PWMU.CO – Menang jangan jumawa (sombong), kalah hendaknya legawa. (Ikhlas menerima). Demikian pesan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd pada Pengajian Umum bertema “Konsolidasi Dakwah Muhammadiyah Pasca Pemilu 2024”.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakannya melalui Zoom dan kanal YouTube Tvmu, Jumat (23/2/2024) malam. Menurut Prof Mu’ti, rangkaian proses pemilu adalah bagian dari bagaimana kita sebagai bangsa Indonesia ini berdemokrasi. Walaupun jauh dari ideal dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, lanjutnya, harus menghormati berbagai pihak yang selama ini berusaha membawa persoalan dugaan kecurangan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau proses-proses yang sesuai dengan mekanisme demokrasi.
“Proses itu kita hormati sebagai bagian dari warga negara dalam menggunakan haknya dan bagaimana hasil pemilu adalah proses yang harus melalui tahapan-tahapan yang sangat panjang,” ujarnya.
Tetapi menurutnya harus berpikir, pada waktunya akan ada yang terpilih dan ada yang tidak terpilih. “Ini adalah sebuah proses politik yang hasilnya harus kita terima sebagai konsekuensi dari pilihan demokrasi sebagai sistem politik yang paling mungkin di tanah air kita,” tuturnya.
Kalau dalam bahasa agama yaitu menerima takdir. “Walaupun yang jadi tidak yang kita inginkan,” imbuh pria kelahiran 2 September 1968 ini.
Menurutnya, ini semua proses yang bangsa Indonesia pilih dalam menentukan siapa wakil-wakil rakyat di lembaga legislatif dan siapa yang memimpin negeri ini sebagai kepala negara yaitu presiden dan wakil presiden.
“Sekarang kita saatnya cooling down (mendinginkan suasana), harus menata diri tetapi kita tidak boleh go down (menyerah) dan putus asa karena hanya tidak terpilih,” ujarnya.
Proses untuk melakukan penataan jiwa ini, kata Prof Mu’ti, bagian dari realitas. Ia lalu menukil firman Allah Swt pada Ali Imran ayat 26.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya, “Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Karena itu, kata pria lulusan S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang ini, sikap-sikap yang bersifat informasi bahkan ungkapan kebencian yang sebagian bernada fitnah masih menghiasi media-media sosial. Termasuk media yang ada di warga persyarikatan Muhammadiyah.
“Maka sekali lagi kita saatnya melakukan cooling down kemudian berusaha untuk melihat hasil pemilu nanti sebagai realitas dan dapat mengambil hikmah dari berbagai hal yang terjadi dalam proses demokrasi yang ada!” katanya.
Kelompok Apatis
Kemudian, Prof Mu’ti berpesan, Muhammadiyah jangan menjadi kelompok yang apatis tapi menjadi kelompok yang terus berpikir optimis. “Dan jangan sampai persatuan kita kemudian terkoyak menjadi rusak karena perbedaan pilihan politik yang terjadi selama pemilu 2024,” kata pria lulusan S2 di Universitas Flinders, Australia Selatan pada 1996 ini.
Prof Mu’ti mengajak jamaah untuk bersikap dewasa karena nanti setelah pemilu akan ada pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang itu juga akan menguras energi. “Memang sistem politik ini membuat kita merasakan terus menerus terpaksa dan dipaksa terlibat dalam hiruk-pikuk politik dan kita merasa lelah dengan berbagai proses pemilu yang terus berjalan,” ujarnya.
Karena itu, kata Mu’ti, kedewasaan dalam mengikuti proses politik itu menjadi penting agar tidak terbelah dan terpecah. “Dan konsolidasi dakwah kita perlukan agar kita kembali pada khittah perjuangan dan khittah kepribadian persyarikatan dan kalau kita pahami PHIWM, berpolitik itu bagian dari berdakwah,” lanjutnya.
Maka dari itu, Prof Mu’ti sepakat, semuanya yang terlibat baik dalam proses pemilu pada dasarnya melaksanakan misi dakwah Muhammadiyah dan mengaktualisasikan hidup Islami yang menjadi panduan dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Saatnya kita merapatkan barisan dan melihat masa depan dengan segala kedewasaan kita dan kepribadian kita. Oleh karena itu yang menang janganlah jumawa dan yang kelah hendaknya legawa,” lanjutnya.
Akhirnya Prof Mu’ti menegaskan, “Tetapi kita harus punya prinsip di manapun berada, ridha Allah yang kita cari dan Muhammadiyah di manapun berada terus berperan amar makruf nahi munkar untuk menuju Indonesia baldatun thayyibatun warabbul ghafur.” (*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni