PWMU.CO – Film Kiblat yang dirilis di bioskop mulai Kamis (21/3/2024) menjadi polemik. Ada yang menuduh film horor itu merendahkan citra agama Islam.
Film ini diproduksi Leo Pictures. Disutradarai Bobby Prasetyo. Penulis skenario Lele Laila. Lokasi syuting Yogyakarta. Sederet pemainnya Yasmin Napper, Arbani Yasiz, Ria Ricis, Whani Darmawan, Dennis Adhiswara, Hana Saraswati, dan Keanu Azka.
Mulai dari poster film dan ceritanya dipersoalkan karena tak sesuai dengan judulnya. Poster film menampakkan orang pakai mukenah sedang rukuk tapi kepalanya terbalik dan berwajah seram. Di belakangnya ada tubuh lelaki berjubah tanpa kepala.
Poster film itu dikecam oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, Cholil Nafis. Dia menyebut film itu kampanye hitam terhadap ajaran agama.
Muhammad Cholil Nafis menulis di Instagramnya @cholilnafis (24/3/2024): “Saya tak tahu isi filmnya, maka belum bisa komentar. Tapi gambarnya seram ko’ judulnya Kiblat ya. Saya buka-buka arti kiblat hanya Ka’bah, arah menghadapnya orang-orang shalat.”
“Kalo ini benar, sungguh film ini tak pantas diedar dan termasuk kampanye hitam terhadap ajaran agama. Maka film ini harus diturunkan dan tak boleh tayang,” tulis Cholil Nafis lagi.
Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya M. Febriyanto Firman Wijaya menilai film Kiblat menggabungkan unsur horor dengan tema Islam namun gambar poster film tersebut tidak menggambarkan apa sebenarnya arti kiblat malah terkesan menyeramkan.
Menurut Febriyanto, ada kekhawatiran film ini dapat menyesatkan umat Islam. Dia mengungkap alasan itu.
Pertama, kesalahpahaman tentang Islam. Film-film horor bergenre Islam sering kali menampilkan gambaran yang tidak akurat tentang Islam dan ajarannya.
”Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan misinterpretasi, terutama bagi penonton yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam,” kata Febriyanto seperti ditulis website UMSurabaya.
Kedua, eksploitasi simbol Islam. Penggunaan ayat Al-Quran dan ritual keagamaan dalam film horor dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi. Hal ini dapat menyebabkan rasa tidak hormat dan menodai kesucian agama.
Ketiga, memperkuat stereotipe negatif. Film-film horor bergenre Islam kerap memperkuat stereotip negatif tentang Islam dan Islam, seperti mengasosiasikan Islam dengan kekerasan, takhayul, dan ilmu hitam.
”Hal ini dapat berkontribusi terhadap Islamofobia dan prasangka terhadap umat Islam,” ujar Riyan, panggilan akrabnya.
Keempat, dampak psikologis. Film horror terutama yang bertema religi, dapat memberikan dampak psikologis yang negatif bagi penontonnya, khususnya anak-anak dan remaja.
Seseorang akan mengalami mimpi buruk, kecemasan, dan ketakutan, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental mereka.
Kelima, mencari sensasi. Film ini dibuat semata-mata mencari sensasi dan keuntungan komersial, tanpa memperhatikan dampak negatifnya terhadap umat Islam.
Riyan meminta pembuatan film edukasi yang menjelaskan Islam secara akurat dan komprehensif untuk melawan kesalahpahaman dan misinterpretasi serta tidak hanya berdasarkan tranding dan mengejar jam tayang.
Dikatakan, penting menerapkan klasifikasi film yang ketat untuk memastikan bahwa film-film horor bergenre Islam tidak ditonton oleh anak-anak dan orang yang mudah terpengaruh.
Film Kiblat mengisahkan seorang gadis yang ingin lepas dari pengaruh ajaran ayahnya yang sesat demi kesaktian dan dukun penggandaan uang. Dia ingin keluar dari pengaruh itu dengan menjalankan ajaran Islam.
Editor Sugeng Purwanto