PWMU.CO – Tazkiyatun nafs menjadi bahasan Kajian Ramadhan online Aisyiyah se Jatim, Ahad (7/4/2024).
Pembicara Umi Thohiroh SAg MH, Sekretaris Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim.
Kajian online diikuti oleh kader Aisyiyah se Jawa Timur sebanyak 90 peserta. Acara dilaksanakan pukul 12.30 – 14.00 WIB.
Umi Thohiroh menjelaskan, tazkiyatun nafs atau pembersihan jiwa adalah wujud jiwa manusia yang berkualitas tinggi yang memiliki budi pekerti luhur atau akhlaqul karimah.
Cara mencapainya bisa dengan bimbingan guru atau murabbi. Caranya mengosongkan diri dari sifat tercela (takholli) dan mengisi dengan sifat terpuji (tahalli) sehingga tampil cantik lahir dan batin.
”Perbuatan tercela itu seperti riya dan sum’ah, takabur, dan ujub atau berbangga diri,” katanya.
Riya, sambungnya, berasal dari kata ru’yah, maknanya pengelihatan. Makna secara bahasa, riya adalah orang melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan hakikatnya.
”Jadi, riya adalah seseorang yang melakukan amal ibadah untuk mencari perhatian manusia. Harapannya, mereka memuji dan mengagumi perbuatannya itu,” katanya.
Sum’ah, kata dia, adalah seseorang melakukan amal ibadah untuk diperdengarkan kepada orang lain.
Antara riya dan sum’ah relatif sama. Riya berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga.
Rasulullah saw bersabda
إنَّ أخْوَفَ ما أخافُ عليكم الشِّركُ الأصْغَرُ، قالوا: وما الشِّركُ الأصْغَرُ يا رسولَ اللهِ؟ قال: الرِّياءُ؛ يقولُ اللهُ عزَّ وجلَّ لهم يومَ القِيامةِ إذا جُزِيَ الناسُ بأعمالِهم: اذْهَبوا إلى الذين كنتُم تُراؤون في الدُّنيا، فانظُروا هل تَجِدون عِندَهُم جزاءً
Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian sekarang ini adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya: apakah syirik kecil itu ya Rasulullah? Beliau menjawab, ia adalah riya’. Nanti pada hari kiamat saat manusia memperoleh balasan amalnya, Allah swt berfirman: pergilah kepada orang-orang yang dulu di dunia kalian pamer pada mereka. Apakah kalian dapatkan balasan di situ? Tentu jawabnya adalah tidak ada. (Hadits Riwayat al-Mundziri)
”Cara mengatasi riya dan sum’ah adalah fokus pada niat ibadah hanya untuk Allah,” tandasnya.
Pahami apa yang kita punya itu hanyalah milik Allah. Hindari menimbulkan kecemburuan sosial bagi orang lain. Senantiasa berdzikir kepada Allah.
Sedangkan takabur, dia menjelaskan, sifat angkuh, ingin menjatuhkan orang lain, merasa senang dan bahagia orang lain bernasib sial.
”Obatnya adalah meningkatkan rasa syukur di dalam diri dan dermawan,” tandasnya. ”Kemudian menyadari kekurangan diri agar tidak mudah merasa hebat,” tambahnya.
Kemudian Umi Thohiroh mengutip surat Luqman: 18
ولَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Penulis Dian R. Agustina Editor Sugeng Purwanto