PWMU.CO- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mempercepat terwujudnya pendidikan merata dan berkualitas melalui berbagai program dan kebijakan yang menjadi sasaran prioritas nasional. Salah satunya program peningkatan akses masyarakat pada layanan pendidikan. Program ini menjadi salah satu kunci untuk mengurangi kesenjangan di masyarakat.
“Sesuai arahan presiden, target di sektor pendidikan kita bukan sekadar pemerataan akses pendidikan, tetapi juga pemerataan yang berkualitas. Dan kita terus melakukan upaya-upaya untuk mempercepat hal tersebut,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, Kamis (17/8).
Pernyataan mendikbud tersebut sesuai dengan fakta di lapangan. Sejak 2015, Program Indonesia Pintar (PIP) telah membantu lebih dari 17,9 juta anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin dan rentan miskin di seluruh Indonesia. Sebagai program prioritas pemerintah, Kemendikbud memastikan percepatan distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan pencairan dana manfaat PIP dilakukan secara tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi.
Pemadanan Basis Data Terpadu (BDT) dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dilakukan secara berkala setiap tahun untuk mengakomodir pembaruan data yang dinamis. Dan untuk mempercepat penyaluran KIP tambahan bagi siswa yatim piatu dan prioritas lainnya, sepanjang 2017, sebanyak 48.685 siswa di berbagai wilayah di tanah air telah mendapatkan KIP langsung dari Presiden Joko Widodo (data per 14/8/2017).
Muhadjir Effendy menyampaikan sejak Juli 2017, KIP yang dibagikan akan berbentuk kartu elektronik yang dapat digunakan di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sehingga memangkas proses pencairan dana manfaat PIP. Kerja sama Kemendikbud dengan bank penyalur, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia telah sejalan dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 63 tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Nontunai.
Sebagaimana diketahui, dalam dua tahun pemerintahan Kabinet Kerja, Kemendikbud telah meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 1,3 poin dari 68,9 pada tahun 2014 menjadi 70,18 pada tahun 2016. Kontribusi pendidikan dalam peningkatan IPM tersebut disebabkan oleh peningkatan rata-rata harapan lama sekolah dari 12,39 tahun di tahun 2014, menjadi 12,72 tahun pada tahun 2016. Indikator lainnya adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas yang meningkat dari 7,73 tahun menjadi 7,95 tahun. Jika dihitung seluruh penduduk usia dewasa (15 tahun ke atas), rata-rata lama sekolah meningkat dari 8,07 tahun di tahun 2012, menjadi 8,42 tahun pada 2016.
Melalui Program Indonesia Pintar, pemerintah terus berupaya meningkatkan partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah khususnya bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin. Pada tahun ajaran 2016/2017 angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan menengah yang mencakup Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA) telah mencapai 81,95 persen, meningkat dari 76,45 persen pada tahun ajaran 2014/2015. Rasio angka partisipasi sekolah penduduk usia 16-18 tahun antara 20 persen penduduk termiskin terhadap 20 persen penduduk pada tahun 2016 telah mencapai 0,68; lebih tinggi dari target yang ditentukan sebesar 0,60. Hal ini menunjukkan kesenjangan partisipasi pendidikan yang semakin berkurang antar status ekonomi masyarakat.
Sebagai perwujudan kehadiran negara dalam memberikan layanan pendidikan bermutu bagi siswa di wilayah-wilayah terjauh, terpencil, perbatasan, termiskin, atau berpihak pada kelompok paling rentan dalam pembangunan, sampai dengan Juli 2017, pemerintah telah membantu merevitalisasi 49 sekolah, dan membangun 114 sekolah garis depan (SGD) baru di berbagai titik. Selain itu, sepanjang 2017, Kemendikbud membantu penyediaan sebelas sekolah untuk memberikan layanan khusus pada peserta didik berkebutuhan khusus.
Pada Agustus ini, sebanyak 6.296 guru garis depan (GGD) siap bertugas di 14 provinsi dan 93 kabupaten di Indonesia. Sebelumnya, di tahun 2015, sebanyak 797 GGD dilepas oleh Presiden Joko Widodo untuk bertugas di 28 kabupaten yang berada di wilayah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).
Menurut Mendikbud, selain jadi perwakilan negara dalam memberikan pelayanan pendidikan di daerah 3T, para guru garis depan juga menjadi perekat bangsa. Mereka yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia sebelumnya telah mengabdi sebagai Sarjana Mengajar di daerah 3T (SM-3T) kemudian mengikuti seleksi sebagai GGD, untuk ditempatkan di berbagai wilayah di tanah air. (*/rou)