Ifthar Jamai Wujud Kemakmuran Umat oleh Muhsin MK, Aktivis PCM Cipedak Jakarta Selatan, penulis buku Sejarah Muhammadiyah Cipedak.
PWMU.CO – Ramadhan bukan hanya syahrul siyam (bulan puasa), melainkan juga syahrul taawun (bulan tolong menolong).
Beberapa aktivitas sosial selama Ramadhan semakin marak. Ada yang menyediakan takjil, makanan dan minuman untuk orang berbuka puasa. Sampai-sampai non muslim ikut melakukannya.
Biasanya dilakukan di pintu tol dan jalan raya buat pengendara dan penumpang yang masih di perjalanan. Ada juga yang turut berburu takjil.
Tradisi Ramadhan yang lama berlangsung adalah ifthar jama’i (buka bersama). Penyelenggaranya dari berbagai kalangan. Ada kalangan elite, pemimpin, tokoh, pejabat, hingga kalangan alit di kampung, jamaah masjid, mushala, majelis taklim, sekolah, madrasah dan panti, klub, dan berbagai komunitas. Keluarga juga tak ketinggalan.
Taawun artinya tolong menolong di antara umat. Bisa dipraktikkan dalam keluarga dan masyarakat.
Dalam keluarga suami dan istri senantiasa bertaawun. Tanpa taawun mereka tidak bisa mewujudkan keluarga yang harmonis.
Taawun menghilangkan sifat individualisme. Sifat yang hanya ingin hidup sendiri dan menyendiri tanpa keberadaan orang lain. Berkeluarga dan bermasyarakat dianggap merepotkan.
Padahal sebagai makhluk sosial, manusia harus bergaul dengan sesamanya. Minimal dengan sanak keluarga.
Sikap individualisme tidak dibenarkan dalam Islam yang mengajarkan setiap muslim bertaawun.
Kalau individualisme dipegang teguh, apakah bisa kalau dia mati mengubur diri sendiri?
Bertaawun dapat menghilangkan egoisme, yang mementingkan diri sendiri. Orang egois abai pada orang lain. Termasuk penganut childfree. Menikah tanpa anak. Kehadiran anak dianggap merepotkan. Mengganggu privasi, profesi dan hobi.
Penganut childfree saat tua, lemah, harus sudah siap hidup kesepian tanpa keluarga tanpa masyarakat.
Taawun perintah Allah taala disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah: 2. Bertolong tolonganlah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan kejahatan.
“Dan orang beriman, laki laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan RasulNya.” (At-Taubah: 71)
Wujud Taawun
Ifthar jamai merupakan berbuka puasa bersama yang dilakukan banyak muslim di berbagai negara.
Pengundang dan yang diundang saling bertaawun. Saling menghormati undangan.
Ifthar jamai adalah potret kemakmuran umat dalam skala kecil. Mengundang makan bersama. Juga shalat berjamaah.
Ajaran Islam ini kalau dipraktikkan bisa mewujudkan kemakmuran umat. Saling tolong menolong dan memberi makan. Inilah potret baldatun thayibatun wa rabbun ghafur.
Buka puasa untuk kaum duafa, fakir miskin, anak yatim, pemulung, tukang becak, pengemis, pengamen, buruh tani, nelayan dan tuna wisma, pasti mejmbuat mereka bergembira. Makan bersama dan pulang dapat bingkisan.
Acara seperti ini membangun hubungan aghniya dan mustadafin, serta memperkuat ibadah dan keimanan. Bisa dilakukan di rumah orang kaya, di masjid, dan tempat lain.
Ifthar jamai dampak sosialnya lebih luas bagi kaum dhuafa. Apalagi di tengah mahalnya harga beras dan lauk pauk. Bisa menjadi pengganti Bansos pemerintah yang sudah habis digelontorkan saat Pemilu.
Ifthar jamai sudah menjadi tradisi. Bukan hanya di bulan Ramadhan. Ada tiap hari Senin dan Kamis masjid-masjid mengadakan buka puasa bersama. Juga ada rumah makan dan toko yang menyediakan makan minum berbuka tiap hari Senin dan Kamis.
Kalau ini menjadi gerakan meluas, maka kemakmuran makin mudah terwujud.
Editor Sugeng Purwanto