
PWMU.CO – Bermuhammadiyah dengan ideologi eksklusif, muamalah inklusif disampaikan pemateri Baitul Arqam Dr Nurbani Yusuf MSi di Cordoba Convention Hall SMA Muhammadiyah 10 (Smamio) GKB Gresik Jawa Timur, Sabtu (3/3/2024).
Acara yang diselenggarakanPimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik ini Nurbani Yusuf menjelaskan banyak tokoh bangsa berasal dari kader terbaik Muhammadiyah.
“Ir Sukarno itu tokoh Muhammadiyah. Beliau memiliki Nomor Baku Muhammadiyah, yakni 384 serta sering mengikuti pengajian Muhammadiyah. Istrinya, ibu Fatmawati sang penjahit bendera sang saka Merah Putih pun kader Nasyiah dan terus aktif bermuhammadiyah hingga akhir hayatnya,” tuturnya di hadapan 180 peserta Baitul Arqam.
Dia menuturkan mantan Presiden Suharto, bersekolah di SD dan SMP Muhammadiyah. Bahkan dalam suatu pidatonya, Soeharto sempat mengatakan adalah bibit Muhammadiyah yang disemai di bumi pertiwi.
“Panglima TNI Jenderal Sudirman juga merupakan tokoh Muhammadiyah. Pak Dirman adalah Ketua Pandu Hizbul Wathan. Ia juga pejuang gerilya yang sangat berjasa atas terbentuknya Tentara Nasional Indonesia,” sambungnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, alasan Muhammadiyah dianggap berkemajuan karena banyak tokoh bangsa yang telah bermuhammadiyah sejak dulu. Selain itu, terangnya, karena keberanian KH Ahmad Dahlan dalam mengubah sesuatu menjadi benar seperti Pelurusan arah kiblat yang dulu ditentang sampai langgar Kiai Dahlan dibakar.
“Penggunaan bangku di sekolah yang dulu dianggap seperti sekolah-sekolah kafir, sekarang masjid dan sekolah di Indonesia hampir semuanya mengikuti hal tersebut,” katanya.
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
Nurbani memaparkan, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah merupakan seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber al-Quran dan Sunnah menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat utama yang diridhai Allah SWT.
“Ada 11 pedoman hidup islami warga Muhammadiyah yang dikembangkan dan dirumuskan dalam kerangka yang dimulai dari 1) Kehidupan Pribadi, 2) Kehidupan dalam Keluarga, 3) Kehidupan Bermasyarakat, 4) Kehidupan Berorganisasi, 5) Kehidupan dalam Mengelola Amal Usaha Muhammadiyah, 6) Kehidupan dalam Berbisnis, 7) Kehidupan dalam Mengembangkan Profesi, 8) Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara, 9) Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan, 10 Kehidupan dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan 11) Kehidupan dalam Seni dan Budaya,” terang Wakil Ketua PDM Kota Batu ini.
Oleh karena itu, terangnya, sebagai warga Muhammadiyah, bermuhammadiyah itu harus ideologinya eksklusif, muamalahnya inklusif. Konteksnya adalah pemahaman kita pada al-Quran dan as-sunnah supaya terus tercermin kepribadian Islami namun tetap baik dalam bermasyarakat.
“Sehingga tauhid kita harus kekeuh, bercampur dengan siapapun kita tidak berubah. Namun pergaulan kita luas, seperti Kiai Dahlan,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, saat ini paham keberagaman muhammadiyah terkontaminasi paham salafi. “Banyak fatwa justru tidak diambil dari tarjih, malah diambil dari fatwa personal. Contohnya, katanya drumben atau musik dianggap haram. Padahal fatwa di dalam tarjih, musik itu mubah bergantung cara penggunaan,” sambungnya.
Selain itu terkait peringatan maulid Nabi Muhammad. Fatwa di dalam tarjih itu mengatakan hal tersebut mubah dilakukan.
“Tujuannya adalah untuk memperkenalkan milad nabi, banyak anak muda sekarang yang tidak tahu kapan nabi dilahirkan, siapa nama anak-anak nabi, dan lain sebagainya, maka menurut saya peringatan maulid nabi tidak apa-apa jika hendak dilakukan,” ujar Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sekaligus pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar ini. (*)
Penulis Novania Wulandari. Editor Ichwan Arif.