PWMU.CO – Musik dan syair dibahas dalam kajian PRM Grabagan Tulangan Sidoarjo di Masjid al-Mahdi Perumtas 3 Blok E3 No. 24, Sabtu (11/5/2024) bakda Magrib.
Pembicara anggota PDM Sidoarjo Imam Mahfudzi MFilI, dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Tema musik dan syair ini sekarang lagi viral di medsos menanggapi ceramah Ustadz Adi Hidayat yang menafsirkan surat asy-Syu’ara dalam al-Quran itu bisa diartikan juga sebagai musik karena berkaitan dengan syair.
Imam Mahfudzi menjelaskan, dalil mengenai musik ada dalam kitab Fikih Sunnah tulisan Sayid Sabiq. Ada dua dalil hadits yang bersinggungan mengenai syair atau lagu.
Pertama, diceritakan Hasan bin Tsabit pernah ditemui Umar bin Khattab di dalam masjid sedang bersyair atau bernyanyi. Umar langsung memelototi Hasan bin Tsabit.
Hasan tidak terima diperlakukan Umar seperti itu. Hasan bin Tsabit lantas berkata,”Dulu saya bersyair di tempat ini ada orang yang lebih baik dari anda (maksudnya Nabi Muhammad saw) dan Nabi tidak melarang saya justru nabi mendoakan saya.”
Lantas Hasan menoleh kepada Abu Hurairah sambil bertanya,”Apakah benar Nabi mendoakan saya pada saat saya membaca syair?”
”Ya,” jawab Abu Hurairah.
Umar bin Khattab pun diam. Hasan bin Tsabit adalah sahabat Nabi yang banyak menyusun syair.
Imam Mahfudzi kemudian menyampaikan kisah kedua dalam hadits di kitab Fikih Sunah Bab Shalat Id.
Sahabat Anas menceritakan Nabi hijrah ke Madinah. Orang Madinah atau Yatsrib menpunyai dua hari yang biasa dirayakan dengan biasa main-main.
”Penjelasan arti main-main di sini bernyanyi dan bermain musik. Maka Nabi bersabda: hai orang Madinah tidak ada hari raya yang lebih baik selain dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sumber hadits Nasa’i ibnu Hiban dalam sanad sahih,” kata Imam Mahfudzi.
Imam Mahfudzi menjelaskan, perdebatan masalah musik atau syair dalam tafsir Quran sudah lama terjadi antara ulama.
”Sejak zaman sahabat Nabi jadi tidak usah heran hari ini dimunculkan oleh orang yang membenci musik,” kata Wakil Ketua PDM Sidoarjo bidang tarjih, tajdid, dan tabligh.
Kemudian dia menyampaikan kaidah ushul fikih hukum Islam.
Pertama, semua ibadah itu haram maka tidak boleh seorang beribadah suatu ibadah kecuali ada contoh dari Nabi dan perintah dalil dari al-Quran dan as-sunnah.
Dia menambahkan dalil Ali Imran ayat 31.
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ayat ini, sambung dia, menurut tafsir para ulama bahwa ibadah harus ada contoh dari Nabi tidak boleh menciptakan atau membuat sendiri.
Kedua, hukum semua yang diciptakan Allah itu boleh. Semua barang atau perkara itu hukumnya mubah. Selama tidak ada hukum yang mengharamkan barang atau perkara itu maka boleh.
Wakil Ketua MUI Sidoarjo ini lantas membacakan kumpulan tanya jawab Syeh bin Baz, ulama Arab Saudi, mengenai lagu atau syair.
Bin Baz berpendapat lagu-lagu itu haram. Ulama-ulama juga sebagian mengharamkan dengan dalil surat Lukman: 6.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْتَرِيْ لَهْوَ الْحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِغَيْرِ عِلْمٍۖ وَّيَتَّخِذَهَا هُزُوًاۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ
Di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
Ayat di atas, kata Imam Mahfudzi, menjelaskan, perkataan yang tidak bermakna yang menjauhkan dari perintah agama itu haram.
Dalil ayat ini yang menjadi pegangan ulama yang mengharamkan musik bila musik atau syair bertentangan dengan agama bahkan membuat orang lupa melaksanakan syariat agama.
Kemudian dia merujuk putusan Tarjih Muhammadiyah, hukum musik atau syair hukum asalnya mubah, boleh.
”Dibolehkan bila pengunaan musik atau syair menjadi alat dakwah. Semakin mendekatkan diri pada syariat. Memberikan semangat beragama. Tetapi bisa menjadi haram bila musik menjauhkan dari syariat agama,” tegasnya.
Penulis Sumardani Editor Sugeng Purwanto