PWMU.CO – Islam tidak mengajarkan meminta umur panjang tapi umur yang berkah dan bermanfaat disampaikan oleh Imam Masjid Al-Akbar Surabaya Ahmad Muzakki STh Al-Hafidh dalam Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Masjid At-Taqwa Wisma Sidojangkung Indah, Menganti, Gresik, Jawa Timur, Ahad (2/6/2024).
“Agama kita tidak mengajarkan untuk meminta panjang umur tetapi meminta berkah umur,” ujar Muzakki. “Ya Allah, berapa pun umurku tidak penting, yang penting berkah dan manfaat,” sambungnya.
Muzakki menyitir ayat al-Quran dalam tausiahnya yaitu Surat al-Fatir 11 yang berbunyi, “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya.”
Dia menjelaskan, Allah menciptakan manusia dari tanah. Tanah itu ada dua macam yaitu turab yang berarti tanah yang kesat dan tin yang berarti tanah yang licin sehingga watak manusia itu ada dua macam, ada yang istikamah atau konsisten dan ada yang berubah atau plin-plan “Orang yang ridha dalam hidup akan seperti bumi atau tanah yang senantiasa naik derajatnya seperti tanah yang setiap tahun naik harganya,” katanya dengan canda.
Lalu manusia diciptakan dengan nutfah atau air sprema, air yang menjijikkan. “Jadi kita ini diciptakan dari sesuatu yang kita sendiri jijik melihatnya. Sehingga manusia jika keluar dari koridor manusianya itu berarti dia menjijikkan,”tambahnya.
Setelah itu, manusia diciptakan berpasang-pasangan. Jadi pasangan hidup itu bukan pilihan kita, namun Allah yang memilihkan.
Oleh karena itu jangan menisbatkan pasangan kepada pasangannya, tetapi nisbatkan kepada Allah, karena baik buruk pasangan itu adalah pilihan Allah. Dan tidak ada pilihan Allah, kecuali yang terbaik.
Selanjutnya dia kembali menyitir surat Al-A’raf 34 yang berbunyi, “Dan tidak ada satu pun manusia yang dipanjangkan umurnya dan dipendekkan atau dikurangi umurnya kecuali sudah ditetapkan dalam kitab Lauhul Mahfudh.”
“Allah telah mematok umur kita sejak di Lauh Mahfudh sebelum kita lahir kemudian dikuatkan lagi di kandungan ibu selama empat bulan Allah turunkan ruh kemudian ditetapkan ajalnya, rizkinya, jodohnya dan nasibnya. Setiap manusia punya ajal, kalau ajal sudah datang tidak bisa mundur. Ayat ini sudah pakem, tidak bisa diganti”, ujarnya.
“Lalu apa hubungannya dengan hadist Rasulullah yang menyatakan bahwa barang siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya maka sambunglah silaturahmi. Yang betul yang mana?” pertanyaan retoris dia lontarkan.
Dia menjelaskan yang dimaksud panjang umur di sini bukanlah panjang dalam jumlah namun panjang dalam kualitas dan berkah. “Jangan melihat keadilan Allah dalam angka dan jumlah. Cara melihat keadilan Allah adalah dengan rasa. Orang Mukmin itu pergerakan hidupnya menggunakan rasa, panjang pendeknya umur bukan jumlah tapi rasa, lama dan sebentar bukan karena durasi tapi rasa,” terangnya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini menyampaikan Islam mengajarkan tentang berkah dan berkah itu bukan berdasarkan jumlah tetapi berkah itu ada di dalam rasa.
“Bisa jadi orang yang umurnya pendek merasa puas hidupnya, bermanfaat hidupnya, berkualitas hidupnya karena banyak melakukan kebaikan. Bisa jadi orang yang panjang umurnya akan sia-sia. Jangan bangga dengan panjangnya usia,” tegasnya.
Jatah umur itu sudah dipatok oleh Allah sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah melalui hadistnya, “Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun.” Menurutnya, jika ada umat Nabi Muhammad yang umurnya di atas beliau maka itu adalah karena dia disayang oleh Allah.
Tiga Nikmat yang Akan Dicabut
Namun, katanya, nikmat dunianya akan dicabut sedikit demi sedikit. Ada konsekuensi, ada harga mahal yang harus dibayar. Yaitu satu, nikmat kekuatan otot.
“Saat masih muda kuat, sekarang mengangkat sandal jepit saja gemetar. Antara syaraf tangan dengan syaraf otak tidak sambung. Saat usia 20 sampai 30 tahun ikut pengajian duduk dua jam kuat, saat usia sudah 70 tahun berdiri saja harus ada yang membantu,” ucapnya.
Nikmat kedua yang dicabut adalah nikmat kekuatan pandangan mata. Orang yang di atas 70 tahun, pandangannya sudah rabun. Dan yang terakhir adalah nikmat daya ingat. Saat sudah usia lanjut daya ingat akan berkurang atau pikun, jelasnya.
Muzakki menyampaikan, menurut Rasulullah SAW ketika orang itu matinya baik, membawa iman, membawa amal shaleh, husnul khatimah, maka Allah jadikan kuburnya seperti Raudhatul Jannah taman dari surga.
Muzakki kembali menyitir ayat al-Quran Ali Imran 169-170. “Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya. Mereka bergembira dengan karunia yang Allah anugerahkan kepadanya dan bergirang hati atas (keadaan) orang-orang yang berada di belakang yang belum menyusul mereka, yaitu bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”.
“Orang yang matinya baik di alam kubur akan mendapatkan kenikmatan. Kata Rasulullah, Karena dia merasa nikmat maka dia kerasan. Orang kalau merasa nikmat dan kerasan biasanya terasa cepat, seolah-olah dia hanya tidur semalam kemudian bangun lagi, karena nikmat,” kata Muzakki.
“Tapi orang yang kafir dan durhaka kepada Allah, walaupun matinya di akhir zaman dan esoknya sudah hari kebangkitan, maka sehari seperti setahun karena di siksa oleh Allah,” imbuhnya.
Muzakki mengatakan, orang yang takut mati adalah orang yang terlalu mencintai dunia. Orang yang terlalu mencintai dunia, meskipun diberi umur seratus, bahkan 200 tahun pun tetap tidak akan siap. Oleh karena itu jangan terlalu mencintai dunia.
“Sifat yang paling buruk adalah orang yang paling merasa memiliki, padahal yang paling memiliki hanyalah Allah SWT. Cukup dunia ada ditangan saja, jangan di taruh di dalam hati,” pesannya.
Muzakki berpesan jangan pernah ada dalam pikiran kita tentang jumlah umur tetapi tanamkan dalam pikiran kita tentang berkah umur. (*)
Penulis Nadhirotul Mawaddah Editor Mohammad Nurfatoni