VAR, Asisten Wasit Bermata Jeli, kolom opini oleh Bening Satria Prawita Diharja, guru olahraga.
PWMU.CO – Di menit ke 61 pemain gelandang Timnas U-23 Indonesia Muhammad Ferarri menyarangkan bola ke gawang Uzbekistan. Suporter di Stadion Abdullah bin Khalifa Doha Qatar langsung bersorak gol.
Wasit Shen Yinhao dari Cina meniup peluitnya, namun sejenak dia memberhentikan pertandingan. Ferarri dan teman-temannya yang kadung bersuka cita merayakan gol jadi terdiam bertanya apa yang terjadi.
Shen Yinhao memegang headseatnya. Sepertinya sedang mendengarkan call dari penjaga VAR (Video Assistant Referee). Tak lama kemudian ia berlari menuju layar monitor VAR di pinggir lapangan.
Beberapa menit wasit Shen Yinhao berdiskusi dengan tim wasit VAR soal gol Ferarri setelah melihat video dari beberapa angle.
Sejurus kemudian ia kembali ke lapangan. Meniup peluit sambil memberi kode gol dianulir karena ada pemain offside lebih dulu.
Sontak memantik reaksi keras kekecewaan kubu Timnas U-23 Indonesia dalam pertandingan semifinal Piala Asia, Senin (29/4/2024) malam waktu Indonesia.
Sejak pertama kali FIFA (Fédération International Football Association) menerapkan VAR tahun 2018 di Piala Dunia Rusia, hingga kini telah menimbulkan sejumlah kontroversi laga internasional.
VAR awalnya dirancang dalam proyek Wasit 2.0 Belanda awal 2010. Teknologi ini mulai diujicoba di liga tertinggi Belanda, Eredivise, musim 2012-2013. Hasilnya sukses.
Asosiasi Sepak Bola Belanda kemudian mengajukan petisi kepada Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) untuk mengubah aturan yang mengizinkan pemutaran ulang video selama pertandingan.
Usulan Belanda itu direspons negatif Presiden FIFA saat itu, Sepp Blatter. Setelah Blatter dicopot dari jabatannya karena skandal korupsi, barulah VAR mendapatkan respons positif.
Presiden FIFA berikutnya, Gianni Infantino, mengizinkan uji coba VAR untuk pertandingan internasional pada 2016. Pertama kali diujicoba dalam laga internasional Prancis melawan Italia pada Juni 2016.
Sejak itu VAR diterapkan di semua kompetisi sepakbola profesional. Seperti Liga Inggris, Italia, Spanyol, Liga Champion, Piala UEFA, FIFA, Conmebol, AFC, dan CAF.
Federasi sepak bola Indonesia pertama kali pakai VAR ada final Elite Pro Academy (EPA) U-20 antara Persis Solo versus Persita Tangerang di Stadion Manahan, Kamis (7/3/2024) dengan skor 3-1.
VAR sangat membantu wasit di tengah lapangan membuat keputusan ketika dirinya ragu-ragu. Tayangan ulang video dari kamera yang dipasang di berbagai sisi memberikan fakta yang terjadi. Fakta itu bisa terjadinya gol, pelanggaran, dan posisi pemain.
Namun wasit tak bisa selalu melihat tayang ulang video untuk membuat keputusan di tengah pertandingan. Namanya bukan wasit profesional dan tak percaya diri. Karena itu kalau ada wasit selama pertandingan beberapa kali membuat keputusan berdasar tayang ulang video lebih baik dipensiunkan.
Sebab wasit menghentikan pertandingan lalu melihat video ulang membuat mood pemain hilang. Bisa merusak permainan. Kehilangan momentum pertandingan. Terutama ketika satu tim tengah membangun serangan di tengah pertandingan. Alhasil, momentum itu hilang saat instruksi operator VAR meminta pertandingan dihentikan sementara.
Penggunaan VAR harganya memang mahal. Laporan Yorkshire Post, di Liga Inggris pada 2021, satu pertandingan biaya VAR sebesar 9.251 poundsterling, setara Rp 175 juta. Biaya ini pelatihan wasit VAR.
Di Indonesia harganya juga sama sekitar Rp 150-200 juta. Jumlah uang yang tidak sedikit demi untuk mendapat sebuah sportivitas dalam pertandingan olahraga.
VAR hanya alat bantu dalam sebuah pertandingan. Wasit sebagai pengadil di lapangan. Terkadang keputusannya ada yang menguntungkan dan ada juga merugikan tim.
Editor Sugeng Purwanto