PWMU.CO – Islam berkemajuan dan wasathiyah di dunia pendidikan menjadi bahasan Kajian Ramadhan Majelis Dikdasmen dan PNF PDM Lamongan di Aula Gedung Dakwah, Sabtu (30/3/24).
Hadir sebagai pembicara Sekretaris PWM Jatim Prof Dr Biyanto. Dia menyampaikan materi Internalisasi Nilai-nilai Islam Berkemajuan dan Wasathiyah di AUM Pendidikan.
Dia membuka dengan menunjukkan perkembangan Muhammadiyah di luar negeri, misalnya Jerman Raya, Amerika Serikat, Australia.
”Juga di Malaysia yang mayoritas para pengurusnya orang Lamongan, terutama Banglades, alias Lamongan Deso,” kata Pak Bi, sapaan akrabnya.
Kemudian dia mengatakan, frasa berkemajuan sesungguhnya sudah ada sejak Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912.
Tertulis dalam statuen Muhammadiyah tujuannya ’Memajoekan hal igama kepada anggauta-anggautanya.’
Frasa berkemajuan juga bisa ditemukan dalam pernyataan Kiai Dahlan berikut ini: ”Dadio kiai sing kemajuan lan ojo kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah.” Artinya, jadilah kiai yang berkemajuan dan jangan pernah lelah bekerja untuk Muhammadiyah.
Sambil mengutip tulisan Prof Abdul Mu’ti, Pak Bi menyampaikan, karakter berkemajuan Kiai Dahlan itu ningrat tapi merakyat, kritis tapi konstruktif, kaya dan bersahaja, alim namun tidak ekstrem, teguh tapi tidak angkuh, Arab tapi tidak kearab-araban, guru tetapi tidak menggurui, taat tetapi tidak radikal, berani namun rendah hati, puritan tapi inklusif, priyayi tapi melayani, hartawan dan dermawan, kiai namun tidak semuci, elite tapi tidak elitis, Jawa tetapi tidak kejawen, terbuka namun tidak liberal, dan bersahabat tetapi tidak menjilat.
Wasathiyah
Sementara untuk mengembangkan risalah Islam Berkemajuan harus berlandaskan tauhid, kembali pada al-Qur’an dan sunnah, menghidupkan ijtihad dan tajdid, mengembangkan wasathiyah, dan menunjukkan sifat rahmatan lil alami.
Pak Bi menyampaikan, memajukan konsep Islam berkemajuan dan mencerahkan umat Islam, maka AUM Pendidikan harus mengimplementasikan ajaran Islam yang menekankan kesatuan iman dan amal.
Mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
”Menjadikannya sebagai media dakwah persyarikatan sekaligus sebagai pendidikan kader,” ujarnya.
Dia menjelaskan, wasatho, artinya tengah, pertengahan. Yang ada di antara dua sisi atau dua ujung. Waasith orang yang di tengah. Awsath yang paling tengah.
Menurut Pak Bi, wasathiyah secara populer dipahami sama dengan moderasi, berarti sedang atau pas, tidak lebih dan tidak kurang.
”Dalam Bahasa Inggris, moderation dimaknai dengan average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak),” katanya.
Dalam pengertian ini, kata moderat digunakan untuk menyatakan adanya keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak.
Dijelaskan, konsep Islam tengahan mempunyai landasan normatif juga perspektif historis. Misalnya, potongan ayat 143 surat al-Baqarah
“Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Demikian juga dalam surat an-Nisa ayat 171
Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
Juga surat al-Maidah ayat 77.
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.”
”Dengan demikian wasathiyah menjadikan pemeluknya terhindar dari sikap ekstrem dan berlebih-lebihan dalam beragama atau al-ghuluw,” ujarnya.
Diterangkan, sejarah peradaban umat selalu diwarnai dialektika orientasi ideologi pemikiran keagamaan yang akhirnya memunculkan kelompok tengahan.
Moderasi penting untuk mengkonter radikalisme dan ekstremisme. Moderasi menjadi jalan tengah pertentangan antara liberalisme lawan fundamentalisme.
Pendangkalan Akidah
”Jika di tataran praktik, ada adzan di gereja, ada shalawatan di peringatan Natal, termasuk mengakomodasi semua bentuk budaya yang dengan dalih kearifan lokal, bahkan budaya itu bertentangan dengan ajaran Islam, tentu menjadi tantangan dari proyek moderasi ini,” ujarnya.
”Moderasi model begini, tidak lebih sebagai sebuah proyek pendangkalan akidah umat Islam,” tandasnya.
Islam wasathiyah mempunyai ciri dan karakter
- Tawaazun ( berkeseimbangan)
- Tawaasuth (pertengahan, mengambil jalan tengah)
- Syuuro (musyaawaroh)
- Tasammuh (toleransi )
- I’tidal (lurus tegas)
- Awlawiyah (mendahulukan prioritas)
- Ishlah (reformis)
- Musaawah (egaliter non diskriminasi)
- Tahaddur (berkeadaban)
- Tathawur wa ibtikar (dinamis kreatif inovatif)
- Wathaniyyah wa muwathanah (persaudaraan dan sikap pengakuan kewarganegaraan)
- Qudwatiyyah (melakukan kepeloporan dalam prakarsa-prakarsa kebaikan)
Penulis Mustain Masdar Editor Sugeng Purwanto