PWMU.CO – Jadikan Idul Fitri sebagai momentum silaturahmi. Demikian pesan Afifun Nidlom SAg MPd MH dalam khotbah Idul Fitri 1445 di halaman Masjid al-Ihsan Lebanisuko, Wringinanom, Gresik, Jawa Timur, Rabu (10/4/24).
Di awal khotbahnya, Nidlom menjelaskan, puasa Ramadhan seperti fase kepompong dalam proses metamorfosis kupu-kupu. “Sebulan penuh giat tarawih, tilawatil Quran, sddekah, maka setelah hari raya jangan berhenti, harus tetap istikamah,” ungkapnya.
Kemudian ia menyampaikan, Idul Fitri momentum yang tepat untuk silaturahmi. Tapi ia mengingatkan agar menjauhi empat hal. Pertama, menjauhi pamer kelebihan ibadah selama Ramadhan.
“Hendaknya kita bersyukur bisa melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan dengan lancar, bukan takabbur atau menyombongkan diri. Ingat, ciri orang sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain yang juga merupakan sifat iblis,” ucap lulusan S3 UINSA prodi Ekonomi Syariah itu.
Nidlom mencontohkan alasan Allah mengeluarkan Iblis dari surga. Yakni kesombongan. “Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah,” ucapnya menirukan perkataan iblis dalam Quran.
Kedua, sambungnya, agar menjauhi sifat tamak. Nidlom menjelaskan, momen Idul Fitri kerap menjadi kesempatan untuk makan-makan. Baik dengan keluarga maupun sahabat. Tapi malah berlebihan karena menuruti keinginan.
“Semua ingin dimakan. Ingat, Nabi Adam AS diturunkan dari surga ke bumi karena tamak dan melanggar aturan Allah,” ujar Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ini.
Jauhi Dengki
Ketiga, menjauhi sifat iri atau dengki. Nidlom menjelaskan, kejahatan di muka bumi termasuk terjadinya pembunuhan disebabkan karena iri.
Ia mengisahkan, pembunuhan pertama kali yang dilakukan putra nabi Adam terjadi karena iri. “Qobil tega membunuh saudaranya sendiri (Habil) karena iri,” tuturnya.
Ia menambahkan, orang yang mengajarkan kebaikan akan mendapatkan kiriman pahala. Begitu pula sebaliknya, yang mengajarkan keburukan akan mendapatkan kiriman dosa.
“Qobil pun demikian. Dia akan mendapatkan kiriman dosa karena mengajarkan pembunuhan,” tegas Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Sidoarjo itu.
Keempat, menghindari sifat khianat. Ia menyadari momentum lebaran sering menjadi ajang reuni teman sekolah, kuliah atau yang pernah tetanggaan.
“Jangan jadikan pertemuan tersebut untuk mengingat masa lalu yang akan mengkhianati keluarga karena ada rasa saling cinta,” ungkap Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PWM Jatim ini.
Nidlom justru berpesan, “Jadikan momentum Idul Fitri ini untuk tetap menjaga kesuciannya dengan meningkatkan ibadah.”
Selain itu, ia juga berpesan agar momentum Idul Fitri digunakan untuk saling mendoakan. Khususnya mendoakan pendahulu yang berdakwah dalam kemajuan Islam.
“Berkat jasa merekalah kita menjadi seperti sekarang ini. Iman ada di dalam dada kita karena izin Allah,” tegas Pengasuh Kajian al-Badar PWM Jatim ini.
Kemudian ia membacakan Firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 22, “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”
Nidlom pun mencontohkan Musailamah, orang yang pernah hidup di zaman Nabi Muhammad. Ia Islam dan bersyahadat di depan Nabi. Tetapi ketika Nabi wafat, ia malah mengaku sebagai Nabi.
“Karena itu, tidak ada yang menjaga keimanan selain kita sendiri. Ayo lanjutkan ibadah-ibadah yang kita lakukan selama Ramadhan, jangan berhenti!” pesannya. (*)
Penulis Heri Siswanto Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post