukup tajam bagi politisi,” komentarnya.
Tapi bagi Muhammadiyah, sambungnya, yang penting bagaimana berpolitik dengan landasan etika dan itu bagian dari dakwah. Ia juga menekankan, “Muhammadiyah tidak hanya berkhidmat untuk umat tapi juga untuk bangsa, kemanusiaan universal.”
Karena itulah, kata Prof Syafiq, harus benar-benar memahami peran Muhammadiyah supaya tidak mengalami disorientasi. “Maka harus ada landasan moral etika di dalamnya. Kalau tidak, itu akan berlawanan dengan tujuan dakwah. Politik bertujuan bagaimana memperoleh kekuasaan sedangkan dakwah berusaha untuk mencerahkan masyarakat,” ungkapnya.
Prof Syafiq berpesan, “Jangan sampai keterlibatan kita dalam politik, baik praktis maupun nonpraktis, mengabaikan tujuan dakwah.”
Usai merasakan bagaimana kondisi masyarakat sekarang ketika terlibat di dalam hiruk-pikuk pemilu 2024, pihaknya mencoba konsolidasi. “Jangan sampai Muhammadiyah kehilangan arah, melupakan tugas dakwah,” imbuhnya.
Sekalipun sangat besar maknanya, tapi ia yakin tidak mudah melakukannya. “Bagaimana kita berjuang mencerahkan, karena pemilu tidak hanya untuk pesta demokrasi tapi juga harus dijadikan pendidikan politik,” ungkapnya.
Akhirnya ia menyimpulkan, “Kalau kita hanya bersenang-senang dengan pemilu ini kemudian kita melupakan pemilu sebagai momentum untuk melakukan pendidikan politik, maka di situlah tujuan dakwah itu akan mengalami kendala.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni