PWMU.CO – Shalat jamak qashar dan darurat menjadi materi yang diajarkan di pelatihan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW).
Hal itu dijelaskan M. Zainal Abidin, Ketua Panitia Latihan Kepanduan dan SAR (Latgabpansar) Qobilah KH Mas Mansur SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Smamda) di bumi perkemahan Bernah De Vallei Pacet Mojokerto, Kamis (23/5/2024).
Ramanda Zainal ini mengatakan, menggabungkan dua waktu shalat dengan diperpendek rakaatnya merupakan rukshah (keringanan) bagi musafir.
Anak-anak HW Smamda, kata dia, tidak cukup belajar secara teori atau praktik sekadarnya. Justru anak-anak perlu mengalami langsung shalat jamak qashar di kegiatan luar kota ini.
“Peserta pelatihan langsung melaksanakan shalat jamak qashar Duhur dan Ashar, Magrib dan Isya,” tambahnya.
Shalat dilakukan secara berjamaah, bukan munfarid (sendirian). Petugas shalat mulai muadzin dan imam juga dari peserta.
“Di acara ini anak-anak juga belajar menjadi muadzin dan imam. Insyaallah anak-anak terlatih dan siap,” terang Ramanda Zainal.
Selain belajar kaifiyah (tata cara) shalat, peserta juga belajar shalat dalam kondisi darurat. Anak-anak perlu mengetahui kaifiyah shalat saat bencana maupun bertugas di alam terbuka.
“Latgabpansar ini membekali anak-anak dalam suasana gawat darurat. Seperti terjadi gempa atau banjir,” lanjut Ramanda Zainal.
Di medan bencana, pelaksanaan shalat bisa jadi tidak normal. Misalnya kekurangan air atau tempat seadanya. “Jadi anak-anak shalat di lapangan terbuka, tanahnya tidak datar. Tempatnya juga seadanya,” ujarnya.
Melalui pembiasaan itu diharapkan anak-anak siap untuk hidup dan bekerja dalam segala kondisi. Juga memiliki kepedulian dan kepekaan bencana.
“Anak-anak bisa belajar mandiri dengan segala keterbatasan yang dihadapi. Ini bisa jadi pengalaman berkesan,” pungkasnya.
Penulis Ernam Editor Sugeng Purwanto