PWMU.CO – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus gencar melakukan gebrakan. Selain peningkatan akses pada layanan pendidikan, pemerataan pendidikan juga ditempuh dengan beragam upaya merevitalisasi sekolah, baik infrastruktur fisik maupun nonfisik. Di antaranya dengan memberlakukan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017.
Menurut Mendikbud Muhadjir Effendy sistem sistem zonasi ini akan mengurangi ekslusivitas, rivalitas, serta diskriminasi di sekolah-sekolah negeri yang merupakan barang publik (public goods). Hal ini diyakini akan membantu pemerintah dalam memberikan bantuan (afirmasi) yang lebih tepat sasaran, baik berupa sarana dan prasarana sekolah, maupun peningkatan kapasitas tenaga pendidik dan kependidikan.
Sebelumnya, Kemendikbud juga menggulirkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang merevitalisasi Komite Sekolah agar lebih berperan dalam upaya memajukan pendidikan di satuan pendidikan. Semangat gotong royong menjadi dasar pembentukan komite sekolah yang melibatkan berbagai unsur di masyarakat. Komite diperbolehkan menggalang dana untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, atau untuk upaya pengembangan sarana prasarana yang bermuara pada terwujudnya pendidikan berkualitas di satuan pendidikan. Penggalangan dana tetap harus berbentuk bantuan atau sumbangan pendidikan, bukan pungutan.
(Baca: Mendikbud: Guru Jadi Agen Pembentuk Karakter Bangsa dan Mendikbud Tunjuk 1.650 SMK Jadi Pilot Project)
Juga kebijakan penguatan sistem penilaian pendidikan agar dilakukan dengan menerapkan ujian sekolah berstandar nasional (USBN) yang mengembalikan peran guru dalam evaluasi pendidikan. Musyawarah Guru Mata Pelajaran mendapatkan ruang untuk menyusun soal ujian dengan bobot sebesar 75 persen, sisanya soal “jangkar” yang disiapkan Kemendikbud. Adapun soal-soal yang disajikan dalam ujian semakin bervariasi, selain pilihan ganda,
Kemendikbud mendorong peningkatan soal-soal bermuatan high order thinking skills (HOTS) sebanyak 10 persen. Sebelumnya hanya sekitar 5 persen. Kemampuan berpikir kritis dan analitis menjadi salah satu keterampilan yang wajib dimiliki siswa di abad ke-21.
Peningkatan sekolah yang menyelenggarakan metode ujian nasional berbasis komputer (UNBK) meningkat pesat, tercatat dua provinsi telah 100 persen melaksanakan UNBK. Pada 2017, sesuai data tercatat sebanyak 9.661 sekolah menyelenggarakan UNBK, dan dari 1,8 juta peserta ujian nasional, sebanyak 1,1 juta siswa melaksanakan UNBK. Hal tersebut selain mendorong peningkatan integritas penyelenggaraan ujian nasional, juga dimaknai Mendikbud sebagai wujud gotong royong pendidikan.
Sekolah yang memiliki sumber daya perangkat komputer dan jaringan berbagi dengan sekolah-sekolah di sekitar yang belum memiliki sumber daya namun ingin menjalankan metode UNBK. Tercatat sebanyak 71 persen sekolah mampu meraih Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) yang tinggi, hal ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 21 persen. (*/rou)