PWMU.CO – Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 138, Allah berfirman yang artinya “Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghah-nya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya kami tunduk patuh”. Apa yang dikemukakan dalam ayat ini adalah tentang ajaran Nabi Ibrahim, seperti keesaan Allah, penyerahan diri secara penuh kepada Allah tentang Islam, dan lain-lain.
Kata shibghah adalah celupan. Jika Anda mencelupkan sesuata, maka sesuatu itu akan mengambil warna sesuai warna celupan, dan ia akan meresap ke dalamnya. Hal ini berbeda dengan cat yang tidah meresap dan hanya mewarnai permukaannya saja. Sedangkan celupan meresap dan menyatu ke dalam pori-pori.
Dalam ayat di atas, celupan yang dimaksud adalah iman yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim As kepada umatnya. Sebagai gambaran, kain yang dicelup dengan warna tertentu akan sama warnanya, dan jelas terlihat ke permukaan. Ia berbeda dengan celupan lain dengan mengambil warna yang lain. (*)
(Baca: Membangun Masyarakat Butuh Barisan Perempuan)
Demikian juga kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW, tentunya berbeda dalam keimanan dengan umat yang lain, meskipun masing-masing telah dicelup. Celupan kita adalah celupan Allah. Boleh jadi warna yang dipilih sama, tetapi kualitasnya berbeda. Celupan yang baik tidak akan luntur walau silih berganti panas dan dingin, angin dan embun menerpanya. Demikian juga dengan celupan Allah.
Maka shibghah–nya kader Muhammadiyah-‘Aisyiyah amat terkait dengan internalisasi nilai-nilai ke-Muhammadiyahan atau pendidikan Ideologi di Muhammadiyah dan ini yang menentukan letak militansi seorang kader.
Kita ketahui dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), istilah militansi merupakan kata dasar dari militan yang memiliki arti bersemangat tinggi, penuh gairah, memiliki kemauan atau berhaluan keras. Sedangkan istilah militansi mengandung arti seseorang yang memiliki sifat ketangguhan dalam berjuang dalam menghadapi berbagai kesulitan yang ditemuinya.
(Baca juga: Aisyiyah Berjuang Lindungi Anak dan Perempuan dari Kekerasan)
Kader (Perancis: cadre) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah,maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga akan lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan, militan, dan penuh semangat.
Dalam pengertian lain, kader (Latin:quadrum), berarti empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen. Jadi, jelas bahwa orang-orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat asas dan berinisiatif, yang dapat disebut sebagai kader.
Jadi, militansi kader atau kader yang militan adalah anggota inti yang merupakan tulang punggung dari sebuah organisasi yang memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala macam hambatan dan tantangan hidup dengan penuh semangat dan berhaluan keras.
Militansi itu harus ditunjukkan dalam gerak nyata, yang oleh ‘Aisyiyah dirumuskan dalam sistem perkaderan ‘Aisyiyah dengan kriteriasebagai berikut:
- Beriman yang benar dan teguh serta melaksanakan ajaran Islam pada semua segi kehidupan.
- Iman dan taqwanya menjadi motivator dan dinamisator dalam segala aktivitasnya dengan semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
- Norma agama manjadi tolok ukur dalam menentukan tujuan dan cara pelaksanaannya.
- Yakin bahwa ber-‘Aisyiyah mengantarkan menjadi hamba Allah yang taqwa, menuju kebahagiaan dunia akhirat. Bangga berjihad dengan ‘Aisyiyah.
- Siap melaksanakan tugas organisasi kapan dan dimanapun.
- Berorientasi pada kemajuan dan berjiwa optimis serta peka terhadap perkembangan dan situasi masyarakat bangsa dan negara.
- Berkemampuan sebagai subyek dakwah, yang memiliki wawasan luas, menguasai teknologi, media dan informasi sebagai bagian dari strategi dakwah.
- Selalu siap berperan sebagai pelaku perubahan (agent of change) bagi organisasi.
Inilah yang coba dijalankan Siti Bariyah, Ketua PP Aisyiyah Pertama. Tidak hanya berputar dari dapur, sumur, dan kasur, tetapi mampu berkiprah dalam berbagai segmen, tatanan, dan pertarungan peradaban. Bahkan Nyai Walidah Dahlan menjawabnya dengan totalitas bersama suaminya menegakkan amar makruf, membangun solidaritas dan memperbaiki kualitas keilmuan serta membangun jaringan politik, ekonomi, dan budaya.
Itulah ‘Aisyiyah sejati, yang sekarang tergambar dengan jelas mulai ranting hingga PP Aisyiyah dengan berbagai bidang garap yang luar biasa. Semoga para perempuan berkemajuan mampu meneruskan garis juang ini. Amin.