Gerakan Salafi Wahabi, Waspadai Empat G oleh dr Tjatur Prijambodo, Direktur RS Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Sidoarjo.
PWMU.CO – Gerakan Salafi Wahabi ramai dibicarakan lagi setelah Ustadz Adi Hidayat dihujat oleh orang Salafi soal tafsir surat asy-Syu’ara.
Sesungguhnya sudah cukup lama mereka menyusup di Amal Usaha Muhammadiyah di bidang apapun. Kesehatan, pendidikan, sosial, dan lainnya.
Hal itu bisa dirasakan ketika ada karyawan pada perjalanannya menjadi kelompok karyawan yang menunjukkan ketidaksetujuan dengan keputusan pimpinan AUM.
Dalam pengamatan penulis, ada beberapa ciri ketika AUM disusupi Salafi Wahabi. Untuk itu diperlukan kewaspadaan pengaruh ideologi selain Muhammadiyah. Khususnya di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Penulis menyebutnya sebagai Waspada Gerakan Empat G Salafi Wahabi di AUM.
G pertama adalah gremeng (menggerutu) terhadap apapun yang sudah diputuskan oleh Muhammadiyah. Mulai dari keputusan PRM sampai dengan PP Muhammadiyah. Gerakan ini memprotes keputusan atau Maklumat PP Muhammadiyah. Semisal, tentang penetapan Idul Fitri.
G kedua, gremet (merambat). Kalau G yang pertama hanya untuk dirinya sendiri. Maka G yang ini, sudah mulai mengajak teman. Gerakan Salafi ini memengaruhi orang lain untuk ikut gerakannya.
Jika di AUM sudah ada pengajian rutin, maka gerakan G yang ketiga mereka membuat kajian baru. Bisa ditempatkan di AUM atau di tempat lain.
Apabila mereka sudah menjalankan, maka muncul G ketiga, gerogoti (menggerogoti). Mereka yang sudah mulai merasa punya pengikut akan berani melawan keputusan Persyarikatan Muhammadiyah.
Mereka dengan berani mengatakan, kamilah yang benar, Muhammadiyah salah. Paling menguatirkan, adalah G keempat, Gempur.
Pada perjalanannya, gerakan ini akan mengambil alih aset Muhammadiyah dan akan mengelola sesuai dengan yang mereka kehendaki.
Pimpinan AUM harus mewaspadai gerakan ini, jangan sampai aset Muhammadiyah lepas karena keteledoran kita sendiri. Jika ada tanda Gerakan Salafi 4G, segera amputasi agar tidak mengotori AUM.
Senyampang masih ada 1 G, segera tangani dan dibina dengan baik. Tetapi jika tidak bisa, sudah selayaknya ‘dibinasakan’.
Dalam ber-Muhammadiyah harus secara simbolik dan esensi. Tidak cukup hanya menempel stiker Muhammadiyah di motor, mobil ataupun rumah. Tetapi juga harus dengan berperilaku Muhammadiyah.
Sebaliknya, jika berperilaku Muhammadiyah, tetapi malu mengaku Muhammadiyah, karena tidak memiliki identitas apapun yang menunjukkan bahwa dia Muhammadiyah, juga tidak tepat.
Jadi ber- Muhammadiyah harus secara kaffah. Selamatkan aset Muhammadiyah di AUM.
Editor Sugeng Purwanto