PWMU.CO – Eep Saefulloh Fatah menilai ada superkontestan di Pilpres 2024. “Dalam kontestasi Pilpres kemarin sebenarnya ada pasangan nomor urut 1, 2, 3, dan superkontestan,” ungkap CEO PolMark Indonesia itu.
Eep menyatakan ini di ujung sesinya pada Kajian Ramadhan 1445 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Sabtu (16/3/2024) siang.
Adanya superkontestan itulah yang menurutnya membuat kompetisi tidak sehat. Superkontestan yang ia maksud adalah Presiden Joko Widodo. “Jadi dari sisi prasyarat saja kita sudah tidak sehat di pemilu kemarin,” ujarnya.
Sebelumnya, ia mengatakan, “Masalah dalam demokrasi, ketika ada kebebasan, sekalipun ada intimidasi segala macam, ‘kan harus dibuktikan. Partisipasi ada. Orang diberi keleluasaan untuk ikut atau tidak ikut kompetisinya yang kemudian cedera. Kompetisi tidak dibiarkan sehat.”
Belum lagi sarana, lanjutnya. “Pemilunya belum selesai. Kita akan lihat seberapa tegang keterwakilan dan mandat. Kan pemenangnya belum diumumkan. Kita belum tahu siapa pemenangnya,” imbuhnya.
“Dari sisi akuntabilitas publik, partisipasi harus kita lihat. Tujuan-tujuannya tentu harus dilihat lebih jauh,” sambung Eep di Aula Ahmad Dahlan lantai 5 Gedung Kuliah Bersama (GKB) 2 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Tiga Sebab Pemimpin Ingkar Janji
Eep lantas mengungkap hasil studi Profesor Susan Stokes. Stokes ahli perbandingan politik yang berfokus pada pilpres Amerika Latin. Ia pernah meriset 44 pemilihan presiden di 15 negara Amerika Latin dari 1982-1995.
“Kemudian ia memisahkan 22 calon presiden yang berhasil menjadi presiden dan pada waktu kampanye menjanjikan kebijakan prorakyat. Yakni memproteksi pasar domestik, membentengi diri dari kapitalisme internasional bisa amat destruktif dan lain-lain.12 di antaranya mengingkari janji, 54,4 persen,” ungkapnya.
“Sementara yang 10 (presiden terpilih) memenuhi janjinya. 17 capres terpilih dari awal menjanjikan kebijakan pro investasi, membuka diri sepenuhnya. Sering disebut kebijakan neoliberal.17nya memenuhi janjinya,” lanjut Eep.
Sisanya, 5, tidak jelas atau kabur. Kelimanya pro neoliberal. Kemudian Susan Stokes mencari jawaban kenapa itu terjadi. Kenapa para calon pemimpin yang berjanji melindungi rakyatnya ketika berkuasa mengingkarinya? Ternyata ada tiga sebab.
Pertama, ada kekuatan ekonomi dan politik internasional yang tidak bisa dilawan atau diatur oleh sistem politik domestik di negara-negara ini. “Modus operandinya keterlibatan utang yang berlebihan dengan perjanjian yang tidak adil di antara pemberi dan penerima utang,” ungkapnya.
Diplomasi internasional yang gagal sehingga melahirkan sistem investasi yang sangat merugikan kepentingan domestik. “Ketika itu terjadi, mau tidak mau, terlanggar janji untuk membela rakyat,” terangnya.
Kedua, sistem politik domestik sendiri tidak punya struktur yang di dalamnya memuat aturan. “Aturan membuat siapa pun yang melanggar janjinya bisa kena hukuman. Jadi mereka yang melanggar janji itu melenggang saja. Seolah melanggar janji adalah sesuatu yang biasa,” ujarnya.
Ketiga, tidak terbangun warga yang menjadi penagih janji. Di sinilah Eep menegaskan, Muhammadiyah punya tugas lima tahun ke depan, apa pun hasilnya, untuk melihat (perkembangan politik).
“Harus dilihat nanti! Yang disebut kekuasaan itu ada kedaluwarsanya. Pada 20 Oktober 2024, Presiden Jokowi sudah kedaluwarsa kekuasaannya. Yang tertinggal pada dia adalah pengaruh,” ungkapnya.
Artinya, political power (kekuasaan) hilang, tinggal influence (pengaruh). Pada saat yang sama, lanjut Eep, ada penguasa baru. Ia ambil contoh satu skenario, penguasa baru itu bernama Presiden Prabowo.
“Skenarionya seperti apa nanti sudah tertulis di Lauhul Mahfud,” imbuhnya.
“Maka kita akan melihat seperti apa interaksi antara pengaruh Joko Widodo dengan kekuasaan Prabowo Subianto, yang di tengah-tengah itu ada putranya. Saya yakin ketika kekuasaan dipegang oleh seseorang tidak gampang ditundukkan oleh pengaruh,” tuturnya.
Kecuali punya interest yang kurang lebih sama dan terus sama, menurutnya, tidak mudah membuat punya interest terus-menerus sama. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni