PWMU.CO – PCM Ngagel Surabaya mengadakan Silaturrahim Idul Fitri 1445 H di Mas Mansyur Hall SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya Tower Lantai 6, Ahad, (12/05/2024).
Kegiatan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Surabaya ini bertajuk Perkuat Silaturahmi dengan Semangat Kebangsaan dihari sekitar 670 orang dari AUM Cabang Ngagel yaitu guru dan karyawan SD Muhammadiyah 4, SD Muhammadiyah 16 Kreatif, SMP Muhammadiyah 5, SMA Muhammadiyah 2. Selain itu beberapa TK ABA cabang Ngagel serta perwakilan dari PRA/PRM dan PCA cabang Ngagel.
Kegiatan praacara hadirin disuguhi hiburan dari beberapa TK Aisyah Bustanul Atfal, diantaranya TK 07 menampilkan fashion show, TK 20 Kolintang, TK 21 senam pelajar pancasila, TK 34 nasyid, TK 39 tari dayak serta TK 42 tapak suci.
Dalam paparannya, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah H Fathur rahman Kamal Lc MSi mengajak bersyukur sebagai seorang muslim, yang kedua bersyukur sebagai Bangsa Indonesia.
“Di sini, di Indonesia kita bisa menyelenggarakan pengajian yang diawali dengan pembacaan al-Qur an, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Sang Surya lalu dilanjutkan kajian seperti ini tidak mendengar ledakan bom. Bayangkan saja di negara Timur tengah yang sedang perang atau sengketa, apakah bisa seperti ini?” ucapnya dengan lantang.
Dia menuturkan, nikmat seperti ini harus kita syukuri, yaitu nikmat kebangsaan, jangan sampai kita kufur nikmat.Indonesia adalah itu darussalam, negeri yang damai.
Dalam konteks Muhammadiyah dengan pemikiran dengan proses sangat panjang, menyimpulkan secara teologis dan ideologis suatu kesadaran beragama terhadap negara ini adalah konsensus. Indonesia adalah Negara yang disepakati menjadi NKRI dan Pancasil sebagai dasar negara yang kita sebagai rakyat menjadi saksi sebuah peradaban, termasul hal yang terkait dengan perdamaian.
Dia menuturkan, perdamaian dan persaudaraan itu bukan membaca 1000 hadis baru ketemu permasalahan, karena beda paham lalu saling kafir mengkafirkan sesama muslim. Padahal mengafirkan persoalan persoalan kilafiah sangat berat konsekuensinya dalam aqidah Islam.
Menyinggung tema silaturrahim, dia menukil sebuah hadis, Orang-orang yang penyayang disayangi oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. Sayangilah penduduk bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh penduduk langit. Rahim itu adalah bagian dari kata Rahman, (Allah Swt Berfirman). ”Barang siapa yang menghubungkannya, maka Aku berhubungan dengannya. Dan barangsiapa yang memutuskannya, Aku putuskan dia,” ucapnya.
Di sinilah, lanjutnya, pentingnya silaturahim apalagi sesama muslim, jangan memutuskan silaturrahim apalagi mengkafirkan saudara sendiri. Jika ini sampai terjadi maka disintegritas bangsa.
Dalam konteks sebagai bangsa menjaga silaturahim sama halnya dengan menjaga kebersamaan dalam komitmen kebangsaan. “Indonesia itu luas satu hal yang harus kita pertahankan komitmen kebangsaan sesuai dengan pancasila sila kesatu sampai kelima,” tegasnya.
Dia mengatakan, pada sila ketiga juga sudah ditekankan agar kebersamaan tetap terjaga maka harus bersatu, berdamai. “Bagaimana untuk menjaga hal tersebur?” tanyanya retoris.
Pertama, mengedepankan karomatul insan yang artinya manusia itu mulia, apapun agamanya, rasnya harus kita hormati. Seperti ajaran Rasulullah yang tetap menghargai orang Kafir. Tidak boleh mencela Tuhan pemeluk agama lain. Mencaci maki atau mencela tidak diperbolehkan.
Kedua, menghargai perbedaan. Perbedaan, kebhinekaan dan pluralistas adalah qadrati dari Allah sama seperti pergantian siang dan malam. Adanya laki-laki perempuan, adanya pemimpin dan rakyat. “Maka hal yang sama perbedaan agama keyakinan itu kodrati,” ucapnya.
Selanjutnya untuk menjaga kebersamaa dalam mengajarkan Islam, sambungnya, ketiga seperti yang diajarkan Rasulullah tidak ada pemaksaan atau intimidasi.
Dia kemudian mencontohkan pada Peristiwa Fathul Mekah yang tidak melakukan intimidasi kepada orang orang kafir quraisy untuk masuk Islam. Tidak ada tabligh akbar ataupun ceramah namun akhirnya kaum quraisy masuk Islam.
“Yang sering terjadi saat ini mubaligh berdakwah selalu mengafirkan atau menyerang saudaranya sendiri yang berbeda paham, hal ini sebaiknya tidak terjadi,” ungkapnya.
Keempat sebagai muslim sebaiknya jangan mudah konfrontasi, saling menghargai perbedaan pendapat. Kelima, dakwah yang kita lakukan dalam konteks realita sosial harus menegakkan keadilan, berdakwah dengan rahmah.
“Berdakwah secara adil, contohnya kita juga berdakwah kepada waria dan kelompok LGBT,” katanya.
Di akhir paparannya dia berpesan kepada hadirin untuk tidak mengkafirkan saudara karena berbeda paham. Jangan mengikuti shahwat yang merasa diri kita lebih baik dari orang lain karena hal Hal ini merupakan karakter iblis bernama kesombongan yang harus kita hindari.
“Sebagai warga muhammadiyah jangan tinggalkan ghirah perjuangan, niatkan untuk benar benar berjuang di Muhammadiyah, jangan menjadi pecundang di Muhammadiyah, jangan jadi benalu. Jadikan perjuangan di Muhammadiyah ini sebagai Jihad Fii sabilillah,” ucapnya.
Jangan, tegasnya, tidak taat kepada Allah, berkhianat pada rasulullah karena Muhammadiyah adalah amanat dari Allah.
Selepas mengikuti kajian peserta silaturahim bisa menikmati jamuan istimewa yang telah disiapkan diantaranya lontong sate, lontong gule, soto ayam, soto daging dan rawon. Hanya dengan menukarkan kupon makan bisa menikmati salah satu menu. (*)
Penulis Tanti Puspitorini. Editor Ichwan Arif.